Menembus Dominasi Politik Pria-Tua

Senin, 20 April 2015 - 09:39 WIB
Menembus Dominasi Politik...
Menembus Dominasi Politik Pria-Tua
A A A
KANDIDAT presiden perempuan yang maju pada pemilu presiden Amerika Serikat (AS) akan mendapatkan banyak tantangan dan halangan.

Seperti itu pulalah yang dialami Hillary pada pemilu presiden 2016 mendatang. ”Saya pikir Hillary akan berjuang sangat keras,” kata Senator asal California Diane Feinstein. ”Perempuan akan diuji banyak hal, sedangkan kandidat presiden laki-laki tidak demikian. Dan, itulah diskusi selanjutnya (dalam proses kampanye),” tambah senator asal Partai Demokrat itu.

Faktanya, memang dunia politik di AS merupakan perkumpulan pria tua, lebih khususnya lagi kumpulan lelaki tua berkulit putih. Jika diambil angka rata-ratanya, anggota Kongres di AS terdiri atas 80% adalah laki-laki, sekitar 80% berkulit putih dan berusia sekitar 60-an tahun. Suatu alasan besar adalah bahwa hal seperti ini akan terus berlangsung dan kebiasaan ini sangat sulit untuk diubah.

Alasan besar lainnya kaum wanita dan minoritas tidak cukup banyak yang mencalonkan diri untuk sebuah jabatan pemerintahan. Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa hanya sekitar 2% warga AS menjabat beberapa jenis jabatan politik, sedangkan warga kulit dengan dua pertiga dari populasi ternyata mereka terwakili dalam 82% kandidat yang maju ke dunia politik.

Jumlah kaum kulit hitam dan hispanik tak hanya kurang terwakili dalam jabatan politik. Mereka juga kurang terwakili dalam suara. Jika dibanding dengan jumlah 12% bagian dari populasi, anggota parlemen dan senator kulit hitam hanya terdapat 5% dan politisi hispanik hanya 6%. Padahal, pertumbuhan populasi di AS sudah mencapai angka 15%.

Dalam perjuangan politik menuju Gedung Putih, Hillary juga harus berhadapan dengan dominasi pria. Sebelum berhadapan dengan kandidat presiden dari Partai Republik, Hillary harus berhadapan dengan dominasi pria di Partai Demokrat. Salah satu dominasi pria yang harus dihadapinya adalah Wakil Presiden AS Joe Biden. Biden memang sendirian.

Namun, mayoritas pria di Partai Demokrat dikhawatirkan lebih memilih Biden sebagai kandidat presiden dibandingkan Hillary karena melihat gender. Itulah jugalah yang sangat dipikirkan Hillary untuk dicarikan solusinya. Biden sendiri belum resmi mengumumkan pencalonnya. Ada dugaan kalau dia akan menjadi pesaing Hillary pada pemilu pendahuluan Partai Demokrat.

Saat ini Biden sedang menjalin komunikasi dengan para donor dan mematangkan konsepnya pada pencalonan pada pemilu 2016 mendatang. Meskipun terlihat tenang, Biden tetap bermain dalam lingkaran Partai Demokrat untuk menguatkan dukungan.

Dia juga masih mendengarkan berbagai suara dari dalam partainya sebagai pertimbangan. Konsolidasi sangat penting bagi Biden. Pasalnya, selama dua periode pemerintahan, Biden selalu mendampingi Obama. Waktunya tersita untuk Washington.

”Saat ini adalah waktunya untuk memperbaiki tawaran dasar. Tawaran dasar adalah jika kamu bagian dari pertumbuhan (pemerintahan Obama), Anda juga akan mendapatkan keuntungan,” kata Biden dikutip Politico.”Kembali ke tawaran dasar juga berbicara pembangunan jalan, jembatan, teknologi, investasi penelitian dan pengembangan, dan menciptakan prestasi dalam bidang pendidikan,” tegasnya.

Biden sangat berharap besar jika tawaran dasar pada pemerintahan Obama sukses, dia juga akan mendapatkan imbasnya. Sebenarnya, bukan hanya Partai Demokrat yang mengakui dominasi pria pada perpolitikan AS. Demikian pula Partai Republik. ”Dapat dikatakan adanya penghalang institusional,” kata Ketua Komite Kepemimpinan Partai Republik Chris Jankowski kepada The Washington Post.

”Kita menemui para kandidat (senator, kongres, dan presiden) yang merasa mereka bukan bagian dari jaringan lelaki tua,” sindir Jankowski. Jankowski tetap menganggap partai politik diidentikkan lelaki dan berusia tua. Itu yang membuat anak muda enggan masuk dunia politik.

Cara pandang orang tua dan anak muda yang sangat berbeda juga menciptakan kesenjangan pola pikir. Itu mengakibatkan visi dan misi politisi tidak menyatu dengan masyarakat yang menjadi konstituennya. ”Perlu adanya reformasi perekrutan politisi di AS,” sarannya.

Arvin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1106 seconds (0.1#10.140)