Bandara Australia Diretas Pro-ISIS
A
A
A
SYDNEY - Situs web Bandara Internasional Hobart, Tasmania, Australia diduga diretas pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sejauh ini polisi Australia belum berhasil melacak pelaku peretasan.
Polisi mengatakan kemarin situasi sudah aman. Situs web http://hobartairport.com.au/ juga sudah bisa diakses setelah sempat tidak bisa diaktifkan selama beberapa jam sejak Minggu (12/4) pukul 05.30 waktu setempat. Saat lumpuh, situs itu hanya menampilkan pesan terjadi kesalahan (error ).
”Kami masih berusaha memperbaikinya dan mengembalikannya sesegera mungkin,” demikian bunyi pernyataan pihak bandara. Menurut polisi, kelompok pro-ISIS mengaku bertanggung jawab dalam kasus peretasan itu. Tuduhan itu muncul setelah peretas mengeluarkan pernyataan dukungan terhadap ISIS. Ini bukan pertama kali dukungan seperti itu muncul. Pada tahun lalu, dukungan serupa juga membanjiri ribuan situs web setelah diretas.
Polisi mengatakan peretas kali ini tidak membuat ancaman langsung. Mereka juga hanya menyasar web yang digunakan Bandara Internasional Hobart. ”Tidak ada ancaman dalam serangan cyber itu, baik kepada Bandara Internasional Hobart ataupun operasi penerbangan dari dan ke Tasmania,” bunyi pernyataan polisi seperti dikutip The Sydney Morning Herald . Pemimpin baru mata-mata Britania Raya, Alex Younger, pernah memperingatkan Australia mengenai persaingan di dunia maya. Apalagi, dewasa ini, proses mata-mata bisa dilakukan lebih cepat dan mudah.
”Australia berpacu dengan musuh mereka dalam penggunaan teknologi sebagai senjata,” kata Younger pada bulan lalu. Australia, kata Younger, akan kesulitan melumpuhkan musuh. Sebab mereka memakai teknologi yang sama dengan Australia. ”Kabar buruknya, musuh dapat bergerak leluasa karena mereka tidak dibatasi etika dan hukum. Mereka akan sanggup melihat apa yang kita lakukan dan menempatkan rakyat serta agen dalam bahaya,” ujarnya. Sampai saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan dan mengawasi aktivitas operasi di Bandara Internasional Hobart.
”Polisi Tasmania telah memantau aktivitas di bandara dan belum ada tanda-tanda akan ada target di lapangan,” kata polisi seperti dilansir AFP . Operator bandara juga mengatakan keamanan situs sudah dikaji ulang. Perusahaan keamanan internet, FireEye Inc, mengatakan peretasan terhadap pemerintah atau bisnis sudah sering terjadi. Bahkan sudah menjadi target utama. Di Asia Tenggara dan India, para peretas yang diduga kebanyakan berasal dari China, rutin melakukan matamata sejak 2005. Aktivitas mereka bahkan berjalan tanpa gangguan.
”Mereka fokus pada target yang memegang informasi penting di bidang politik, ekonomi, dan militer yang ada di wilayah masing-masing,” ujar FireEye seperti dilansir Reuters . ”Dengan rencana pengembangan yang dipadu dengan hanya menargetkan kelompok kawasan, kami percaya aktivitas ini disponsori negara,” tambah FireEye. Bryce Boland, Ketua Teknologi FireEye untuk Asia-Pasifik yang juga co-author laporan itu, mengatakan serangan tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Hal itu terlihat dari server yang digunakan peretas masih aktif dan beroperasi seperti biasa. FireEye menuduh China menjadi dalang di balik peretasan itu. China belum memberikan komentar mengenai tuduhan tersebut. Namun, China selalu menepis tuduhan mengenai aktivitas peretasan terhadap pemerintah, organisasi atau perusahaan. Upaya 10 anggota ASEAN untuk membangun pertahanan internet juga masih terbengkalai, kendati ASEAN mengakui hal itu penting.
Boland mengatakan aktivitas para peretas sulit dilacak. Para peretas tampaknya melibatkan sedikitnya dua pengembang perangkat lunak. ”Mereka tidak terdeteksi dalam jangka waktu yang panjang dan mampu mengembangkan sistem mereka sendiri untuk mengelola dan membuat prioritas target,” katanya. Para pelaku tidak hanya menyerang pemerintah, tapi juga ASEAN, termasuk korporat dan jurnalis.
Target yang lain ialah perusahaan India atau Asia Tenggara di sektor konstruksi, energi, transportasi, telekomunikasi, dan penerbangan. ”Tanpa bisa terdeteksi, tidak ada yang tahu apa yang telah mereka curi,” tutur Boland.
Muh shamil
Polisi mengatakan kemarin situasi sudah aman. Situs web http://hobartairport.com.au/ juga sudah bisa diakses setelah sempat tidak bisa diaktifkan selama beberapa jam sejak Minggu (12/4) pukul 05.30 waktu setempat. Saat lumpuh, situs itu hanya menampilkan pesan terjadi kesalahan (error ).
”Kami masih berusaha memperbaikinya dan mengembalikannya sesegera mungkin,” demikian bunyi pernyataan pihak bandara. Menurut polisi, kelompok pro-ISIS mengaku bertanggung jawab dalam kasus peretasan itu. Tuduhan itu muncul setelah peretas mengeluarkan pernyataan dukungan terhadap ISIS. Ini bukan pertama kali dukungan seperti itu muncul. Pada tahun lalu, dukungan serupa juga membanjiri ribuan situs web setelah diretas.
Polisi mengatakan peretas kali ini tidak membuat ancaman langsung. Mereka juga hanya menyasar web yang digunakan Bandara Internasional Hobart. ”Tidak ada ancaman dalam serangan cyber itu, baik kepada Bandara Internasional Hobart ataupun operasi penerbangan dari dan ke Tasmania,” bunyi pernyataan polisi seperti dikutip The Sydney Morning Herald . Pemimpin baru mata-mata Britania Raya, Alex Younger, pernah memperingatkan Australia mengenai persaingan di dunia maya. Apalagi, dewasa ini, proses mata-mata bisa dilakukan lebih cepat dan mudah.
”Australia berpacu dengan musuh mereka dalam penggunaan teknologi sebagai senjata,” kata Younger pada bulan lalu. Australia, kata Younger, akan kesulitan melumpuhkan musuh. Sebab mereka memakai teknologi yang sama dengan Australia. ”Kabar buruknya, musuh dapat bergerak leluasa karena mereka tidak dibatasi etika dan hukum. Mereka akan sanggup melihat apa yang kita lakukan dan menempatkan rakyat serta agen dalam bahaya,” ujarnya. Sampai saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan dan mengawasi aktivitas operasi di Bandara Internasional Hobart.
”Polisi Tasmania telah memantau aktivitas di bandara dan belum ada tanda-tanda akan ada target di lapangan,” kata polisi seperti dilansir AFP . Operator bandara juga mengatakan keamanan situs sudah dikaji ulang. Perusahaan keamanan internet, FireEye Inc, mengatakan peretasan terhadap pemerintah atau bisnis sudah sering terjadi. Bahkan sudah menjadi target utama. Di Asia Tenggara dan India, para peretas yang diduga kebanyakan berasal dari China, rutin melakukan matamata sejak 2005. Aktivitas mereka bahkan berjalan tanpa gangguan.
”Mereka fokus pada target yang memegang informasi penting di bidang politik, ekonomi, dan militer yang ada di wilayah masing-masing,” ujar FireEye seperti dilansir Reuters . ”Dengan rencana pengembangan yang dipadu dengan hanya menargetkan kelompok kawasan, kami percaya aktivitas ini disponsori negara,” tambah FireEye. Bryce Boland, Ketua Teknologi FireEye untuk Asia-Pasifik yang juga co-author laporan itu, mengatakan serangan tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Hal itu terlihat dari server yang digunakan peretas masih aktif dan beroperasi seperti biasa. FireEye menuduh China menjadi dalang di balik peretasan itu. China belum memberikan komentar mengenai tuduhan tersebut. Namun, China selalu menepis tuduhan mengenai aktivitas peretasan terhadap pemerintah, organisasi atau perusahaan. Upaya 10 anggota ASEAN untuk membangun pertahanan internet juga masih terbengkalai, kendati ASEAN mengakui hal itu penting.
Boland mengatakan aktivitas para peretas sulit dilacak. Para peretas tampaknya melibatkan sedikitnya dua pengembang perangkat lunak. ”Mereka tidak terdeteksi dalam jangka waktu yang panjang dan mampu mengembangkan sistem mereka sendiri untuk mengelola dan membuat prioritas target,” katanya. Para pelaku tidak hanya menyerang pemerintah, tapi juga ASEAN, termasuk korporat dan jurnalis.
Target yang lain ialah perusahaan India atau Asia Tenggara di sektor konstruksi, energi, transportasi, telekomunikasi, dan penerbangan. ”Tanpa bisa terdeteksi, tidak ada yang tahu apa yang telah mereka curi,” tutur Boland.
Muh shamil
(ars)