Kemendikbud Janji Hilangkan Diskriminasi Pendidikan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan berusaha menghilangkan diskriminasi terhadap pendidikan swasta. Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, pemerintah tengah berusaha menghilangkan kesan diskriminasi pada lembaga pendidikan swasta.
Pada intinya, menurut Anies, pemerintah akan membantu para stakeholders pendidikan meski itu yang mengelola swasta. Sebab baik pendidikan swasta maupun negeri berperan membangun dunia pendidikan. ”Kita ingin membantu semuanya. Pemerintah ingin swasta maju dan negeri pun juga maju,” katanya seusai menghadiri Rakornas PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kemarin.
Penggagas Indonesia Mengajar itu menjelaskan, PGRI mengelola sekolah swasta dengan 490.000 siswa dan 32.000 guru. Menurut dia, ini adalah potensi yang sangat besar menjadi mesin pembangun masa depan. Anies menjelaskan, bagi setiap guru dia ingin menekankan bahwa meski siswa itu bersekolah di swasta, perhatian khusus tetap harus diberikan. Sebab para siswa ini adalah wajah masa depan bangsa.
Kementerian pun tidak tinggal diam karena akan ada terobosan-terobosan baru untuk membantu pengelolaan pendidikan swasta. Sementara itu Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengungkapkan, terjadi kekurangan jumlah guru yang cukup signifikan di sekolahsekolah swasta. Pemerintah dinilai lalai untuk memberikan perhatian yang sama terhadap lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat tersebut.
”PGRI merasakan perlakuan pemerintah terhadap swasta masih diskriminasi jika dibandingkan sekolah yang berstatus negeri,” terangnya. Dia menyebutkan, diskriminasi ini tidak sejalan dengan amanah UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 55 ayat 4. Di dalamnya disebutkan, lembaga pendidikan berbasis masyarakat berhak memperoleh bantuan teknis.
Selain itu pemerintah juga harus menyubsidi dana, sumber daya lain secara adil dan merata, baik dari pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. Dia menyebutkan, perhatian pemerintah mesti diberikan, terlebih lagi lembaga pendidikan swasta telah membantu pemerintah dalam memperluas akses pendidikan di Indonesia.
Sulistyo mengingatkan, pemerintah sebagai penyelenggara negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta. Baik bantuan operasional maupun personel seperti membantu swasta memenuhi kebutuhan guru. ”Kalau bantuan operasional kami akui sudah ada skemanya melalui Bantuan Operasional Sekolah, tapi selain operasional, ada juga tanggung jawab pemenuhan SDM,” kata Sulistyo.
Namun yang terjadi, kata Sulistyo, sekolah-sekolah swasta justru mengalami kekurangan jumlah guru yang sangat signifikan. Meski data pastinya belum ada, menurutnya, fakta di lapangan sangat terasa kekurangan guru tersebut. Persoalan kekurangan guru ini paling terasa pada sekolah-sekolah swasta kecil yang berada di daerah pelosok.
Dia menjelaskan, jika di sekolah swasta besar dan maju memang tidak terlalu berdampak. Sebab mereka sudah pintar untuk menyeleksi dan menggaji guru sesuai kualifikasi yang diperlukan. Namun di sekolah swasta kecil di daerah ada guru yang mengajar saja sudah bagus. Kondisi ini semakin terasa berat ketika pemerintah menetapkan kebijakan. Untuk melarang guru negeri diperbantukan mengajar di sekolah swasta.
”Dulu ada guru negeri boleh diperbantukan mengajar di swasta, sekarang tinggal sedikit, hanya tunggu menghabiskan yang pensiun saja,” papar anggota Komite III DPD RI itu. Hal itulah yang membuat kualitas guru swasta di sekolahsekolah tertentu menjadi kurang bagus, yakni karena beban bekerja tidak berbanding lurus dengan gajinya.
Kekurangan guru swasta tersebut paling banyak terjadi pada mata pelajaran sains seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi di seluruh jenjang, SD, SMP, SMA. Tidak hanya dari sisi kuantitas, kekurangan perhatian pemerintah juga minim dalam upaya peningkatan kualitas guru-guru di sekolah swasta. ”Ini masuk rekomendasi kedua kami agar pemerintah meningkatkan kompetensi guru swasta, termasuk pelatihan guru,” imbuh Sulistyo.
Nenengzubaidah
Pada intinya, menurut Anies, pemerintah akan membantu para stakeholders pendidikan meski itu yang mengelola swasta. Sebab baik pendidikan swasta maupun negeri berperan membangun dunia pendidikan. ”Kita ingin membantu semuanya. Pemerintah ingin swasta maju dan negeri pun juga maju,” katanya seusai menghadiri Rakornas PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kemarin.
Penggagas Indonesia Mengajar itu menjelaskan, PGRI mengelola sekolah swasta dengan 490.000 siswa dan 32.000 guru. Menurut dia, ini adalah potensi yang sangat besar menjadi mesin pembangun masa depan. Anies menjelaskan, bagi setiap guru dia ingin menekankan bahwa meski siswa itu bersekolah di swasta, perhatian khusus tetap harus diberikan. Sebab para siswa ini adalah wajah masa depan bangsa.
Kementerian pun tidak tinggal diam karena akan ada terobosan-terobosan baru untuk membantu pengelolaan pendidikan swasta. Sementara itu Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengungkapkan, terjadi kekurangan jumlah guru yang cukup signifikan di sekolahsekolah swasta. Pemerintah dinilai lalai untuk memberikan perhatian yang sama terhadap lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat tersebut.
”PGRI merasakan perlakuan pemerintah terhadap swasta masih diskriminasi jika dibandingkan sekolah yang berstatus negeri,” terangnya. Dia menyebutkan, diskriminasi ini tidak sejalan dengan amanah UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 55 ayat 4. Di dalamnya disebutkan, lembaga pendidikan berbasis masyarakat berhak memperoleh bantuan teknis.
Selain itu pemerintah juga harus menyubsidi dana, sumber daya lain secara adil dan merata, baik dari pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. Dia menyebutkan, perhatian pemerintah mesti diberikan, terlebih lagi lembaga pendidikan swasta telah membantu pemerintah dalam memperluas akses pendidikan di Indonesia.
Sulistyo mengingatkan, pemerintah sebagai penyelenggara negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan swasta. Baik bantuan operasional maupun personel seperti membantu swasta memenuhi kebutuhan guru. ”Kalau bantuan operasional kami akui sudah ada skemanya melalui Bantuan Operasional Sekolah, tapi selain operasional, ada juga tanggung jawab pemenuhan SDM,” kata Sulistyo.
Namun yang terjadi, kata Sulistyo, sekolah-sekolah swasta justru mengalami kekurangan jumlah guru yang sangat signifikan. Meski data pastinya belum ada, menurutnya, fakta di lapangan sangat terasa kekurangan guru tersebut. Persoalan kekurangan guru ini paling terasa pada sekolah-sekolah swasta kecil yang berada di daerah pelosok.
Dia menjelaskan, jika di sekolah swasta besar dan maju memang tidak terlalu berdampak. Sebab mereka sudah pintar untuk menyeleksi dan menggaji guru sesuai kualifikasi yang diperlukan. Namun di sekolah swasta kecil di daerah ada guru yang mengajar saja sudah bagus. Kondisi ini semakin terasa berat ketika pemerintah menetapkan kebijakan. Untuk melarang guru negeri diperbantukan mengajar di sekolah swasta.
”Dulu ada guru negeri boleh diperbantukan mengajar di swasta, sekarang tinggal sedikit, hanya tunggu menghabiskan yang pensiun saja,” papar anggota Komite III DPD RI itu. Hal itulah yang membuat kualitas guru swasta di sekolahsekolah tertentu menjadi kurang bagus, yakni karena beban bekerja tidak berbanding lurus dengan gajinya.
Kekurangan guru swasta tersebut paling banyak terjadi pada mata pelajaran sains seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi di seluruh jenjang, SD, SMP, SMA. Tidak hanya dari sisi kuantitas, kekurangan perhatian pemerintah juga minim dalam upaya peningkatan kualitas guru-guru di sekolah swasta. ”Ini masuk rekomendasi kedua kami agar pemerintah meningkatkan kompetensi guru swasta, termasuk pelatihan guru,” imbuh Sulistyo.
Nenengzubaidah
(bbg)