Pembobol Bank Manfaatkan 56 Kurir
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri mendeteksi ada sekitar 56 kurir yang dimanfaatkan pelaku pembobolan bank untuk melancarkan aksinya. Enam di antaranya sudah diperiksa.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Simanjuntak mengatakan, para pelaku pembobolan bank ini tidak bekerja sendiri. Mereka dibantu para kurir tersebut untuk memperlancar aksinya. Dari pengakuan kurir yang sudah diperiksa, menurutnya, mereka tidak mengetahui sedang melakukan tindak kejahatan internet.
”Awalnya, mereka diajak pelaku untuk berbisnis properti dengan hanya menyediakan nomor rekening,” ungkap Victor di Jakarta kemarin. Meski demikian, Victor menyatakan para kurir ini tidak akan dikenai pasal pidana. Mereka hanya dijadikan saksi saja. ”Mereka ini justru menjadi korban,” ujarnya.
Victor mengatakan keterangan dari enam kurir yang sudah diperiksa itu menunjukkan bahwa sebenarnya mereka menjadi korban penipuan pelaku. ”Pelaku merekrut kurir secara acak. Ketemu di mana, lalu ditawari kerja sama bisnis dengan cara meminta si kurir membuka rekening di Indonesia, itu saja,” paparnya.
Pelaku yang merupakan warga negara asing berdalih tengah berbisnis di Indonesia, tetapi tidak memiliki rekening di Indonesia. Karena itu, pelaku meminta kurir-kurir itu membuka rekening atas nama sendiri di bank tertentu. Rekening itu kemudian dijadikan penampungan hasil bisnis.
”Dari berapa pun uang yang masuk ke rekening kurir, mereka mendapatkan 10%. Sisanya diminta dikirim ke rekening di Ukraina menggunakan Western Union dan Moneygram. Jadi, kurir yang merupakan WNI itu tidak tahu uang yang masuk itu hasil apa,” tandasnya. Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otiritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis mengatakan, kasus pembobolan dengan metode phising itu dialami oleh tiga bank.
Namun, berdasarkan data yang diperoleh OJK, total kerugian hanya mencapai Rp5 miliar. Bukan Rp130 miliar seperti yang diberitakan sebelumnya. ”Jumlah debitor yang menjadi korban sekitar 200 orang. Dari satu bank swasta dan dua negeri,” ungkap Irwan. Saat ini, kasus tersebut sudah ditangani pihak perbankan, baik dalam hal penggantian kerugian maupun peningkatan keamanan internet banking.
”Akun nasabah yang menjadi korban sudah diblokir. Kalau sudah kelolosan, sudah diganti bank. Penggantiannya hampir separuh dari dana nasabah,” paparnya. Irwan menjelaskan, kasus tersebut terkait dengan kasus internet banking di mana komputer nasabah diserang virus. Dari penyerangan virus itu, peretas meminta instruksi yang tidak lazim sehingga ada nasabah yang terkena kasus penipuan.
Saat pembobolan dilakukan, pada komputer nasabah ada permintaan seperti sinkronisasi token yang ilegal bukan dari sistem bank. Setelah adanya kasus itu, kata Irwan, OJK sudah meminta bank untuk memperbaiki sistem keamanan teknologi informasinya. Apabila terjadi lagi instruksi yang tidak lazim, langsung tidak bisa diproses atau terblokir oleh sistem. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, OJK dan perbankan terus berkoordinasi. OJK selaku regulator mengimbau agar para nasabah juga berperan aktif dan berhati-hati jika sedang menggunakan internet banking.
”Seperti tidak menggunakan perangkat komputer yang sudah terserang virus. Kalau ada instruksi yang tidak lazim, terutama dalam transaksi internet banking, segera hubungi call centre masingmasing bank,” paparnya. Sekretaris Perusahaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Samsu Adi Nugroho mengatakan, sebenarnya salah satu tantangan di dunia perbankan adalah bagaimana perbankan meningkatkan keamanan transaksinya.
Hal ini perlu dilakukan mengingat tren modus pembobolan saat ini sudah semakin canggih. ”Karena kalau sekarang sudah berani memakai transaksi yang nonkonvensional atau yangsudahmemakaikecanggihan teknologi, maka tantangannya ya itu,” ujar Samsu.
Khoirul muzzaki/ arsyani s/ kunthi fahmar sandy
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Simanjuntak mengatakan, para pelaku pembobolan bank ini tidak bekerja sendiri. Mereka dibantu para kurir tersebut untuk memperlancar aksinya. Dari pengakuan kurir yang sudah diperiksa, menurutnya, mereka tidak mengetahui sedang melakukan tindak kejahatan internet.
”Awalnya, mereka diajak pelaku untuk berbisnis properti dengan hanya menyediakan nomor rekening,” ungkap Victor di Jakarta kemarin. Meski demikian, Victor menyatakan para kurir ini tidak akan dikenai pasal pidana. Mereka hanya dijadikan saksi saja. ”Mereka ini justru menjadi korban,” ujarnya.
Victor mengatakan keterangan dari enam kurir yang sudah diperiksa itu menunjukkan bahwa sebenarnya mereka menjadi korban penipuan pelaku. ”Pelaku merekrut kurir secara acak. Ketemu di mana, lalu ditawari kerja sama bisnis dengan cara meminta si kurir membuka rekening di Indonesia, itu saja,” paparnya.
Pelaku yang merupakan warga negara asing berdalih tengah berbisnis di Indonesia, tetapi tidak memiliki rekening di Indonesia. Karena itu, pelaku meminta kurir-kurir itu membuka rekening atas nama sendiri di bank tertentu. Rekening itu kemudian dijadikan penampungan hasil bisnis.
”Dari berapa pun uang yang masuk ke rekening kurir, mereka mendapatkan 10%. Sisanya diminta dikirim ke rekening di Ukraina menggunakan Western Union dan Moneygram. Jadi, kurir yang merupakan WNI itu tidak tahu uang yang masuk itu hasil apa,” tandasnya. Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otiritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis mengatakan, kasus pembobolan dengan metode phising itu dialami oleh tiga bank.
Namun, berdasarkan data yang diperoleh OJK, total kerugian hanya mencapai Rp5 miliar. Bukan Rp130 miliar seperti yang diberitakan sebelumnya. ”Jumlah debitor yang menjadi korban sekitar 200 orang. Dari satu bank swasta dan dua negeri,” ungkap Irwan. Saat ini, kasus tersebut sudah ditangani pihak perbankan, baik dalam hal penggantian kerugian maupun peningkatan keamanan internet banking.
”Akun nasabah yang menjadi korban sudah diblokir. Kalau sudah kelolosan, sudah diganti bank. Penggantiannya hampir separuh dari dana nasabah,” paparnya. Irwan menjelaskan, kasus tersebut terkait dengan kasus internet banking di mana komputer nasabah diserang virus. Dari penyerangan virus itu, peretas meminta instruksi yang tidak lazim sehingga ada nasabah yang terkena kasus penipuan.
Saat pembobolan dilakukan, pada komputer nasabah ada permintaan seperti sinkronisasi token yang ilegal bukan dari sistem bank. Setelah adanya kasus itu, kata Irwan, OJK sudah meminta bank untuk memperbaiki sistem keamanan teknologi informasinya. Apabila terjadi lagi instruksi yang tidak lazim, langsung tidak bisa diproses atau terblokir oleh sistem. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, OJK dan perbankan terus berkoordinasi. OJK selaku regulator mengimbau agar para nasabah juga berperan aktif dan berhati-hati jika sedang menggunakan internet banking.
”Seperti tidak menggunakan perangkat komputer yang sudah terserang virus. Kalau ada instruksi yang tidak lazim, terutama dalam transaksi internet banking, segera hubungi call centre masingmasing bank,” paparnya. Sekretaris Perusahaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Samsu Adi Nugroho mengatakan, sebenarnya salah satu tantangan di dunia perbankan adalah bagaimana perbankan meningkatkan keamanan transaksinya.
Hal ini perlu dilakukan mengingat tren modus pembobolan saat ini sudah semakin canggih. ”Karena kalau sekarang sudah berani memakai transaksi yang nonkonvensional atau yangsudahmemakaikecanggihan teknologi, maka tantangannya ya itu,” ujar Samsu.
Khoirul muzzaki/ arsyani s/ kunthi fahmar sandy
(ars)