Jelang MEA Batasan Pendidikan Formal Masuk BLK Dihapus
A
A
A
JAKARTA - Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pemerintah tidak akan membatasi masyarakat untuk dilatih di Balai Latihan Kerja (BLK).
Targetnya 1 juta angkatan kerja akan dilatih di BLK tahun ini. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan, selama ini persyaratan pendidikan formal yang ketat untuk mengikuti pelatihan di BLK menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia.
Karena itu, mulai tahun ini lulusan SD dan SMP yang sebelumnya tidak bisa dilatih di BLK diperbolehkan masuk BLK. ”Kita ubah persyaratan minimal SMA atau SMP untuk ikut BLK. Agar semua angkatan kerja dapat mengakses pelatihan tanpa syarat pendidikan formal ketat,” katanya di Kantor Kemenaker kemarin.
Hanif menjelaskan, keinginan tersebut didasari fakta sebagian besar penganggur yang jumlahnya 7,24 juta orang hanya mengantongi ijazah SD dan SMP. Jika BLK mematok syarat pendidikan minimal SMA, angkatan kerja lulusan SD dan SMP itu sulit terserap dalam dunia kerja.
Menurut dia, kondisi ini menjadi masalah krusial yang harus segera dibenahi. Hanif mengungkapkan, selama ini banyak lulusan SD maupun SMP yang masih berusia produktif, namun kesulitan memasuki pasar kerja. Karena itu, harus dilengkapi dengan kompetensi dan keterampilan kerja sehingga siap terserap pasar kerja dengan lebih cepat.
Padahal, pasar kerja industri juga tidak terlalu mensyaratkan pendidikan formal. Mereka lebih mempertimbangkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan keterampilan kerja sesuai kebutuhan. Politikus PKB ini menuturkan, pemerintah menargetkan penyelenggaraan pelatihan kerja bagi 500.000 - 1 juta orang tenaga kerja dalam menghadapi era MEA yang akan diberlakukan akhir tahun ini.
Hanif mengatakan, seiring pelaksanaan MEA kebutuhan tenaga kerja berdasarkan pemintaan pasar kerja industri masih sangat banyak. Karena itu, harus dipersiapkan calon tenaga kerja yang siap bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya.
”Angkatan kerja berlatar pendidikan formal tinggi atau setidaknya SMA berpeluang sama dengan lulusan SD atau SMP yang dibekali kompetensi untuk memasuki dunia kerja. Yang penting, dalam era MEA ini adalah kualitas SDM yang baik,” ucap Hanif.
Berdasarkan data Kemenaker saat ini ada 276 BLK di seluruh Indonesia. Sebanyak 14 di antaranya BLK milik Kemenaker, sedangkan sisanya 262 dimiliki pemda provinsi dan kabupaten/ kota. Pola pelatihan di BLK-BLK milik pemerintah daerah akan ditekankan pada jenis pelatihan sesuai yang dibutuhkan di daerah masingmasing.
Seperti pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektronik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian, dan perkebunan. Secara umum, Hanif meminta para pengurus serikat pekerja dan serikat buruh (SP/SB) mendukung program peningkatan produktivitas.
Kesejahteraan pekerja bisa meningkat dan pemutusan hubungan kerja bisa dicegah. Hanif pun meminta pengurus SP/SB dapat menciptakan iklim hubungan industrial yang kondusif bersama pengusaha dengan terus memperkuat forum komunikasi bipartit perusahaan.
”Produktivitas dan hubungan industrial yang kondusif antara pengusaha dan pekerja/ buruh menjadi kunci utama dalam peningkatan kesejahteraan pekerja,” katanya. Hanif mengatakan, selama ini keluhan sebagian pengusaha adalah masih rendahnya produktivitas pekerja Indonesia dibanding negara-negara lain.
Padahal, peningkatan produktivitas dibutuhkan menjelang diberlakukan MEA 2015. ”Pengalaman menunjukkan perusahaan yang memiliki hubungan industrial yang baik antara pengusaha dan pekerja dapat mencegah perselisihan sedini mungkin dan melahirkan ketenangan bekerja dan berusaha,” kata Hanif.
Anggota Komisi IX DPR Ali Taher berpendapat, pemerintah memang harus memberi perhatian khusus terhadap BLK. Melalui lembaga ini tenaga kerja bisa dikembangkan profesionalitasnya menjadi pekerja yang diinginkan dunia industri. Pemerintah diminta segera mendata berapa jumlah pengangguran lulusan SD dan SMP di suatu daerah dan melakukan jemput bola karena BLK selama ini tidak menarik minat masyarakat untuk dilatih.
Politikus PAN ini menambahkan, pengangguran tidak akan terserap banyak di BLK bila tidak ada revitalisasi BLK. Selain menempati gedung yang tidak layak, ujarnya, fasilitas pelatihan pun banyak yang tidak lengkap.
Selain itu, instruktur di BLK itu juga masih kurang jumlahnya. ”Pemerintah perlu bekerja sama dengan industri agar ada instruktur berpengalaman yang dipinjamkan ke BLK,” terangnya.
Neneng zubaidah
Targetnya 1 juta angkatan kerja akan dilatih di BLK tahun ini. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan, selama ini persyaratan pendidikan formal yang ketat untuk mengikuti pelatihan di BLK menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia.
Karena itu, mulai tahun ini lulusan SD dan SMP yang sebelumnya tidak bisa dilatih di BLK diperbolehkan masuk BLK. ”Kita ubah persyaratan minimal SMA atau SMP untuk ikut BLK. Agar semua angkatan kerja dapat mengakses pelatihan tanpa syarat pendidikan formal ketat,” katanya di Kantor Kemenaker kemarin.
Hanif menjelaskan, keinginan tersebut didasari fakta sebagian besar penganggur yang jumlahnya 7,24 juta orang hanya mengantongi ijazah SD dan SMP. Jika BLK mematok syarat pendidikan minimal SMA, angkatan kerja lulusan SD dan SMP itu sulit terserap dalam dunia kerja.
Menurut dia, kondisi ini menjadi masalah krusial yang harus segera dibenahi. Hanif mengungkapkan, selama ini banyak lulusan SD maupun SMP yang masih berusia produktif, namun kesulitan memasuki pasar kerja. Karena itu, harus dilengkapi dengan kompetensi dan keterampilan kerja sehingga siap terserap pasar kerja dengan lebih cepat.
Padahal, pasar kerja industri juga tidak terlalu mensyaratkan pendidikan formal. Mereka lebih mempertimbangkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan keterampilan kerja sesuai kebutuhan. Politikus PKB ini menuturkan, pemerintah menargetkan penyelenggaraan pelatihan kerja bagi 500.000 - 1 juta orang tenaga kerja dalam menghadapi era MEA yang akan diberlakukan akhir tahun ini.
Hanif mengatakan, seiring pelaksanaan MEA kebutuhan tenaga kerja berdasarkan pemintaan pasar kerja industri masih sangat banyak. Karena itu, harus dipersiapkan calon tenaga kerja yang siap bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya.
”Angkatan kerja berlatar pendidikan formal tinggi atau setidaknya SMA berpeluang sama dengan lulusan SD atau SMP yang dibekali kompetensi untuk memasuki dunia kerja. Yang penting, dalam era MEA ini adalah kualitas SDM yang baik,” ucap Hanif.
Berdasarkan data Kemenaker saat ini ada 276 BLK di seluruh Indonesia. Sebanyak 14 di antaranya BLK milik Kemenaker, sedangkan sisanya 262 dimiliki pemda provinsi dan kabupaten/ kota. Pola pelatihan di BLK-BLK milik pemerintah daerah akan ditekankan pada jenis pelatihan sesuai yang dibutuhkan di daerah masingmasing.
Seperti pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektronik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian, dan perkebunan. Secara umum, Hanif meminta para pengurus serikat pekerja dan serikat buruh (SP/SB) mendukung program peningkatan produktivitas.
Kesejahteraan pekerja bisa meningkat dan pemutusan hubungan kerja bisa dicegah. Hanif pun meminta pengurus SP/SB dapat menciptakan iklim hubungan industrial yang kondusif bersama pengusaha dengan terus memperkuat forum komunikasi bipartit perusahaan.
”Produktivitas dan hubungan industrial yang kondusif antara pengusaha dan pekerja/ buruh menjadi kunci utama dalam peningkatan kesejahteraan pekerja,” katanya. Hanif mengatakan, selama ini keluhan sebagian pengusaha adalah masih rendahnya produktivitas pekerja Indonesia dibanding negara-negara lain.
Padahal, peningkatan produktivitas dibutuhkan menjelang diberlakukan MEA 2015. ”Pengalaman menunjukkan perusahaan yang memiliki hubungan industrial yang baik antara pengusaha dan pekerja dapat mencegah perselisihan sedini mungkin dan melahirkan ketenangan bekerja dan berusaha,” kata Hanif.
Anggota Komisi IX DPR Ali Taher berpendapat, pemerintah memang harus memberi perhatian khusus terhadap BLK. Melalui lembaga ini tenaga kerja bisa dikembangkan profesionalitasnya menjadi pekerja yang diinginkan dunia industri. Pemerintah diminta segera mendata berapa jumlah pengangguran lulusan SD dan SMP di suatu daerah dan melakukan jemput bola karena BLK selama ini tidak menarik minat masyarakat untuk dilatih.
Politikus PAN ini menambahkan, pengangguran tidak akan terserap banyak di BLK bila tidak ada revitalisasi BLK. Selain menempati gedung yang tidak layak, ujarnya, fasilitas pelatihan pun banyak yang tidak lengkap.
Selain itu, instruktur di BLK itu juga masih kurang jumlahnya. ”Pemerintah perlu bekerja sama dengan industri agar ada instruktur berpengalaman yang dipinjamkan ke BLK,” terangnya.
Neneng zubaidah
(ftr)