Pemprov DKI Minimalkan Peran Swasta

Jum'at, 10 April 2015 - 10:23 WIB
Pemprov DKI Minimalkan Peran Swasta
Pemprov DKI Minimalkan Peran Swasta
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali melontarkan ide kontroversial. Dia berencana pembangunan di Ibu Kota tidak lagi melibatkan perusahaan swasta.

Badan usaha milik negara (BUMN) diminta turun tangan untuk melakukan pembangunan di Jakarta. Ahok mengatakan, salah satu kendala pembangunan di Ibu Kota adalah kinerja perusahaan swasta yang tidak maksimal. Misalnya dalam mengeruk kedalaman lumpur saat normalisasi kali.

Dia melihat perusahaan swasta yang disewa per jam hanya bekerja penglihatan dan tidak sampai tuntas. Untuk itu, tahun ini dia ingin Pemprov DKI Jakarta membeli sendiri semua alat berat baik untuk mengeruk lumpur, sampah, dan lainnya. “Bayar swasta per jam, ngaduk sekian, belum tuntas sudah pindah ke titik lain. Semua alat berat yang sifatnya rutin kenapa tidak beli sendiri? Duitnya ada kok ,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.

Selain memerintahkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) membeli alat berat, Ahok juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) lebih fleksibel. Di situ semua perusahaan BUMN seperti Wijaya Karya, Adhi Karya, dan sebagainya bisa masuk dalam LKPP tersebut.

Dengan begitu, Ahok yakin target pembangunan 60.000 rumah susun (rusun) dapat terealisasikan dengan maksimal. Ini karena BUMN yang akan membangun rusun sebanyak- banyaknya tanpa prosedur lelang. Bila dikerjakan swasta, dibutuhkan waktu tender selama 45 hari.

“Rusun di atas 18 lantai, tipe 30 harga per unit misalnya Rp200 juta, ya sudah enggak usah lelang. Ini kan BUMN punya kita semua. Panggil BUMN. Anda bikin berapa saja stok versi kita, kita bayar tanah orang sesuai NJOP dan langsung bayar. Nah kalau sudah kayak begitu, saya yakin bisa 60.000 rusun bisa terbangun dengan total uang Rp12 triliun. Kalau ini bisa, Jakarta beres deh . Enggak ada yang susah, duit banyak,” sebutnya.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Tubagus Haryo Karbyanto menilai ide Ahok tidak melibatkan swasta dalam pembangunan di Jakarta tersebut kontraproduktif. Selama ini Ahok sering membanggakan perusahaan swasta dengan profesionalismenya.

Menurutnya, tidak maksimalnya kinerja perusahaan swasta itu disebabkan berbelitbelitnya birokrasi Pemprov DKI Jakarta. Perusahaan swasta kerap harus menyetor dana dan kinerja dibatasi waktunya. “Kalau sekarang dia (Ahok) berbalik, harus lihat faktornya. Yang dibutuhkan swasta itu bagaimana menghadapi birokrasi yang mudah, tidak ada setoran dan sebagainya. Ahok harusnya memperhatikan itu,” kata Tubagus saat dihubungi.

Selain itu, keinginan Ahok untuk membeli alat berat dan mengerjakan sendiri semua pembangunan menyimpang dari tatanan pemerintahan. Menurutnya, pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator (pembuat aturan) dan pengawas. Jika Ahok menginginkan pemerintah menjadi pembuat aturan, pelaksana kerja, dan pengawas, pembangunan semakin buruk dan masyarakat menjadi korban.

“Kalau dia mau beli alat sendiri dan bekerja sendiri, ini pemerintah apa perusahaan? Kalau pemerintah, kan jelas, siapa regulator, siapa yang kerja, dan siapa pengawasnya. Kalau dia yang bikin aturan, dia yang melaksanakan, dan dia yang mengawasi, malah semakin runyam,” ungkapnya.

Tubagus menyarankan Ahok lebih mengedepankan sinergi seluruh stakeholder di Jakarta termasuk masyarakat paling bawah yang seharusnya menjadi tugas utamanya. Sejauh ini, Tubagus melihat, Ahok ingin bergerak sendiri yang malah membuat masyarakat menjadi bingung ke mana arah pembangunan Jakarta.

“Ahok tidak bisa mengambil semua. Dia harus membangun sistem dan dijalankan. Dia selama ini bergerak sendiri, publik jadi bingung mau ke mana pembangunan Jakarta. Apalagi masalah APBD yang berujung ke pelayanan publik,” katanya.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman mengatakan, Ahok harus sadar bahwa dia gubernur, bukan direktur utama sebuah perusahaan. Sebagai gubernur, Ahok tidak bisa melakukan pembangunan sendiri dengan membeli alat berat sendiri. Bagaimanapun fungsi pemerintah hanya sebagai pembuat aturan dan pengawas.

“Selain tidak sesuai tatanan pemerintahan, Ahok sama saja membunuh nasib perusahaan kontraktor. Jakarta butuh pengusaha swasta, begitu juga sebaliknya. Kalau dia mau kerjain sendiri, bagaimana nasib pembangunan di Jakarta,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Bima setiyadi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6428 seconds (0.1#10.140)