Manajemen Informasi Kinerja KPK Mati Suri

Jum'at, 24 April 2015 - 08:21 WIB
Manajemen Informasi Kinerja KPK Mati Suri
Manajemen Informasi Kinerja KPK Mati Suri
A A A
JAKARTA - Gonjang ganjing dan peristiwa yang dialami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama hampir tiga bulan membuat lembaga antikorupsi itu kelimpungan.

Situasi itu dimulai dari penangkapan-penetapan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan (kini nonaktif) Bambang Widjojanto dan penetapan Ketua KPK Abraham Samad oleh Polri, kalah tanding dengan Komjen Pol Budi Gunawan di praperadilan, pengangkatan tiga pelaksana (plt) pimpinan, gelombang praperadilan para tersangka.

Selanjutnya, lowongnya kursi juru bicara pasca pengunduran diri Johan Budi SP pada Desember 2014, rencana Bareskrim Polri membidik sejumlah penyidik KPK, hingga aksi protes 500-an pegawai KPK.

Gejolak di internal KPK sebenarnya jauh lebih "panas" dari gambaran kulitnya. Ada yang menaruh curiga, Taufiequrachman Ruki yang ditunjuk sebagai plt Ketua adalah orang titipan. Indriyanto Seno Adji yang juga ditunjuk sebagai plt Wakil Ketua pun kecipratan sorotan negatif.

Ruki dan Indriyanto mendapat rapor merah karena diduga bakal merongrong kerja KPK selama ini. Hanya Johan yang tak dipandang pesimis. Ruki dan Indriyanto sudah membantah sorotan negatif dan cibiran tersebut. "Saya akan berlaku profesional," ujar Indriyanto.

Belakangan Johan seiring seirama. Sempat tersiar kabar bahwa muncul "gerakan" dari sejumlah pegawai khususnya penyelidik, penyidik, dan penuntut coba mengusung faksi-faksi. Ditambah lagi pencopotan Kombes Pol Endang Tarsa dari posisi Plt Direktur Penyidikan dan dipindah ke bagian Koordinasi dan Supervisi Penindakan (Korsupdik), dan rencana pengunduran diri Deputi Penindakan Warih Sadono.

Alasannya, Warih tak mau terlibat saat kasus Budi Gunawan ditangani KPK. Warih sudah membantah kabar itu. Endang Tarsa juga mengakui perpindahan jabatannya ke Korsupdik.

Belakangan, kepada para pegawai dan awak media, Ruki, Indriyanto, dan tiga pimpinan lainnya menyatakan komitmen untuk menyelesaikan sisa tunggakan kasus-kasus baik di tahap penyidikan maupun penuntutan. Khusus di tahap penyidikan ada 36 perkara.

Semisal kasus mantan Menag Suryadharma Ali, mantan Dirjen Pajak sekaligus mantan Ketua BPK Hadi Poernomo, mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, mantan Menteri ESDM sekaligus mantan Menbudpar Jero Wacik, kasus e-KTP, dan kasus dugaan korupsi pelayaran mantan General Manajer PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan dkk.

"Jadi, betapa besarnya yang mesti kita hadapi. Ini yang mesti saya hadapi dalam (sisa) sepuluh bulan ke depan," kata Ruki awal Maret lalu.

Kemilau KPK kian redup. Pimpinan KPK yang ada saat ini hanya berupaya dan ingin menyelesaikan perkara tersangka yang sudah ditetapkan tapi berkasnya belum rampung, tersangkanya belum ditahan, dan percepatan pelimpahan ke penuntutan.

Di samping mempersiapkan tim khusus untuk menghalau gelombang praperadilan. Pimpinan KPK tak mau fokus pada atau berkomentar masalah pengembangan kasus.

Semisal, kasus Century yang mana Budi Mulya sudah berstatus terpidana sedangkan pihak-pihak lain belum ditetapkan sebagai tersangka. Atau, kasus suap pengurusan sengketa pilkada di MK dengan terpindana seumur hidup M Akil Mochtar dan terpidana Hambit Bintih dkk hingga kini yang belum juga muncul tersangka baru setelah penetapan mantan wakil Bupati Lebak Amir Hamzah.

"Tentu jangan jadi suatu beban kepada kita perkara yang sudah lama tidak kunjung selesai tapi yang baru kita tambah. Ini kan kita memilih," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain.

KPK sempat menggebrak pemberitaan dengan penangkapan Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP sekaligus mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel) Adriansyah sesaat setelah menerima suap dari Direktur PT Mitra Maju Sukses (MMS) Andrew Hidayat melalui anggota Polsek Metro Menteng, Jakarta Pusat Brigadir Polisi Satu (Briptu) Agung Krisdianto, di Hotel Swiss-Belresort Watu Jimbar, Sanur, Bali, Kamis 9 April 2015 malam.

Yang bikin geger kala itu, Adriansyah diciduk penyidik di sela-sela Kongres IV PDIP di Bali. Tapi taji KPK yang seakan mau tumbuh lagi ternyata sampai di situ saja. Dengan sepihak, pimpinan KPK memutuskan, lembaga antikorupsi itu tidak boleh lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

"Saya kira OTT itu sudah lah jangan lagi ada, sebab sangat menguras tenaga," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain pertengahan April lalu.

Yang patut menjadi catatan, operasi terhadap Adriansyah, Andrew, dan Agung dimulai sejak Desember 2013. Artinya, saat itu masih ada Abraham, Bambang Widjojanto, dan Busyro Muqoddas. Perlu juga diingat, KPK biasanya paling cepat menyelesaikan kasus yang bermula dari OTT.

Tidak sampai di situ saja. Arus informasi rutin atau harian kepada media massa pun selama tiga bulan vakum atau hanya secuil. Konferensi pers (konpers) harian yang biasanya ditangani juru bicara tak pernah ada.

Pimpinan yang biasanya dulu terkadang turun menyampaikan informasi untuk pemberitaan kepada awak media, kini nihil. Meski itu sekadar pemeriksaan saksi ataupun terperiksa.

Manajemen arus informasi setelah tiga plt masuk melengkapi dua pimpinan lain, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, tidak jelas. Pimpinan yang dimintai tanggapan atau informasi atas pengembangan sebuah kasus memilih tidak mau berkomentar apapun.

Kadang kala pesan singkat dan sambungan telepon tidak digubris. Yang kasian justru jurnalis dari televisi dan radio yang membutuhkan audio-visual dan audio.

Kurun tiga bulan pasca Johan mundur dari posisi juru bicara atau dua bulan lebih setelah tiga plt masuk KPK, informasi kepada media massa hanya disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha. Itupun normatif. Kadang juga pegawai humas KPK mengirim rilis kegiatan pencegahan lewat email ke puluhan/ratusan wartawan, tanpa audio-visual.

Belum lagi media discuss setiap bulan yang tidak pernah diselenggarakan sejak Januari lalu. Kerisauan terhadap arus informasi dan ketersediaan bahan pemberitaan diakui hampir ratusan awak media yang biasa meliput di KPK.

SINDO sempat menyampaikan kritik dan saran atas arus informasi pemberitaan kinerja penyelidikan, penyidikan, penyidikan, dan fakta baru dalam penuntutan di persidangan kepada lima pimpinan lewat pesan singkat.

Hanya satu pimpinan yakni Johan Budi yang memberikan tanggapan. Dia menuturkan, pimpinan KPK sudah mempersiapkan waktu setiap pekan untuk menemui atau menyampaikan informasi kepada media.

"Mohon maaf sebesar-besarnya, karena bukan kami tidak mau menemui media, namun saat ini kami masih konsolidasi termasuk menggelar perkara yang setiap hari minimal dua yang diekpose."

"Namun demikian kami pimpinan berencana bertemu media setiap pekan yang rutin. Tentu tidak tertutup yang sifatnya insidentil jika memang diperlukan kehadiran pimpinan bertemu dengan kawan-kawan media," sambung Johan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6997 seconds (0.1#10.140)