Tatap Muka Tetap Diperlukan

Senin, 13 April 2015 - 12:47 WIB
Tatap Muka Tetap Diperlukan
Tatap Muka Tetap Diperlukan
A A A
Tatap Muka Tetap Diperlukan Sejak 1997 Universitas Terbuka (UT) sudah memberikan materi perkuliahan menggunakan jaringan internet.

Pada saat itu masih menggunakan mailing list (milis). Kemudian pada 1999, seiring perkembangan teknologi, muncullah platform learning management system (LMS). Ketika itu UT telah bereksperimen menggunakan LMS. Baru pada tahun 2000-an LMS secara resmi menjadi platform e-learning di UT. LMS merupakan teknologi atau software yang memberikan fasilitas agar aktivitas mahasiswa dan dosen berjalan dengan baik.

LMS dijadikan fasilitas untuk dosen dalam memberikan materi dan melakukan diskusi dengan mahasiswa. Lebih dari itu, dengan sistem ini, dosen juga lebih mudah memberikan tugas kepada mahasiswa atau pun melakukan aktivitas belajar-mengajar lain secara online. Rektor UT Tian Belawati mengatakan, e-learning merupakan sistem pembelajaran yang cocok diterapkan oleh kampusnya. Sebab, mahasiswa UT berasal dari berbagai wilayah dan sebagian besar merupakan pekerja.

”Penerapan elearning kepada mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa tersebut agar bisa belajar secara mandiri, sekaligus memberikan kemudahan kepada dosen maupun mahasiswa dalam proses belajar-mengajar,” katanya. Tian menambahkan, metode pembelajaran e-learning yang digunakan oleh UT pertama kali adalah asynchronous learning. Ini merupakan kegiatan belajar- mengajar secara tidak langsung.

Dosen dan mahasiswa tidak mengakses pelajaran ataupun berdiskusi pada waktu bersamaan, sehingga pembelajaran seperti ini membuat mahasiswa lebih leluasa dalam mengakses mata kuliah di mana dan kapan saja. Selain itu, mahasiswa bisa belajar secara bebas karena tidak terikat oleh waktu. Di sisi lain dosen pun harus rutin menggelar diskusi dan memancing mahasiswa agar berperan aktif di dalam kegiatan tersebut. Diskusi dilakukan minimal delapan kali per semester.

Kemudian, dosen juga wajib memberikan tugas tutorial minimal tiga kali di tiap semester, meski banyak dari para dosen tersebut yang memberikan tugas lebih dari itu. Soal manajemennya, semua diatur oleh fakultas dan jurusan masing-masing mahasiswa. Sampaisaat inisekitar75% proses pembelajaran di UT telah menggunakan metode e-learning. Dalam proses pembelajaran itu, dosen memberikan tutorial secara online sesuai dengan modul yang ada, dan interaksi antara dosen dengan mahasiswa dilakukan secara online pula.

Tian menambahkan, untuk menunjang para pengajar agar mampu menggunakan metode e-learning, dosen-dosen UT secara intensif telah diberikan pelatihan. Dengan begitu, mereka dapat menguasai sistem serta cara kerja pembelajaran secara online. ”Sedangkan untuk mahasiswa, kami berikan panduan dan pada masa orientasi. Mereka juga diberikan pelatihan. Jika mahasiswa masih saja kesulitan, mereka biasanya akan mendatangi kantor terdekat yang berada di daerah masing-masing,” katanya.

Di tempat terpisah, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab mengatakan, penerapan e-learning di kampusnya sudah mulai diberlakukan sejak 2006. Portal e-learning UNY diberi nama Besmart, yang pernah meraih penghargaan dari Kementerian Pendidikan RI pada 2009dan2010. Saat itu Besmart dinobatkan sebagai portal e-learning terbaik tingkat nasional.

Menurut Rochmat, sistem pembelajaran di UNY tidak sepenuhnya menggunakan e-learning, melainkan blended learning. Yaitu dengan menggabungkan antara pembelajaran secara virtual (online) dan tatap muka.

”Mahasiswa UNY rata-rata adalah calon pendidik. Jadi, tidak bisa sepenuhnya kami menggunakan sistem elearning. Perlu ada perpaduan antara belajar online dengan tatap muka atau bertemu langsung dengan dosen, karena pertemuan tersebut mampu memberikan value kepada mahasiswa. Jadi, mahasiswa bisa belajar bagaimana berinteraksi secara baik dengan dosen,” terang Rochmat.

Materi-materi yang bersifat teoritis dapat diberikan melalui metode e-learning dan memudahkan para dosen dalam mentransfer ilmunya. Tapi, untuk halhal yang bersifat value, etika, dan karakter, akan sulit dinilai jika pembelajaran hanya dilakukan menggunakan metode e-learning.

”Makanya, harus tetap diadakan interaksi secara langsung oleh dosen dan mahasiswa. Selain itu, yang menjadi hambatan lain, tidak semua mahasiswa memiliki akses internet beserta perangkatnya,” tutup Rochmat.

Robi ardianto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4901 seconds (0.1#10.140)