Antarkan Anak Rimba Bersosialisasi dengan Masyarakat

Kamis, 16 April 2015 - 09:01 WIB
Antarkan Anak Rimba Bersosialisasi dengan Masyarakat
Antarkan Anak Rimba Bersosialisasi dengan Masyarakat
A A A
Tiga siswa kelas tiga berlarian kecil mengitari halaman sekolah. Mereka tak berseragam sekolah lengkap, tapi saban pagi kerap mengikuti pelajaran di sekolah yang masih alakadarnya.

Nama sekolah itu Sekolah Alam Putri Tijah dengan jumlah muridnya tak sampai 30 orang siswa. Letak sekolah alam ini cukup jauh, tepatnya di Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, atau lima sampai enam jam dari Kota Jambi. Sekolah ini terdiri atas satu ruangan dengan jumlah murid terbanyak mencapai 50 siswa yang berasal dari Suku Anak Dalam Jambi. Suku Anak Dalam atau akrab dikenal sebagai Anak Rimba merupakan salah satu komunitas adat terpencil di Jambi.

Anak Rimba atau Orang Rimbo tersebar di berbagai lokasi di hutan-hutan Jambi. Mereka terdiri atas kelompok berbeda-beda, dipimpin seorang perwakilan yang disebut Tumenggung. Salah satu kelompok yang bisa ditemui adalah di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, di bawah Tumenggung Segrip. Sekolah Alam Putri Tijah baru sekitar dua tahun aktif dengan jumlah guru mengajar hanya dua orang.

Sekolah ini dibangun sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan perkebunan sawit PT Sari Aditya Loka bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat. ”Sekolah ini hanya punya satu ruangan mengajar. Siswasiswa yang diajar pun disamaratakan, minimal mereka diajarkan bisa membaca dan menulis dengan fasilitas seadanya,” kata Juni Selviana, guru yang baru setahun mengajar di Putri Tijah, kepada KORAN SINDO .

Sekolah ini tidak memiliki bangku sekolah sehingga para siswa belajar secara lesehan. Meja kecil disiapkan sekitar enam meja yang di atasnya ada peralatan menulis disiapkan siswa-siswi sekolah. ”Bisa membaca dan menulis saja sudah luar biasa. Itu target kami,” ucapnya. Juni bukanlah asli Jambi.

Dia juga pendatang yang ikut suami bertugas di perusahaan sawit di Kabupaten Sarolangun. Dia mengatakan, daya tangkap Suku Anak Dalam atau Anak Rimba terkesan lambat menangkap mata pelajaran. Namun, bukan berarti para siswa sekolah alam itu tidak antusias mengikuti pelajaran.

Direktur Operasional Area PT Astra Agro Lestari, induk usaha PT Sari Aditya Loka, Bambang Dwi Cahyono mengatakan, Anak Rimba harus diberdayakan sejak dini. Setiap perusahaan sawit yang aktif di lokasi hutan yang tak jauh dari aktivitas Anak Rimba seharusnya saling berpartisipasi. Dia beralasan, Anak Rimba berasal dari hutan-hutan di Jambi yang tak jauh dari wilayah operasi kebun sawit milik perusahaan.

”Ini harus diberdayakan. Salah satunya dengan memberikan pendidikan layak. Ini perlu supaya mereka bisa diterima secara sosial oleh masyarakat setempat,” ucapnya. Peneliti sekaligus akademisi dari Universitas Jambi, Idris Sardi, mengungkapkan, Anak Rimba sudah ada sejak masa nenek moyang. Itu bisa diperhatikan melalui aktivitas melangun atau hidup berpindahpindah memanfaatkan ketersediaan alam sebagai kebutuhan hidup.

”Mereka kerap berpindahpindah karena kehabisan bahan makanan di alam, termasuk budaya mistis lain yang mengharuskan mereka berpindah. Misalnya, ketika ada anggota keluarga meninggal, mereka harus mencari tempat baru,” ucapnya. Perwakilan Tumenggung Segrip dari kelompok Kedundung Muda Suku Anak Dalam, Besmen Mangku Paku Alam memberikan solusi bahwa dibutuhkan kawasan khusus yang tidak memungkinkan orang luar memasuki wilayah Suku Anak Dalam.

”Kawasan khusus itu berlokasi di hutan-hutan yang bisa dikelola Anak Rimba. Itu saja yang kami butuhkan,” katanya.

Ichsan Amin
Jambi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6698 seconds (0.1#10.140)