Polisi Kesulitan Berantas Prostitusi Online

Senin, 20 April 2015 - 09:39 WIB
Polisi Kesulitan Berantas...
Polisi Kesulitan Berantas Prostitusi Online
A A A
JAKARTA - Polisi kesulitan memberantas prostitusi online yang saat ini sudah tak terkendali. Banyak situs maupun media sosial yang menawarkan jasa esek-esek begitu mudah diakses.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), terdapat 800.000 lebih situs atau website prostitusi yang diblokir sejak 2009-2015. Dari jumlah tersebut, 90%-nya memiliki konten berbau pornografi. ”Bicara soal prostitusi online sebenarnya bukan hal yang baru. Butuh peran semua stakeholder sehingga polisi jangan dianggap sebagai pemadam kebakaran saja,” ungkap Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan kemarin.

Menurut dia, aparat polisi tidak cukup memberantas prostitusi online karena permasalahan tersebut harus dilihat secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Di hulu ada Kemenkominfo, pemerintah daerah, sampai unsur muspika berkewajiban mencegah berkembangnya prostitusi online.

Kemenkominfo bertugas mengawasi situs maupun jejaring sosial yang ada. Pemerintah daerah berperan mengawasi praktik prostitusi yang terjadi di lingkungan warga. ”Mulai dari camat, lurah, RW, dan RT juga harus berperan mengawasi praktik prostitusi online karena terjadi di lingkungan sekitar kita,” katanya.

Yang tak kalah penting peran orang tua dalam memberikan bimbingan terhadap anakanaknya, terutama remaja yang sudah mengenal teknologi. Terlebih sekarang ini anak di bawah umur sudah akrab dengan gadget berteknologi canggih. ”Orang tua jangan menganggap teknologi suatu hal yang tabu, tapi bimbinglah anak-anak menggunakan teknologi secara bijak sekaligus mengambil nilai positifnya,” kata Herry.

Prostitusi online belakangan ini kerap dikaitkan dengan kasus pembunuhan Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby, 26, di kamar kosnya yang berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada 11 April lalu. Ketika ditemukan, korban tidak mengenakan busana, mulut disumpal kaus kaki, dan leher terlilit kabel.

Polisi kemudian menangkap pelaku, M Prio Santoso, 25, di rumah kontrakannya di Bojonggede, Bogor, pada 15 April. Pelaku menghabisi korban karena diejek bau badan saat berhubungan intim. Pelaku mengetahui korban karena yang bersangkutan kerap menawarkan ”layanan” melalui media sosial Twitter.

Atas kasus kematian Tata, penyidik saat ini meyakinkan hanya satu pelaku pembunuhan. Motifnya juga tidak berubah yakni sakit hati, namun polisi juga akan mengenai pasal perampokan terhadap pelaku. ”Pelaku tidak menunjukkan kejanggalan dalam bersikap, semuanya normal,” kata Herry.

Pihaknya juga akan menggelar rekonstruksi untuk memberikan gambaran saat pembunuhan yang dilakukan Prio. ”Rekonstruksi bertujuan membuat terang perkaranya, memang tak ada kewajiban untuk rekonstruksi,” ucapnya.

Rencananya rekonstruksi dilakukan setelah pelaksanaan KAA. Dari pantauan KORAN SINDO, indekos Tata di Jalan Tebet Utara kini sudah tidak seramai sebelumnya. Sejak kasus pembunuhan itu banyak tetangga korban yang justru pindah dan mencari tempat tinggal baru. ”Bukannya takut, tapi tidak nyaman ngekos di sana,” ujar Sinta, penghuni kos.

Sementara itu, pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai sulitnya prostitusi online diberantas karena sifat anonimitas pelaku di dunia virtual. Ketika polisi ingin menjerat pelakunya, tanpa bukti akurat, ini menyulitkan petugas.

Pihak terkait misalnya Dinas Sosial juga memiliki ruang gerak terbatas dalam melakukan pengawasan. ”Yang harus dilakukan (Pemprov DKI Jakarta) memberikan aturan tegas mengenai rumah kos. Kemudian dibarengi fungsi sosial masyarakat yang kuat,” ungkapnya.

Jika Pemprov DKI ingin tegas, bisa dengan cara memberikan reward terhadap pengurus RT/RW yang berhasil membangun rasa kebersamaan dan ketertiban sosial. Fungsi kontrol sosial masyarakat akan membawa dampak baik dan buruk terhadap lingkungan sekitar.

”RT/ RW jangan hanya menjalani fungsi administratif yaitu melakukan tanda tangan untuk warganya yang mengurus surat. Jangan sampai ada RT/RW yang takut menegur warganya,” ungkap Devie.

Helmi syarif/ R ratna purnama
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6872 seconds (0.1#10.140)