Momen Tepat Reshuffle Kabinet
A
A
A
JAKARTA - Waktu enam bulan dinilai cukup bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengidentifikasi kinerja menteri Kabinet Kerja.
Dalam kurun waktu itu Presiden Jokowi seharusnya sudah bisa mengambil keputusan, termasuk jika memang harus melakukan perombakan kabinet (reshuffle). ”Enam bulan cukup untuk mengidentifikasi, tidak hanya menteri yang berkinerja kurang dan harus diganti, tetapi juga pihak- pihak yang berpotensi menjadi penumpang gelap,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi di Jakarta kemarin.
Menurut Ari, Presiden Jokowi dipilih oleh rakyat sehingga harus berani bersikap tegas terhadap kekuatan politik mana pun yang mengintervensi saat hendak mengevaluasi menterinya. Sebab acuan Presiden harus satu, yakni bahwa menteri yang perlu diganti adalah yang tidak sejalan dengan visi-misi. Dengan begitu, untuk menentukan pengganti juga tidak cukup hanya dengan standar kompetensi, tetapi juga harus paham ideologi dan visi-misi pemerintahannya.
”Penunjukan calon menteri memang menjadi hak prerogatif presiden. Namun konstelasi politik di seputar pemerintah kadang membuat presiden kerap tidak bisa leluasa menggunakan hak prerogatifnya itu. Di sinilah Presiden perlu menunjukkan ketegasannya,” ujar dia. Belakangan, wacana reshuffle juga ditanggapi beberapa menteri Kabinet Kerja, salah satunya Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Dia meyakini jika nantinya dilakukan reshuffle, itu tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan politik tertentu.
Kalaupun ada reshuffle, tentunya dilakukan berdasarkan evaluasi dari setiap menteri. ”Pak Jokowi mengevaluasi menterinya setiap hari. Beliau pasti memiliki catatan yang baik mengenai kinerja para menteri selama kurang lebih enam bulan terakhir ini,” kata Yuddy di Jakarta Jumat (24/4).
Rahmat sahid
Dalam kurun waktu itu Presiden Jokowi seharusnya sudah bisa mengambil keputusan, termasuk jika memang harus melakukan perombakan kabinet (reshuffle). ”Enam bulan cukup untuk mengidentifikasi, tidak hanya menteri yang berkinerja kurang dan harus diganti, tetapi juga pihak- pihak yang berpotensi menjadi penumpang gelap,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi di Jakarta kemarin.
Menurut Ari, Presiden Jokowi dipilih oleh rakyat sehingga harus berani bersikap tegas terhadap kekuatan politik mana pun yang mengintervensi saat hendak mengevaluasi menterinya. Sebab acuan Presiden harus satu, yakni bahwa menteri yang perlu diganti adalah yang tidak sejalan dengan visi-misi. Dengan begitu, untuk menentukan pengganti juga tidak cukup hanya dengan standar kompetensi, tetapi juga harus paham ideologi dan visi-misi pemerintahannya.
”Penunjukan calon menteri memang menjadi hak prerogatif presiden. Namun konstelasi politik di seputar pemerintah kadang membuat presiden kerap tidak bisa leluasa menggunakan hak prerogatifnya itu. Di sinilah Presiden perlu menunjukkan ketegasannya,” ujar dia. Belakangan, wacana reshuffle juga ditanggapi beberapa menteri Kabinet Kerja, salah satunya Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Dia meyakini jika nantinya dilakukan reshuffle, itu tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan politik tertentu.
Kalaupun ada reshuffle, tentunya dilakukan berdasarkan evaluasi dari setiap menteri. ”Pak Jokowi mengevaluasi menterinya setiap hari. Beliau pasti memiliki catatan yang baik mengenai kinerja para menteri selama kurang lebih enam bulan terakhir ini,” kata Yuddy di Jakarta Jumat (24/4).
Rahmat sahid
(ars)