Fungsi Legislasi DPR Kedodoran
A
A
A
JAKARTA - Fungsi legislasi DPR sejauh ini belum menggembirakan. Hingga berakhirnya masa sidang III tahun persidangan 2014-2015 ini, belum satu pun dari 37 Rancangan Undang-Undang Program Legislasi Nasional (RUU Prolegnas) prioritas tahunan yang disahkan menjadi undang-undang (UU).
Dengan menyisakan satu masa sidang lagi maka hampir pasti DPR tidak akan memenuhi target Prolegnas tahun ini. ”Komitmen awal DPR periode ini untuk meningkatkan kerjanya di bidang legislasi ternyata tak terbukti. Pengurangan jumlah RUU yang masuk Prolegnas dengan alasan realistis, ternyata juga tak berpengaruh. Dengan target banyak juga tidak terpenuhi, target diturunkan pun tak terpenuhi,” kata Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan di Jakarta kemarin.
Menurut Ridwan, kritik tajam dari masyarakat belakangan ini terhadap DPR seharusnya bisa menjadi cambuk bagi legislator untuk memotivasi diri. Ridwan menduga sejumlah alasan yang membuat kinerja legislasi DPR tidak maksimal. Selain disibukkan dengan persoalan internal kelembagaan, kata dia, DPR juga memilih lebih banyak menghabiskan energi untuk hal-hal yang sifatnya kurang substantif.
Dia mencontohkan bagaimana di awal jabatan anggota DPR disibukkan dengan konflik internal antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). ”GiliranmerevisiUUyangberkaitan dengan mereka, seminggu selesai. Giliran terkait RUU yang keterkaitannya dengan kebutuhan publik, mereka seolah ogah mengerjakannya. Ini tentu memprihatinkan,” ujarnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengakui di masa sidang kali ini hasil kerja legislasi DPR memang tidak maksimal. Dia menjelaskan, pembahasan beberapa RUU baru sampai pada tahap harmonisasi sehingga belum ada yang berhasil di sahkan . ”Pada masa persidangan ini, persoalan KMP dan KIH sudah bisa diselesaikan. Namun karena waktu persidangan yang pendek hanya tiga pekan, kami belum maksimal dalam pembahasan RUU,” ungkapnya.
Namun begitu, kata dia, sebenarnya sekarang ini sudah ada beberapa RUU yang masuk dalam tahapan harmonisasi, yaitu RUU Tabungan Perumahan Rakyat, RUU Penjaminan, dan RUU tentang Pembatasan atau Larangan Minuman Beralkohol. Tiga RUU tersebut belum juga disahkan, salah satu kendalanya karena singkatnya masa sidang III yang berakhir Jumat (24/4). ”Oleh sebab itu, kita pertimbangkan agar ada jalur khusus membahas UU, seperti dulu ada hari legislasi,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Selain karena faktor internal, lanjut Firman, kerja di bidang legislasi tidak maksimal karena dari pihak pemerintah juga lambat dalam proses pembahasan. Faktanya, kata dia, hingga saat ini RUU inisiatif pemerintah belum ada yang masuk Baleg DPR. ”Ya, mungkin karena sibuk. Pemerintah banyak agenda kegiatan kenegaraan. Ini bukan bulan yang menguntungkan,” tukasnya.
Seperti diketahui, sekarang ini DPR masuk masa reses hingga yang berakhir 18 Mei mendatang. Hingga berakhirnya masa persidangan III lalu, belum satu pun RUU perolegnas prioritas yang dihasilkan menjadi UU, meskipun pada persidangan tahun ini DPR sudah realistis dengan hanya menetapkan 37 RUU sebagai prioritas pembahasan pada Prolegnas 2015.
Ketua DPR Setya Novanto mengakui, fungsi legislasi DPR merupakan salah satu fungsi penting yang secara konstitusional mendapatkan penguatan melalui beberapa kali perubahan terhadap UUD 1945. Sebagai implementasi dari amanat konstitusi tersebut, kata Novanto, maka memang mau tidak mau DPR harus menunjukkan kinerja yang baik di bidang UU.
Untuk itu, dia berharap Baleg DPR bisa melahirkan terobosan agar fungsi legislasi DPR bisa semakin meningkat dan membaik. Baleg DPR, kata Novanto, merupakan pusat dan kekuatan dari fungsi legislasi DPR. Badan Legislasi ini menjaga dan menjamin kualitas UU untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
”Demikian juga dari segi jumlah RUU yang dihasilkan, Badan Legislasi berperan untuk mendorong dan menggerakkan komisi-komisi untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU,” ujarnya.
Rahmat sahid
Dengan menyisakan satu masa sidang lagi maka hampir pasti DPR tidak akan memenuhi target Prolegnas tahun ini. ”Komitmen awal DPR periode ini untuk meningkatkan kerjanya di bidang legislasi ternyata tak terbukti. Pengurangan jumlah RUU yang masuk Prolegnas dengan alasan realistis, ternyata juga tak berpengaruh. Dengan target banyak juga tidak terpenuhi, target diturunkan pun tak terpenuhi,” kata Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan di Jakarta kemarin.
Menurut Ridwan, kritik tajam dari masyarakat belakangan ini terhadap DPR seharusnya bisa menjadi cambuk bagi legislator untuk memotivasi diri. Ridwan menduga sejumlah alasan yang membuat kinerja legislasi DPR tidak maksimal. Selain disibukkan dengan persoalan internal kelembagaan, kata dia, DPR juga memilih lebih banyak menghabiskan energi untuk hal-hal yang sifatnya kurang substantif.
Dia mencontohkan bagaimana di awal jabatan anggota DPR disibukkan dengan konflik internal antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). ”GiliranmerevisiUUyangberkaitan dengan mereka, seminggu selesai. Giliran terkait RUU yang keterkaitannya dengan kebutuhan publik, mereka seolah ogah mengerjakannya. Ini tentu memprihatinkan,” ujarnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengakui di masa sidang kali ini hasil kerja legislasi DPR memang tidak maksimal. Dia menjelaskan, pembahasan beberapa RUU baru sampai pada tahap harmonisasi sehingga belum ada yang berhasil di sahkan . ”Pada masa persidangan ini, persoalan KMP dan KIH sudah bisa diselesaikan. Namun karena waktu persidangan yang pendek hanya tiga pekan, kami belum maksimal dalam pembahasan RUU,” ungkapnya.
Namun begitu, kata dia, sebenarnya sekarang ini sudah ada beberapa RUU yang masuk dalam tahapan harmonisasi, yaitu RUU Tabungan Perumahan Rakyat, RUU Penjaminan, dan RUU tentang Pembatasan atau Larangan Minuman Beralkohol. Tiga RUU tersebut belum juga disahkan, salah satu kendalanya karena singkatnya masa sidang III yang berakhir Jumat (24/4). ”Oleh sebab itu, kita pertimbangkan agar ada jalur khusus membahas UU, seperti dulu ada hari legislasi,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Selain karena faktor internal, lanjut Firman, kerja di bidang legislasi tidak maksimal karena dari pihak pemerintah juga lambat dalam proses pembahasan. Faktanya, kata dia, hingga saat ini RUU inisiatif pemerintah belum ada yang masuk Baleg DPR. ”Ya, mungkin karena sibuk. Pemerintah banyak agenda kegiatan kenegaraan. Ini bukan bulan yang menguntungkan,” tukasnya.
Seperti diketahui, sekarang ini DPR masuk masa reses hingga yang berakhir 18 Mei mendatang. Hingga berakhirnya masa persidangan III lalu, belum satu pun RUU perolegnas prioritas yang dihasilkan menjadi UU, meskipun pada persidangan tahun ini DPR sudah realistis dengan hanya menetapkan 37 RUU sebagai prioritas pembahasan pada Prolegnas 2015.
Ketua DPR Setya Novanto mengakui, fungsi legislasi DPR merupakan salah satu fungsi penting yang secara konstitusional mendapatkan penguatan melalui beberapa kali perubahan terhadap UUD 1945. Sebagai implementasi dari amanat konstitusi tersebut, kata Novanto, maka memang mau tidak mau DPR harus menunjukkan kinerja yang baik di bidang UU.
Untuk itu, dia berharap Baleg DPR bisa melahirkan terobosan agar fungsi legislasi DPR bisa semakin meningkat dan membaik. Baleg DPR, kata Novanto, merupakan pusat dan kekuatan dari fungsi legislasi DPR. Badan Legislasi ini menjaga dan menjamin kualitas UU untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
”Demikian juga dari segi jumlah RUU yang dihasilkan, Badan Legislasi berperan untuk mendorong dan menggerakkan komisi-komisi untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU,” ujarnya.
Rahmat sahid
(ftr)