Bentuk Ketidakpercayaan Presiden Jokowi

Selasa, 14 April 2015 - 10:16 WIB
Bentuk Ketidakpercayaan...
Bentuk Ketidakpercayaan Presiden Jokowi
A A A
JAKARTA - Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk Kantor Staf Kepresidenan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2015 dinilai tidak sah apabila didasari kepentingan politik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta UUD 1945.

Bahkan, bisa menimbulkan kesan Presiden Jokowi tidak percaya terhadap kemampuan wakil presiden dan para menterinya.

”Ini menjadi pertanyaan konstitusional, bahwa lembaga yang namanya wakil presiden dan menteri itu disiapkan langsung oleh konstitusi , pada siapa pun presiden. Nah, kalau presiden membentuk lagi, ya kurang cukup apalagi. Jangan sampai presiden tidak percaya pada mereka, bisa goyang ini bahaya,” ungkap pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin dalam diskusi bertajuk ”Mengawal Judicial Review Perpres nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan: Mengawal Penegakan Konstitusi” di Bakoel Koffie, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, meski presiden memiliki hak untuk membentuk lembaga baru guna menunjang pemerintahan tapi akan timbul pertanyaan jika kantor staf kepresidenan memiliki kewenangan yang harusnya bisa diakomodir wakil presiden. Sebab, perlu diingat, wakil presiden memiliki kewenangan peran utama dalam membantu presiden di pemerintahan bukan lembaga lain.

Sehingga jika hanya untuk mengevaluasi kerja kementerian maupun koordinasi dengan lembaga lain yang bertanggung jawab terhadap presiden, tidak perlu adanya kantor staf kepresidenan. Fungsi tersebut bisa dilaksanakan oleh wakil presiden. Bahayanya, ungkap Irman, jika tidak segera diluruskan akan ada persepsi bahwa telah terjadi keretakan antara presiden dan wakil presiden.

Irman memandang sejak zaman reformasi, alat pembantu presiden memang sudah dijadikan dan dibagi-bagikan untuk kepentingan politik. Karena itu, tidak heran jika pembentukan lembaga baru pembantu presiden hanya dijadikan sebagai kepentingan politik. Akan tetapi, di luar kepentingan politik, apakah pembentukan lembaga tersebut sesuai dengan pembentukan peraturan perundang- undangan dan konstitusi. Sebab jika ditanya mengenai ihwal kemanfaatan berdirinya kantor staf kepresidenan hanya presiden yang mengetahui itu.

”Jadi pembentukan lembaga ini tidak otomatis haram karena kebutuhan politik, bisa saja dia jadi sah karena kepentingan politik asal tidak bertentangan dengan konstitusi. Tapi kalau dia (kantor staf) bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada, dan konstitusi itu bisa jadi haram,” tukasnya. Senada dengan Irman, pakar komunikasi politik Muhammad Aras menyatakan berdirinya Kantor Staf Kepresidenan hanya untuk memenuhi kepentingan politik dengan membagi- bagikan kekuasaan.

Maka apabila dilihat secara detail, kantor staf kepresidenan memiliki kewenangan yang tumpang tindih dan tidak memberikan kontribusi apa-apa. Jika demikian, untuk apalagi ada lembaga baru yang fungsinya tidak berbeda dengan pembantu- pembantu presiden lainnya, yang secara sah diatur dalam konstitusi.

”Ini benar-benar merupakan bagi-bagi kekuasaan, padahal jabatan ini tidak penting, untuk apa sekarang ada Staf Kepresidenan? berapa anggaran negara yang habis? Staf Kepresidenan ini dari segi fungsi dan kewenangannya bisa dilihat tidak memberikan kontribusi apa-apa untuk rakyat,” ungkap Aras.

Menurut dia, ini tidak efektif dan seharusnya presiden memberdayakan saja fungsi wakil presiden dan menteri yang ada. Untuk itu, sangat wajar dipertanyakan oleh masyarakat mengenai legalitas dan asas manfaat dari terbit dan berdirinya Kantor Staf Kepresidenan. Sementara pakar hukum UI Mustafa menyatakan kantor staf tidak lebih seperti kabinet bayangan, karena diberi kewenangan untuk terjun ke sektor strategis yang tidak dibatasi.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0616 seconds (0.1#10.140)