KAA Hasilkan Tiga Dokumen Utama

Jum'at, 24 April 2015 - 08:41 WIB
KAA Hasilkan Tiga Dokumen...
KAA Hasilkan Tiga Dokumen Utama
A A A
JAKARTA - Puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika dalam peringatan Ke-60 Konferensi Asia Afrika kemarin berhasil menghasilkan tiga dokumen utama.

Hasil ini merupakan langkah nyata untuk memajukan tatanan dunia yang lebih damai dan adil. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan proses penyusunan dokumen tersebut bersifat terbuka dan inklusif sehingga mencerminkan rasa kepemilikan bagi semua pihak yang terlibat. Tiga dokumen utama tersebut adalah Pesan Bandung 2015, Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP), dan Deklarasi Palestina.

”Saya yakin konsep yang dihasilkan merefleksikan jiwa Dasasila Bandung dan wacana serta kepentingan kita semua,” ujar Jokowi sambil mengetukkan palu sebanyak tiga kali saat menutup KTT Asia Afrika di Plenary Hall JCC kemarin. Selama dua hari, KTT Asia Afrika disambut dengan antusias oleh para petinggi, pejabat senior, dan peninjau dari Eropa, Amerika, dan organisasi dunia.

KTT Asia Afrika yang diselenggarakan pada 22-23 April ini melibatkan 106 negara terdiri atas 21 pemimpin negara, 80 wakil pemimpin negara (wakil presiden/perdana menteri), dan sisanya merupakan utusan khusus dan pejabat tingkat tinggi. Menurut Jokowi, KTT Asia Afrika ini merupakan salah satu forum antarpemerintahan terbesar di dunia di luar PBB.

Suara yang disampaikan dalam konferensi ini adalah suara kebangkitan bangsa-bangsa Asia-Afrika. ”Oleh sebab itu, suara dan keputusan kita tidak dapat diabaikan oleh siapa pun. Dalam konferensi ini kita sepakat menggelorakan kembali inti perjuangan Selatan-Selatan, yaitu kesejahteraan, solidaritas, dan stabilitas negara-negara Asia-Afrika,” ujar Jokowi.

Pesan Bandung 2015 merupakan dokumen yang berisi visi negara-negara Asia-Afrika yang ingin dicapai, di dalamnya juga terdapat deklarasi tentang Bandung sebagai kota hak asasi manusia (HAM). Sementara itu, Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika berisi kerangka kerja implementasi dan tindak lanjut Pesan Bandung 2015.

Deklarasi itu juga mendorong rekonstruksi Gaza, realisasi aplikasi Palestina sebagai anggota PBB, dan mendorong negara-negara di Asia-Afrika yang belum mengakui Palestina sebagai negara untuk segera melakukannya. Menurut Jokowi, negara Asia dan Afrika ke depannya diharapkan dapat mendorong tercapainya kerja sama saling menguntungkan agar dapat menjembatani kesenjangan pembangunan.

Selain itu, yang tak kalah penting, Asia-Afrika dapat merealisasi kemerdekaan Palestina mengingat Palestina menjadi satu-satunya negara Asia yang masih dijajah. Selain itu, KTT Asia Afrika juga mengecam aksi ekstremisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama dan mendorong dialog budaya dan agama. Kesepakatan juga mencakup peningkatan perdagangan dan investasi sebagai mesin pendorong perekonomian.

Dalam kaitan ini, Asia-Afrika mendorong sistem perdagangan multilateral yang adil, propembangunan, inklusif yang berkontribusi pada pertumbuhan, investasi, dan lapangan kerja, serta berwawasan lingkungan dan berkesinambungan. KTT Asia Afrika 2015 ini juga berhasil menyusun kerangka operasional mekanisme pemantauan yang mana para menteri luar negeri diminta melakukan pertemuan setiap dua tahun sekali di sela-sela sidang umum PBB di New York, Amerika Serikat.

Kesepakatan lain yang dihasilkan adalah pentingnya penguatan kerja sama Selatan-Selatan melalui inisiasi dan program pengembangan kapasitas. Sidang juga menyepakati 24 April sebagai Hari Asia Afrika dan menetapkan Bandung sebagai ibu kota solidaritas Asia Afrika. Negara-negara Asia dan Afrika juga mendukung berdirinya Asia Afrika Center di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe menyatakan semua hasil KAA tertanam dalam tiga dokumen utama dan berharap para peserta menyepakati bahwa KAA 2015 merupakan penyelenggaraan yang sukses, terbukti dengan kehadiran peserta dari pemimpin di dua wilayah ini. Sementara hari ini sebagai rangkaian terakhir pelaksanaan KAA akan dilakukan napak tilas (historical walk) KAA oleh para kepala negara dan kepala pemerintahan di Bandung.

Bentuk Grup Parlemen

Konferensi Parlemen Asia Afrika (KPAA) yang digelar selama satu hari penuh di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin, telah menghasilkan sejumlah kesepakatan bersama. Mereka bersepakat untuk membentuk grup parlemen Asia-Afrika serta menerapkan agenda pembangunan global untuk kemajuan Asia- Afrika.

”Sebagai upaya mewujudkan kerja sama Asia-Afrika ke depan, KPAA mendukung ide pembentukan Asia Africa Parliamentary Group,” kata Ketua DPR Setya Novanto ketika membacakan hasil KPAA di Gedung DPR Jakarta tadi malam. Novanto menjelaskan, ada beberapa poin yang disepakati oleh31delegasinegara Asia-Afrika yang hadir, yakni peserta KPAA menyepakati untuk memperkuat peran parlemen dalam kerangka kerja sama Selatan- Selatan serta promosi perdamaian dan kemakmuran dunia.

”Kami juga menyepakati untuk meneguhkan komitmen Dasasila Bandung dengan semangat solidaritas, persahabatan, dan kerja sama sebagai prinsip pokok. Komitmen ini akan terus dirajut di antara pemerintah dan parlemen negara-negara Asia-Afrika guna memecahkan masalah global yang menjadi keprihatinan bersama,” papar Novanto.

Kemudian, lanjut Novanto, KPAA menegaskan komitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina dan kedaulatan wilayahnya sesuai tahun 1967. KPAA juga mengutuk keras seraya menuntut agar Israel membebaskan tahanan parlemen Palestina yang ditangkap secara semena-mena dan tanpa proses peradilan yang memadai. ”Selain itu, KPAA menegaskan komitmen parlemen negara-negara Asia-Afrika untuk terlibat sedini mungkin dalam agenda pembangunan global SDGs (Sustainable Development Goals),” ujarnya.

Hentikan Konflik

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan negara-negara Asia- Afrika harus mengambil langkah konkret untuk mendukung terbentuknya negara Palestina yang merdeka. Dia juga menyerukan kepada bangsa-bangsaAsia-Afrika untuk menghentikan perang dan konflik di antara negara-negara di kawasan tersebut. ”Masih banyak perang terjadi.

Kita harus hentikan konflik di Yaman, ISIS dan tempat-tempat lain,” ujar SBY dalam Konferensi Parlemen Asia Afrika 2015 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin. Dia mengatakan dalam sejarah bangsa-bangsa Asia-Afrika, termasuk Indonesia, pernah terjadi konflik internal maupun perang saudara, misalnya Afrika Selatan, Rwanda, Kamboja.

Namun di antara negara-negara yang pernah berkonflik itu, tidak sedikit pula yang berhasil tumbuh baik secara ekonomi maupun politiknya. ”Saat ini adalah era untuk Asia dan Afrika. Perekonomian di Asia tumbuh, begitu pula di Afrika. Bangsa- bangsa Asia-Afrika harus bergerak untuk meraih kesempatan dan membuat kawasan ini menjadi lebih baik,” tuturnya.

Menurut dia, forum KAA harus digunakan sebaik-baiknya untuk memastikan kerja sama antarnegara dapat dilaksanakan dengan baik. ”Semangat Asia- Afrika tidak pernah hilang. Bila dulu semangatnya antikolonialisme, antipenjajahan, sekarang semangatnya berjuang untuk perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan,” ujarnya.

SBY berharap penyelenggaraan KAA 2015 bisa membawa angin baru bagi Indonesia untuk berperan dalam percaturan global. ”Yang lebih penting rakyat Indonesia mendapatkan manfaat dari kerja sama yang harus kita jaga baik,” sebutnya. Pengamat politik hubungan internasional Asrudin Aazwar mengatakan peringatan 60 tahun KAA merupakan momentum tepat untuk mengembangkan kerja sama ekonomi antarnegara di kedua benua.

”Konteks Asia-Afrika ini ialah representasi untuk menguatkan wilayah ini secara ekonomi karena penguatan politik regional juga akan sulit terbentuk tanpa kohesivitas ekonomi,” tutur Asrudin di Jakarta kemarin. ”Perdagangan Asia ke Afrika hanya sekitar 26% dari total perdagangan ke wilayah lain. Sebaliknya, dari Afrika ke Asia lebih buruk lagi di bawah 10%,” ujarnya.

Kerja sama ekonomi dalam bidang apa pun sangat urgen untuk dilakukan. Namun, menurut dia, Presiden Jokowi terlalu memfokuskan pertemuan tersebut pada hal-hal yang lebih bersifat politis. Asrudin memaparkan, dalam upaya menciptakan hubungan politis yang mapan, pemerintah dan negaranegara peserta lainnya harus mengedepankan pendekatan ekonomi.

”Ini namanya pendekatan fungsional dan sudah teruji di Uni Eropa pada tahun 1953 ketika menggiatkan bisnis baja dan batu bara. Mengintegrasikan satu kawasan dengan hal yang bersifat nonpolitis, misalnya kerja sama ekonomi, lebih efektif,” katanya. Ketika melakukan pendekatan secara ekonomi di Eropa, negara-negara lain turut bergabung dengan membentuk masyarakat ekonomi, lalu berubah menjadi Uni Eropa.

”Itu akhirnya menghasilkan kesamaan pandangan politis, barang siapa yang mengganggu salah satu negara Eropa sama dengan mengganggu seluruh Eropa. Kita bisa bangun kohesivitas seperti itu,” tegasnya.

Muh shamil/ kiswondari/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2667 seconds (0.1#10.140)