Larangan Politik Dinasti Tak Jadi Diperluas

Kamis, 09 April 2015 - 10:07 WIB
Larangan Politik Dinasti Tak Jadi Diperluas
Larangan Politik Dinasti Tak Jadi Diperluas
A A A
JAKARTA - Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperluas larangan dinasti politik di pemilihan kepala daerah (pilkada) 2015 dipastikan batal.

Aturan pelarangan dinasti politik tetap akan mengacu pada pasal yang diatur di Undang- Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada. Sebelumnya KPU memperluas larangan dinasti politik ini melalui Peraturan KPU (PKPU) yang saat ini sedang dibahas bersama Komisi II DPR.

Dalam draf Rancangan- PKPU diatur bahwa calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di tingkatan kabupaten tidak boleh memiliki hubungan darah, keluarga, atau kekerabatan dengan kepala daerah incumbent (petahana) yang menjabat di tingkat provinsi.

Artinya, kerabat seorang gubernur tidak diperkenankan mencalonkan diri di pilkada tingkat kabupaten/kota dalam satu provinsi. Sementara pada UU Pilkada, hanya melarang pencalonan kerabat petahana ini di satu level pencalonan saja. Artinya, anggota keluarga seorang gubernur tetap boleh mencalonkan diri di pilkada tingkat kabupaten/kota.

“Ada beberapa faktor untuk menentukan kembali pembatasan keluarga dan mengembalikannya ke UU Pilkada,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Panja PKPU Komisi II DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Hadar menjelaskan, KPU perlu mempertimbangkan pembatasan hak politik tersebut, karena dengan variasi yang lebih seperti pada rancangan PKPU itu akan semakin banyak menghilangkan hak orang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. “Mereka (Komisi II DPR) menjelaskan pembatasan itu hanya sebatas di tempat sama (satu level pencalonan),” jelasnya.

Menurut Hadar, semangat KPU memperluas pembatasan politik dinasti adalah untuk mengurangi potensi munculnya dinasti-dinasti politik di daerah. Namun, KPU juga sudah mempertimbangkan bahwa saat ini juga ada judicial review mengenai ketentuan tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK).

KPU mengharapkan, dalam pilkada nanti, pengawasan dan penegakan hukum harus diperkuat karena potensi kepala daerah petahana melanggengkan dinasti politiknya tetap tinggi. “Kira-kira begitu alasanalasan dan latar belakang yang membuat kami menerima alasan pada rapat konsultasi itu,” ujar mantan aktivis kepemiluan ini.

Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi PAN Yandri Susanto berterima kasih atas respons KPU mengenai persoalan pembatasan politik dinasti tersebut. Dia mengatakan, akhirnya aturan dinasti politik kembali seperti yang termaktub di UU Pilkada tanpa perlu ada norma baru yang memperluas cakupannya. “Jadi nanti anak gubernur boleh maju jadi wali kota atau bupati di satu wilayah provinsi,” ujarnya.

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman menyambut baik kesepahaman yang dicapai bersama KPU. “Artinya, satu poin krusial sudah ada titik temunya,” ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Rambe mengharapkan agar pada pembahasan PKPU hari ini (Kamis), Komisi II dan KPU bisa menyelesaikan empat PKPU lainnya, yakni yang mengatur tahapan, pemutakhiran data pemilih, tata kerja KPU, dan kampanye. “PKPU soal pencalonan akan dibahas setelah tanggal 17 April setelah kongres PDIP, karena mereka (anggota fraksi PDIP) meminta pembahasan dilakukan bersama mereka,” katanya.

Sementara itu, KPU berharap segera ada kepastian bagi daerah yang mengalami kendala soal anggaran pilkada. Komisioner KPU Ida Budhiati meminta agar segera ada solusi mengenai permasalahan itu, karena sampai kemarin belum ada kepastian pada beberapa daerah tertentu.

“Seperti apa status daerah yang belum pasti anggarannya, apakah sudah tersedia? Apa belum mencukupi? Sampai pada kebijakan ini apakah cukup memberi himbauan saja?” ujarnya kemarin.

Menurut dia, pada 19 April KPUD sudah harus bekerja membentuk badan penyelenggara pilkada. Sebulan setelahnya, pembentukan panitia pemungutan suara (PPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK).

Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, 201 daerah yang sudah melaporkan kesiapan anggarannya ke KPU, sedangkan dari 68 daerah tambahan yang sedianya menggelar pilkada pada Juni 2016, namun diikutsertakan di pilkada serentak 2015, baru 52 yang melaporkan anggarannya. “Masih ada 16 daerah yang belum melaporkan ke kita, tapi bukan berarti daerah tersebut belum memiliki anggaran,” kata Arief Budiman.

Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, setiap kepala daerah wajib menyediakan anggaran pilkada karena itu merupakan amanat UU.

“Intinya tidak ada alasan untuk tidak menganggarkan, tidak tersedia atau tidak cukup tersedia, harus disediakan, termasuk bagi kepala daerah yang melakukan pengeluaran mendahului APBD,” ujarnya seusai rapat konsultasi di Kantor KPU Jakarta kemarin.

Kiswondari/ dita angga
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6712 seconds (0.1#10.140)