Perempuan India Semangat Pakai Sari
A
A
A
Sebagai bentuk ungkapan bangga terhadap busana tradisional negara mereka, sejumlah perempuan India membuat gerakan di jejaring sosial untuk mengenakan sari dalam aktivitas sehari-hari mereka.
Dengan hash tag atau tanda pagar #100SareePact , gerakan itu kini menjadi sorotan dan sempat menjadi trending topic world wide . Aksi tersebut dimulai Maret lalu oleh dua perempuan India yakni Ally Matthan, 33, dan Anju Maudgal Kadam, 47, asal Bengaluru yang berjanji akan mengenakan sari dua kali seminggu atau 100 kali dalam setahun. Keduanya kemudian mengunggahnya dalam halaman Twitter dan Facebook.
Alasannya sederhana, mereka menyadari kenyataan bahwa meski mereka mencintai sari yang indah dan paling terkenal sebagai pakaian perempuan Asia Selatan, mereka kini jarang memakainya lagi. Kini mereka lebih senang dengan busana praktis seperti jins dan gaun. Ide kampanye ini yaitu membawa pakaian tradisional kembali dalam mode sebagai pakaian sehari-hari.
”Sari memungkinkan Anda untuk berdandan atau berpakaian bawah, membuat mereka yang mengenakan tampak ideal untuk bekerja. Kini para perempuan India mencoba dengan tirai dan gaya, lalu mengirimkan foto-foto diri mereka dalam balutan sari,” tutur Kadam kepadaBBC . Tidak membutuhkan waktu lama untuk sebuah gerakan unik di media sosial. Perempuan India lain akhirnya mengikuti apa yang mereka lakukan.
Dengan cepat #100SareePact ramai digunakan. Banyak perempuan India yang berjanji akan mengenakan sari sesering mungkin dan melakukan selfie lantas mengunggahnya ke media sosial. ”Ally dan saya mengunggah update di Twitter dan Facebook hanya untuk melacak kemajuan gerakan ini. Orang-orang mulai bergabung pada hari berikutnya dan itu tumbuh secara cepat,” tutur Kadam.
”Setiap sari memiliki memori, emosi, atau hubungan. Saat Anda memakai sari, Anda akan terlihat bercahaya, layaknya pancaran kebahagiaan saat ulang tahun,” tambahnya. Kadam mengaku tidak mengorganisasi kampanye penggunaan sari. Mereka juga tidak khawatir sari akan hilang selamanya dari jalan-jalan India. Tantangan mereka lebih pada alasan untuk tampil percaya diri ketika keluar dengan sari berwarna-warni lebih sering.
”# 100SareePact bukan pernyataan politik untuk merebut kembali cara berpakaian karena sari tidak pernah pergi jauh dari jiwa warga India,” ungkap Kadam. Kadam dan Matthan memang terbukti memberi inspirasi bagi perempuan India lain untuk lebih sering mengenakan sari. Kini semakin banyak perempuan India yang mengunggah fotofoto mereka dengan sari, ditambah cerita mengenai pakaian yang mereka kenakan itu.
Misalnya, ketika pendongeng Deeptha Vivekanand, 33, dari Bengaluru mengenakan sutra Kanjeevaram, dia menulis tentang bagaimana neneknya mengenakan sari itu ke kuil. ”Selama saya kerja di HP (Hewlett-Packard ), saya hanya membeli beberapa buah sari,” tulis Vidya Ramamurthy, yang mengunggah dua gambarnya dalam balutan sari warna hitam-emas. ”Saya membeli ini dari uang saya sendiri. Itu yang selalu saya ingat,” lanjutnya.
Lain dengan Smita Tripathi yang mengaku memiliki cerita sendiri tentang sari yang dikenakan. ”Sari ini sangat istimewa karena ketika membeli dipilihkan anak saya, Arya, yang baru berusia enam tahun ketika adiknya, Samarth, lahir tahun lalu,” tutur Smita Tripathi, yang mengenakan satu warna merah, biru, dan kuning.
Ananda Nararya
Dengan hash tag atau tanda pagar #100SareePact , gerakan itu kini menjadi sorotan dan sempat menjadi trending topic world wide . Aksi tersebut dimulai Maret lalu oleh dua perempuan India yakni Ally Matthan, 33, dan Anju Maudgal Kadam, 47, asal Bengaluru yang berjanji akan mengenakan sari dua kali seminggu atau 100 kali dalam setahun. Keduanya kemudian mengunggahnya dalam halaman Twitter dan Facebook.
Alasannya sederhana, mereka menyadari kenyataan bahwa meski mereka mencintai sari yang indah dan paling terkenal sebagai pakaian perempuan Asia Selatan, mereka kini jarang memakainya lagi. Kini mereka lebih senang dengan busana praktis seperti jins dan gaun. Ide kampanye ini yaitu membawa pakaian tradisional kembali dalam mode sebagai pakaian sehari-hari.
”Sari memungkinkan Anda untuk berdandan atau berpakaian bawah, membuat mereka yang mengenakan tampak ideal untuk bekerja. Kini para perempuan India mencoba dengan tirai dan gaya, lalu mengirimkan foto-foto diri mereka dalam balutan sari,” tutur Kadam kepadaBBC . Tidak membutuhkan waktu lama untuk sebuah gerakan unik di media sosial. Perempuan India lain akhirnya mengikuti apa yang mereka lakukan.
Dengan cepat #100SareePact ramai digunakan. Banyak perempuan India yang berjanji akan mengenakan sari sesering mungkin dan melakukan selfie lantas mengunggahnya ke media sosial. ”Ally dan saya mengunggah update di Twitter dan Facebook hanya untuk melacak kemajuan gerakan ini. Orang-orang mulai bergabung pada hari berikutnya dan itu tumbuh secara cepat,” tutur Kadam.
”Setiap sari memiliki memori, emosi, atau hubungan. Saat Anda memakai sari, Anda akan terlihat bercahaya, layaknya pancaran kebahagiaan saat ulang tahun,” tambahnya. Kadam mengaku tidak mengorganisasi kampanye penggunaan sari. Mereka juga tidak khawatir sari akan hilang selamanya dari jalan-jalan India. Tantangan mereka lebih pada alasan untuk tampil percaya diri ketika keluar dengan sari berwarna-warni lebih sering.
”# 100SareePact bukan pernyataan politik untuk merebut kembali cara berpakaian karena sari tidak pernah pergi jauh dari jiwa warga India,” ungkap Kadam. Kadam dan Matthan memang terbukti memberi inspirasi bagi perempuan India lain untuk lebih sering mengenakan sari. Kini semakin banyak perempuan India yang mengunggah fotofoto mereka dengan sari, ditambah cerita mengenai pakaian yang mereka kenakan itu.
Misalnya, ketika pendongeng Deeptha Vivekanand, 33, dari Bengaluru mengenakan sutra Kanjeevaram, dia menulis tentang bagaimana neneknya mengenakan sari itu ke kuil. ”Selama saya kerja di HP (Hewlett-Packard ), saya hanya membeli beberapa buah sari,” tulis Vidya Ramamurthy, yang mengunggah dua gambarnya dalam balutan sari warna hitam-emas. ”Saya membeli ini dari uang saya sendiri. Itu yang selalu saya ingat,” lanjutnya.
Lain dengan Smita Tripathi yang mengaku memiliki cerita sendiri tentang sari yang dikenakan. ”Sari ini sangat istimewa karena ketika membeli dipilihkan anak saya, Arya, yang baru berusia enam tahun ketika adiknya, Samarth, lahir tahun lalu,” tutur Smita Tripathi, yang mengenakan satu warna merah, biru, dan kuning.
Ananda Nararya
(ars)