China Beber Motif Reklamasi Laut
A
A
A
BEIJING - China akhirnya membeberkan secara terbuka tujuan dan rincian rencana reklamasi laut di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
Juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Hua Chunying mengatakan, China akan menggunakannya untuk posko pelayanan sipil. China juga akan menggunakan pulau buatan tersebut untuk pertahanan militer guna menjaga sekaligus melindungi sekitar pulau buatan tersebut.
Namun, Chunying tidak merinci bagian itu. ”Kami perlu membangun reklamasi itu karena pengiriman bantuan seperti pascamusibah angin topan di wilayah sekitar sulit dilakukan secara cepat akibat terlalu renggangnya daratan yang satu dengan yang lain. Dengan ada pulau buatan ini, pengiriman bantuan diharapkan bisa dilakukan lebih cepat,” tutur Chunying, dikutip Reuters.
Chunying menambahkan, di atas pulau buatan itu, China akan membangun tempat penampungan dan bantuan untuk navigasi, pencarian, dan penyelamatan. Selain itu, China juga akan membangun gedung meteorologi laut untuk mengantisipasi dan memperkirakan cuaca di wilayah sekitar, jasa perikanan, dan pelayanan administrasi.
Proyek besar di Laut China Selatan itu, kata Chunying, akan menguntungkan semua pihak, terutama negara-negara yang berada di sekitar Laut China Selatan. ”Semua dibangun untuk memudahkan pelayanan yang diperlukan China, negara-negara tetangga, dan kapal swasta yang melewati rute Laut China Selatan,” kata Chunying.
Aksi China untuk membangun reklamasi di Laut China Selatan mengundang sejumlah kritik mengingat Laut China Selatan masih menjadi wilayah sensitif di Asia. Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia mengaku memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan yang 90% dikuasai China.
Namun, pembangunan reklamasi di Kepulauan Spratly diklaim China masih ada dalam kedaulatan sehingga mereka sah memanfaatkan wilayah itu sesuai dengan keperluan China. ”Pembangunan itu sepenuhnya ada dalam ruang lingkup kedaulatan China. Ini wajar, beralasan, dan sah,” tutur Chunying.
”Kami tidak membangun pulau buatan ini untuk memengaruhi atau menentang suatu negara. Kamisudahmelakukannya sesuai aturan hukum internasional yang ada,” sambungnya.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ash Carter yang baru saja mengunjungi Jepang dan Korea Selatan (Korsel) mengungkapkan kekhawatiran mengenai motif lain China di balik reklamasi itu. China dituduh akan menggunakannya untuk memperkuat militer di Asia mengingat mereka juga membangun landasan udara.
Pusat Strategi dan Studi Internasional (CSIS) sebelumnya memublikasikan gambar satelit di Laut China Selatan. Gambar itu menunjukkan aktivitas reklamasi China di sekitar Terumbu Karang Mischief, Kepualaun Spratly, yang juga wilayah perairan milik Filipina jika didasarkan pada zona ekonomi eksklusif (ZEE).
CSIS mengatakan reklamasi kecil yang dilakukan China itu membentuk sebuah formasi. Ada beberapa struktur bangunan baru, benteng laut, dan pelebaran akses masuk di sekitar pulau buatan itu. Beberapa peralatan berat seperti kapal keruk dan kapal naval transportasi amfibi juga terfoto tidak jauh dari pulau lokasi proyek.
Menurut CSIS, kapal naval yang digunakan China bisa mengangkut 800 pasukan dan 20 kendaraan lapis baja amfibi. ”Militerisasi di Laut China Selatan akan menimbulkan insiden yang berbahaya. Ini bukan hanya menjadi perhatian AS, tapi juga hampir setiap negara di sekitar Laut China Selatan,” kata Carter.
Namun, Chunying membantah prasangka tersebut dan menilai komentar AS meleset. ”China menjunjung tinggi perdamaian dan menepikan kebijakan pertahanan nasional. Kami selalu mencoba menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. Itu sesuai prinsip keamanan di China,” sebut Chunying.
Muh shamil
Juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Hua Chunying mengatakan, China akan menggunakannya untuk posko pelayanan sipil. China juga akan menggunakan pulau buatan tersebut untuk pertahanan militer guna menjaga sekaligus melindungi sekitar pulau buatan tersebut.
Namun, Chunying tidak merinci bagian itu. ”Kami perlu membangun reklamasi itu karena pengiriman bantuan seperti pascamusibah angin topan di wilayah sekitar sulit dilakukan secara cepat akibat terlalu renggangnya daratan yang satu dengan yang lain. Dengan ada pulau buatan ini, pengiriman bantuan diharapkan bisa dilakukan lebih cepat,” tutur Chunying, dikutip Reuters.
Chunying menambahkan, di atas pulau buatan itu, China akan membangun tempat penampungan dan bantuan untuk navigasi, pencarian, dan penyelamatan. Selain itu, China juga akan membangun gedung meteorologi laut untuk mengantisipasi dan memperkirakan cuaca di wilayah sekitar, jasa perikanan, dan pelayanan administrasi.
Proyek besar di Laut China Selatan itu, kata Chunying, akan menguntungkan semua pihak, terutama negara-negara yang berada di sekitar Laut China Selatan. ”Semua dibangun untuk memudahkan pelayanan yang diperlukan China, negara-negara tetangga, dan kapal swasta yang melewati rute Laut China Selatan,” kata Chunying.
Aksi China untuk membangun reklamasi di Laut China Selatan mengundang sejumlah kritik mengingat Laut China Selatan masih menjadi wilayah sensitif di Asia. Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia mengaku memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan yang 90% dikuasai China.
Namun, pembangunan reklamasi di Kepulauan Spratly diklaim China masih ada dalam kedaulatan sehingga mereka sah memanfaatkan wilayah itu sesuai dengan keperluan China. ”Pembangunan itu sepenuhnya ada dalam ruang lingkup kedaulatan China. Ini wajar, beralasan, dan sah,” tutur Chunying.
”Kami tidak membangun pulau buatan ini untuk memengaruhi atau menentang suatu negara. Kamisudahmelakukannya sesuai aturan hukum internasional yang ada,” sambungnya.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ash Carter yang baru saja mengunjungi Jepang dan Korea Selatan (Korsel) mengungkapkan kekhawatiran mengenai motif lain China di balik reklamasi itu. China dituduh akan menggunakannya untuk memperkuat militer di Asia mengingat mereka juga membangun landasan udara.
Pusat Strategi dan Studi Internasional (CSIS) sebelumnya memublikasikan gambar satelit di Laut China Selatan. Gambar itu menunjukkan aktivitas reklamasi China di sekitar Terumbu Karang Mischief, Kepualaun Spratly, yang juga wilayah perairan milik Filipina jika didasarkan pada zona ekonomi eksklusif (ZEE).
CSIS mengatakan reklamasi kecil yang dilakukan China itu membentuk sebuah formasi. Ada beberapa struktur bangunan baru, benteng laut, dan pelebaran akses masuk di sekitar pulau buatan itu. Beberapa peralatan berat seperti kapal keruk dan kapal naval transportasi amfibi juga terfoto tidak jauh dari pulau lokasi proyek.
Menurut CSIS, kapal naval yang digunakan China bisa mengangkut 800 pasukan dan 20 kendaraan lapis baja amfibi. ”Militerisasi di Laut China Selatan akan menimbulkan insiden yang berbahaya. Ini bukan hanya menjadi perhatian AS, tapi juga hampir setiap negara di sekitar Laut China Selatan,” kata Carter.
Namun, Chunying membantah prasangka tersebut dan menilai komentar AS meleset. ”China menjunjung tinggi perdamaian dan menepikan kebijakan pertahanan nasional. Kami selalu mencoba menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. Itu sesuai prinsip keamanan di China,” sebut Chunying.
Muh shamil
(ftr)