Penahanan Ditangguhkan, Kasus Novel Jalan Terus
A
A
A
JAKARTA - Mabes Polri menangguhkan penahanan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, tersangka dugaan penganiayaan.
Langkah itu diambil setelah adanya jaminan dari lima pimpinan KPK. Keputusan penangguhan penahanan Novel merupakan kesepakatan Mabes Polri dengan pimpinan KPK dalam rapat bersama di Mabes Polri kemarin. Dari Polri hadir Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan, sedangkan dari KPK tampak Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, dan Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi.
”Dalam pertemuan tadi disepakati Novel diserahkan ke pimpinan KPK. Sudah dijamin oleh pimpinan KPK untuk ditangguhkan penahanannya,” ujar Badrodin di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta kemarin. Menurut Badrodin, pertemuan juga menyepakati kasus Novel akan terus diproses hingga ke pengadilan.
Selain itu Polri menyepakati koordinasi akan dilakukan pada pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya maupun dalam melengkapi berkas yang masih kurang. ”Tidak perlu juga dilakukan penahanan kota karena pimpinan KPK sudah memberikan jaminan untuk sewaktu-waktu bisa dihadapkan untuk diperiksa,” katanya.
Dia lantas menuturkan kasus Novel sebenarnya sudah ditangani pada 2004 silam. Hanya saat itu langkah yang diambil adalah mendisiplinkan Novel, bukan memproses lebih lanjut ke ranah pidana. Belakangan ini pelapornya komplain dan membuat laporan bahwa kasusnya hanya diselesaikan secara disiplin, padahal kasus ini masuk wilayah pidana. Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan melakukan penyelidikan kembali agar penyelesaiannya dapat dilakukan segera.
”Sebab ini sangat erat kaitannya dengan waktu karena tahun depan kasusnya sudah kedaluwarsa. Artinya kasus ini sudah harus diputus dan inkracht, kalau tidak akan menjadi persoalan hukum karena tidak terselesaikan,” katanya. Taufiequrachman Ruki menegaskan, pimpinan dan semua pegawai KPK tidak kebal hukum. Apabila ada tuduhan, dugaan maupun sangkaan bahwa pimpinan atau pegawai KPK terlibat dalam tindak pidana, kepada penyidik kepolisian dipersilakan menanganinya.
”Bahkan kami akan mendukung segala upaya penegakan hukum yang akan dilakukan Polri. Yang juga kami inginkan, ketika KPK menagani satu perkara, kami tidak ingin ada intervensi dari Polri,” ujarnya. Sebagai pimpinan KPK, kata Ruki, dirinya berupaya melindungi anak buahnya tanpa mencampuri pokok perkara dan hanya meminta tidak dilakukan penahanan.
”Untuk itu kami memberikan jaminan, jaminannya kami berlima dan Pak Kapolri meresponsnya dengan positif sehingga tidak akan memunculkan kekisruhan. Kami akan jamin proses selanjutnya berjalan terkoordinasi,” paparnya. Sementara itu kuasa hukum Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu, berencana mengajukan praperadilan atas penangkapan yang dilanjutkan dengan penahanan kliennya.
Menurut Muji, penangkapan dan penahanan Novel tidak sah. Tindakan itu merupakan perbuatan sewenang-wenang Polri. Meski demikian, Muji mengaku belum bisa memastikan kapan praperadilan itu akan diajukan. ”Saya akan berkoordinasi dulu dengan pengacara lain, pimpinan KPK, termasuk Pak Novel,” katanya.
Dari pantauan, Novel tiba di Bareskrim Mabes Polri sekitar pukul 16.18 WIB bersama para penyidik. Setelah berada 30 menit di ruang penyidik untuk menandatangani berkas penangguhan penahanan, Novel keluar untuk melanjutkan pertemuan dengan pimpinan KPK di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sebelumnya Novel ditangkap pada Jumat (1/5) sekitar pukul 00.30 WIB.
Sore hari, sekitarpukul 16.00 WIB dia diterbangkan ke Bengkulu untuk menjalani rekonstruksi setelah sebelumnya sempat mampir ke Mako Brimob KepalaDua, Depok. Selamaproses itu Novel menolak diperiksa dengan alasan tidak didampingi pengacara. Rencanarekonstruksi pun tidak berjalan karena hujan deras.
Kepada wartawan di Gedung KPK, Novel menegaskan dirinya siap menghadapi proses hukum yang akan berlangsung mengenai dugaan penganiayaan berat hingga menghilangkan nyawa di Bengkulu pada 2004 seperti dituduhkan Bareskrim Mabes Polri kepadanya. Kendati demikian, dia juga menyampaikan keberatan atas upaya kriminalisasi terhadap dirinya. ”Adapun tindakan yang saya hadapi kemarin, saya juga menyampaikan protes dan keberatan karena itu tindakan berlebihan. Poinnya itu,” tegas Novel.
Murni Persoalan Hukum
Sejumlah kalangan menilai kasus yang menimpa Novel murni persoalan penegakan hukum, bukan kriminalisasi. Pandangan demikian disampaikan Komisioner Kompolnas Adrianus Melila, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution, dan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Romli Atmasasmita.
”Saya menolak untuk dikaitkan kasus ini dengan konteks KPK karena dalam hal penersangkaan dan penahanan tidak ada kaitannya dengan KPK,” ujar Adrianus saat menjadi pembicara Polemik Sindo Trijaya Radio ”Telenovela KPK-Polri” di Warung Daun Cikini Jakarta kemarin. Adrianus melihat ada perbedaan cara penanganan kasus Novel oleh Polri saat ini dibandingkan dengan penanganan kasus yang berlangsung pada 2012 silam yang dikenal dengan kasus cicak vs buaya. Dalam kasus Novel, konteksnya tidak lain upaya Polri untuk menyelesaikan kasus-kasus yang mangkrak.
”Di zaman Budi Waseso (Kabareskrim) ini memang sepertinya mau cuci gudang kasus. Dalam catatan kami saja ada 4 ribuan kasus yang mangkrak karena berbagai alasan,” papar Adrianus. Fadli Nasution mengajak semua pihak untuk melihat proses yang dijalani Novel Baswedan dari perspektif penegak hukum.
Dari situ terlihat ada perbedaan antara kasus yang menimpa Novel sewaktu menjabat di satuan kepolisian dengan ketika menjabat di KPK. ”Oleh karena itu kita jadi bisa melihat bahwa proses penangkapan dan penahanan itu adalah tindakan yang dilakukan penyidik atas prinsip menegakkan hukum berdasarkan peraturan perundangan,” ucap Fadli.
Senada, Romli Atmasasmita menyesalkan campur tangan Presiden dan sejumlah pihak atas kasus Novel. Dia menganggap campur tangan ini justru menghilangkan makna sesungguhnya dari kasus yang menjerat pria 38 tahun tersebut.
”Seharusnya yang dipikirkan ini korban, pelapor bahwa Novel melakukan pembunuhan. Bukan tersangka jadi pahlawan, ini jadi terbalik-balik, lalu di mana revolusi mentalnya,” ujar Romli kemarin. Sementara itu Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar mempertanyakan motif sesungguhnya pihak kepolisian dalam memproses Novel.
Menurutnya tidak ada niat untuk menegakkan hukum, tetapi Novel hanya dijadikan alat tawar bagi Polri di setiap ada kasus yang menjerat mereka. Ini tergambar bagaimana sejak awal kasus ini bergulir di 2012 Novel yang tengah memimpin penyidikan terkait kasus simulator SIM mulai diusik kasus lamanya tersebut.
Sucipto/dian ramdhani/ant
Langkah itu diambil setelah adanya jaminan dari lima pimpinan KPK. Keputusan penangguhan penahanan Novel merupakan kesepakatan Mabes Polri dengan pimpinan KPK dalam rapat bersama di Mabes Polri kemarin. Dari Polri hadir Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan, sedangkan dari KPK tampak Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, dan Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi.
”Dalam pertemuan tadi disepakati Novel diserahkan ke pimpinan KPK. Sudah dijamin oleh pimpinan KPK untuk ditangguhkan penahanannya,” ujar Badrodin di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta kemarin. Menurut Badrodin, pertemuan juga menyepakati kasus Novel akan terus diproses hingga ke pengadilan.
Selain itu Polri menyepakati koordinasi akan dilakukan pada pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya maupun dalam melengkapi berkas yang masih kurang. ”Tidak perlu juga dilakukan penahanan kota karena pimpinan KPK sudah memberikan jaminan untuk sewaktu-waktu bisa dihadapkan untuk diperiksa,” katanya.
Dia lantas menuturkan kasus Novel sebenarnya sudah ditangani pada 2004 silam. Hanya saat itu langkah yang diambil adalah mendisiplinkan Novel, bukan memproses lebih lanjut ke ranah pidana. Belakangan ini pelapornya komplain dan membuat laporan bahwa kasusnya hanya diselesaikan secara disiplin, padahal kasus ini masuk wilayah pidana. Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan melakukan penyelidikan kembali agar penyelesaiannya dapat dilakukan segera.
”Sebab ini sangat erat kaitannya dengan waktu karena tahun depan kasusnya sudah kedaluwarsa. Artinya kasus ini sudah harus diputus dan inkracht, kalau tidak akan menjadi persoalan hukum karena tidak terselesaikan,” katanya. Taufiequrachman Ruki menegaskan, pimpinan dan semua pegawai KPK tidak kebal hukum. Apabila ada tuduhan, dugaan maupun sangkaan bahwa pimpinan atau pegawai KPK terlibat dalam tindak pidana, kepada penyidik kepolisian dipersilakan menanganinya.
”Bahkan kami akan mendukung segala upaya penegakan hukum yang akan dilakukan Polri. Yang juga kami inginkan, ketika KPK menagani satu perkara, kami tidak ingin ada intervensi dari Polri,” ujarnya. Sebagai pimpinan KPK, kata Ruki, dirinya berupaya melindungi anak buahnya tanpa mencampuri pokok perkara dan hanya meminta tidak dilakukan penahanan.
”Untuk itu kami memberikan jaminan, jaminannya kami berlima dan Pak Kapolri meresponsnya dengan positif sehingga tidak akan memunculkan kekisruhan. Kami akan jamin proses selanjutnya berjalan terkoordinasi,” paparnya. Sementara itu kuasa hukum Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu, berencana mengajukan praperadilan atas penangkapan yang dilanjutkan dengan penahanan kliennya.
Menurut Muji, penangkapan dan penahanan Novel tidak sah. Tindakan itu merupakan perbuatan sewenang-wenang Polri. Meski demikian, Muji mengaku belum bisa memastikan kapan praperadilan itu akan diajukan. ”Saya akan berkoordinasi dulu dengan pengacara lain, pimpinan KPK, termasuk Pak Novel,” katanya.
Dari pantauan, Novel tiba di Bareskrim Mabes Polri sekitar pukul 16.18 WIB bersama para penyidik. Setelah berada 30 menit di ruang penyidik untuk menandatangani berkas penangguhan penahanan, Novel keluar untuk melanjutkan pertemuan dengan pimpinan KPK di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sebelumnya Novel ditangkap pada Jumat (1/5) sekitar pukul 00.30 WIB.
Sore hari, sekitarpukul 16.00 WIB dia diterbangkan ke Bengkulu untuk menjalani rekonstruksi setelah sebelumnya sempat mampir ke Mako Brimob KepalaDua, Depok. Selamaproses itu Novel menolak diperiksa dengan alasan tidak didampingi pengacara. Rencanarekonstruksi pun tidak berjalan karena hujan deras.
Kepada wartawan di Gedung KPK, Novel menegaskan dirinya siap menghadapi proses hukum yang akan berlangsung mengenai dugaan penganiayaan berat hingga menghilangkan nyawa di Bengkulu pada 2004 seperti dituduhkan Bareskrim Mabes Polri kepadanya. Kendati demikian, dia juga menyampaikan keberatan atas upaya kriminalisasi terhadap dirinya. ”Adapun tindakan yang saya hadapi kemarin, saya juga menyampaikan protes dan keberatan karena itu tindakan berlebihan. Poinnya itu,” tegas Novel.
Murni Persoalan Hukum
Sejumlah kalangan menilai kasus yang menimpa Novel murni persoalan penegakan hukum, bukan kriminalisasi. Pandangan demikian disampaikan Komisioner Kompolnas Adrianus Melila, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution, dan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Romli Atmasasmita.
”Saya menolak untuk dikaitkan kasus ini dengan konteks KPK karena dalam hal penersangkaan dan penahanan tidak ada kaitannya dengan KPK,” ujar Adrianus saat menjadi pembicara Polemik Sindo Trijaya Radio ”Telenovela KPK-Polri” di Warung Daun Cikini Jakarta kemarin. Adrianus melihat ada perbedaan cara penanganan kasus Novel oleh Polri saat ini dibandingkan dengan penanganan kasus yang berlangsung pada 2012 silam yang dikenal dengan kasus cicak vs buaya. Dalam kasus Novel, konteksnya tidak lain upaya Polri untuk menyelesaikan kasus-kasus yang mangkrak.
”Di zaman Budi Waseso (Kabareskrim) ini memang sepertinya mau cuci gudang kasus. Dalam catatan kami saja ada 4 ribuan kasus yang mangkrak karena berbagai alasan,” papar Adrianus. Fadli Nasution mengajak semua pihak untuk melihat proses yang dijalani Novel Baswedan dari perspektif penegak hukum.
Dari situ terlihat ada perbedaan antara kasus yang menimpa Novel sewaktu menjabat di satuan kepolisian dengan ketika menjabat di KPK. ”Oleh karena itu kita jadi bisa melihat bahwa proses penangkapan dan penahanan itu adalah tindakan yang dilakukan penyidik atas prinsip menegakkan hukum berdasarkan peraturan perundangan,” ucap Fadli.
Senada, Romli Atmasasmita menyesalkan campur tangan Presiden dan sejumlah pihak atas kasus Novel. Dia menganggap campur tangan ini justru menghilangkan makna sesungguhnya dari kasus yang menjerat pria 38 tahun tersebut.
”Seharusnya yang dipikirkan ini korban, pelapor bahwa Novel melakukan pembunuhan. Bukan tersangka jadi pahlawan, ini jadi terbalik-balik, lalu di mana revolusi mentalnya,” ujar Romli kemarin. Sementara itu Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar mempertanyakan motif sesungguhnya pihak kepolisian dalam memproses Novel.
Menurutnya tidak ada niat untuk menegakkan hukum, tetapi Novel hanya dijadikan alat tawar bagi Polri di setiap ada kasus yang menjerat mereka. Ini tergambar bagaimana sejak awal kasus ini bergulir di 2012 Novel yang tengah memimpin penyidikan terkait kasus simulator SIM mulai diusik kasus lamanya tersebut.
Sucipto/dian ramdhani/ant
(ars)