Honor Guru Non-PNS Ditanggung APBN
A
A
A
JAKARTA - Tidak ada yang salah dalam ketentuan penentuan honor dan tunjangan profesi bagi guru nonpegawai negeri sipil (PNS) dalam Undang- Undang (UU) 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Namun, memang tidak semua guru non-PNS mendapatkan honor dari pemerintah. Pasalnya, hanya guru yang diangkat pemerintah saja yang mendapatkan honor. ”Kalau pemerintah yang angkat pasti dihitung meskipun statusnya bukan PNS, makanya sebutannya honorer. Kalau sekolah swasta yang angkat, kewajiban sekolah yang bayar bukan pemerintah,” ungkap Kasubdit Pengembangan Sistem Pengembangan Sistem Penganggaran pada Ditjen Anggaran Kemenkeu Made AryaWijaya saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU Dosen dan Guru di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.
Arya mengungkapkan, memang ada syarat-syarat yang harus dipenuhi guru non-PNS apabila ingin honornya ditanggung APBN, termasuk tunjangannya. Dalam pengalokasian anggaran, ujarnya, tetap mengacu pada dasar hukum yang ada baik itu undang-undang maupun peraturan pemerintah. Dalam aturannya, pemerintah memang dapat memberikan tunjangan bagi guru honorer yang diangkat pemerintah, pemda, maupun pihak swasta.
Namun, harus ada pengusulan terlebih dulu oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar bisa dialokasikan dalam anggaran. ”Hak guru non-PNS ini bentuknya honor per bulan. Apabila bersertifikasi, maka diberikan lagi tunjangan. Namun kalau guru yang berhak dapat tunjangan tapi tidak diusulkan, maka tidak dibayarkan. Jadi dari segi regulasi memungkinkan,” paparnya.
Sekjen Kemendikbud Ainun Naim menyatakan, setiap guru non-PNS berhak mendapatkan penghasilan baik itu gaji dan tunjangan. Hal itu didasarkan pada Pasal 14 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 ayat (1) UU Dosen dan Guru. Hanya, gaji dan tunjangan yang melekat pada guru diberikan berdasarkan kompetensi yang dimiliki. Kompetensi itu diukur melalui sertifikasi.
Karena itu, tunjangan hanya diberikan pada guru non-PNS yang telah memiliki sertifikasi dan statusnya diangkat melalui pemerintah, pemda, maupun swasta. Pengujian UU ini diajukan lima orang guru non-PNS, yakni Fathul Hadie Utsman, Sumilatun, Aripin, Hadi Suwoto, dan Sholehudin.
Mereka mempersoalkan sejumlah pasal dalam UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Nurul adriyana
Namun, memang tidak semua guru non-PNS mendapatkan honor dari pemerintah. Pasalnya, hanya guru yang diangkat pemerintah saja yang mendapatkan honor. ”Kalau pemerintah yang angkat pasti dihitung meskipun statusnya bukan PNS, makanya sebutannya honorer. Kalau sekolah swasta yang angkat, kewajiban sekolah yang bayar bukan pemerintah,” ungkap Kasubdit Pengembangan Sistem Pengembangan Sistem Penganggaran pada Ditjen Anggaran Kemenkeu Made AryaWijaya saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU Dosen dan Guru di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.
Arya mengungkapkan, memang ada syarat-syarat yang harus dipenuhi guru non-PNS apabila ingin honornya ditanggung APBN, termasuk tunjangannya. Dalam pengalokasian anggaran, ujarnya, tetap mengacu pada dasar hukum yang ada baik itu undang-undang maupun peraturan pemerintah. Dalam aturannya, pemerintah memang dapat memberikan tunjangan bagi guru honorer yang diangkat pemerintah, pemda, maupun pihak swasta.
Namun, harus ada pengusulan terlebih dulu oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar bisa dialokasikan dalam anggaran. ”Hak guru non-PNS ini bentuknya honor per bulan. Apabila bersertifikasi, maka diberikan lagi tunjangan. Namun kalau guru yang berhak dapat tunjangan tapi tidak diusulkan, maka tidak dibayarkan. Jadi dari segi regulasi memungkinkan,” paparnya.
Sekjen Kemendikbud Ainun Naim menyatakan, setiap guru non-PNS berhak mendapatkan penghasilan baik itu gaji dan tunjangan. Hal itu didasarkan pada Pasal 14 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 ayat (1) UU Dosen dan Guru. Hanya, gaji dan tunjangan yang melekat pada guru diberikan berdasarkan kompetensi yang dimiliki. Kompetensi itu diukur melalui sertifikasi.
Karena itu, tunjangan hanya diberikan pada guru non-PNS yang telah memiliki sertifikasi dan statusnya diangkat melalui pemerintah, pemda, maupun swasta. Pengujian UU ini diajukan lima orang guru non-PNS, yakni Fathul Hadie Utsman, Sumilatun, Aripin, Hadi Suwoto, dan Sholehudin.
Mereka mempersoalkan sejumlah pasal dalam UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Nurul adriyana
(ars)