33 Anggota Dewan Dukung HMP
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 33 anggota DPRD DKI Jakarta telah menandatangani dukungan untuk menindaklanjuti hak angket ke hak menyatakan pendapat (HMP). Jumlah tersebut melebihi syarat utama mengajukan HMP.
Syarat minimal pengajuan HMP minimal didukung 20 anggota Dewan dan lebih dari satu fraksi. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, hasil paripurna hak angket, Senin (6/4) lalu perlu ditindaklanjuti dengan HMP.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Tata Tertib DPRD DKI Jakarta, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur di dalamnya. Dengan demikian, anggota Dewan tidak perlu takut untuk menindaklanjuti pelanggaran hukum dan etika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang sudah disampaikan dalam paripurna hak angket.
”Syaratnya itu minimal 20 anggota dan lebih dari satu fraksi. Baru satu hari paripurna angket, sudah ada 33 anggota yang tanda tangan dari Fraksi Gerindra, PPP, Golkar, dan PKS. Artinya, sudah cukup untuk HMP, tapi saya yakin akan terus bertambah karena hak angket harus ditindaklanjuti,” katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin.
Taufik menjelaskan, tanda tangan dukungan ini akan dibawa ke dalam rapat pimpinan dan diteruskan ke dalam badan musyawarah. Setelah itu dibawa ke paripurna mendengarkan pandangan-pandangan fraksi. Seminggu setelah paripurna mendengarkan fraksi-fraksi digelar, paripurna meminta keterangan Ahok akan digelar.
Setelah dua kali paripurna dilakukan dalam proses HMP dan hasilnya akan dibawa ke Mahkamah Agung (MA). Di MA ada waktu 30 hari sebelum dikembalikan ke DPRD dan diteruskan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). ”Setelah temanteman kita pulang dari kongres, kami akan lakukan rapat pimpinan. Kemungkinan pekan depan sudah digelar paripurna pertama mendengarkan pandangan fraksi-fraksi,” ujar politisi Gerindra ini.
Dalam HMP, Taufik menuturkan, ada dua kemungkinan. Pertama berupa teguran serta Ahok meminta maaf, kedua berupa pemberhentian. Namun, jika melihat pelanggaran yang ditemukan dalam hak angket yakni Ahok telah mengirimkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 DKI Jakarta bukan hasil paripurna, jelas dia telah melanggar hukum dan peraturannya harus diberhentikan. Belum lagi etikanya selama memimpin Ibu Kota. ”Tapi, kitalihat nantipada proses HMP. Keputusannya memang ada di MA. Presiden hanya menandatangani saja,” ujarnya.
Sebelumnya panitia hak angket menyimpulkan Ahok telah melakukan sejumlah pelanggaran yakni outline APBD 2015 ke Kemendagri yang bukan hasil persetujuan dan pembahasan bersama Dewan. Ahok juga dinilai mengabaikan kewenangan fungsi DPRD dalam rangka fungsi anggaran berupa pengajuan usulan dalam rancangan APBD sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 3 dan 5 UU No 11/2003.
Gubernur juga melanggar undang-undang dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sistem informasi keuangan negara yang analisiskan di tingkat daerah dalam bentuk e-budgeting. Termasuk melanggar norma dan etika dalam melaksanakan kebijakan.
Sementara itu, Ahok menantang DPRD DKI Jakarta menindaklanjuti hak angket ke HMP. Apalagi panitia hak angket telah menemukan pelanggaran yang dia lakukan. ”Kalau sudah melanggar undang-undang kenapa nggak diterusin jadi HMP? Takut banget sama gua. Kemarin seharusnya paripurna langsung HMP terus kasih ke MA biar kelihatan ada yang salah,” tegasnya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini berani menantang Dewan lantaran dia tidak merasa bersalah. Dia menuturkan yang salah itu oknum yang memotong 10-15% anggaran di setiap kegiatan APBD yang jumlahnya sebanyak Rp12,1 triliun. Dana tersebut digunakan untuk pembelian yang tidak bermanfaat salah satunya uninterruptible power supply(UPS).
”Kok kalau tidak sah, kamu mau ambil 10-15%? Bawa ke MA saja sudahlah. Hak menyatakan pendapat tanggung nggak dimaju-majuin,tunggu seminggu tunggu lagi. Aduh lama banget. Kayak main sinetron saja panjang episodenya. Media juga jangan terlalu banyak liput deh kesenangan episode-episodenya,” ungkapnya.
Bima setiyadi
Syarat minimal pengajuan HMP minimal didukung 20 anggota Dewan dan lebih dari satu fraksi. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, hasil paripurna hak angket, Senin (6/4) lalu perlu ditindaklanjuti dengan HMP.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Tata Tertib DPRD DKI Jakarta, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur di dalamnya. Dengan demikian, anggota Dewan tidak perlu takut untuk menindaklanjuti pelanggaran hukum dan etika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang sudah disampaikan dalam paripurna hak angket.
”Syaratnya itu minimal 20 anggota dan lebih dari satu fraksi. Baru satu hari paripurna angket, sudah ada 33 anggota yang tanda tangan dari Fraksi Gerindra, PPP, Golkar, dan PKS. Artinya, sudah cukup untuk HMP, tapi saya yakin akan terus bertambah karena hak angket harus ditindaklanjuti,” katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin.
Taufik menjelaskan, tanda tangan dukungan ini akan dibawa ke dalam rapat pimpinan dan diteruskan ke dalam badan musyawarah. Setelah itu dibawa ke paripurna mendengarkan pandangan-pandangan fraksi. Seminggu setelah paripurna mendengarkan fraksi-fraksi digelar, paripurna meminta keterangan Ahok akan digelar.
Setelah dua kali paripurna dilakukan dalam proses HMP dan hasilnya akan dibawa ke Mahkamah Agung (MA). Di MA ada waktu 30 hari sebelum dikembalikan ke DPRD dan diteruskan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). ”Setelah temanteman kita pulang dari kongres, kami akan lakukan rapat pimpinan. Kemungkinan pekan depan sudah digelar paripurna pertama mendengarkan pandangan fraksi-fraksi,” ujar politisi Gerindra ini.
Dalam HMP, Taufik menuturkan, ada dua kemungkinan. Pertama berupa teguran serta Ahok meminta maaf, kedua berupa pemberhentian. Namun, jika melihat pelanggaran yang ditemukan dalam hak angket yakni Ahok telah mengirimkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 DKI Jakarta bukan hasil paripurna, jelas dia telah melanggar hukum dan peraturannya harus diberhentikan. Belum lagi etikanya selama memimpin Ibu Kota. ”Tapi, kitalihat nantipada proses HMP. Keputusannya memang ada di MA. Presiden hanya menandatangani saja,” ujarnya.
Sebelumnya panitia hak angket menyimpulkan Ahok telah melakukan sejumlah pelanggaran yakni outline APBD 2015 ke Kemendagri yang bukan hasil persetujuan dan pembahasan bersama Dewan. Ahok juga dinilai mengabaikan kewenangan fungsi DPRD dalam rangka fungsi anggaran berupa pengajuan usulan dalam rancangan APBD sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 3 dan 5 UU No 11/2003.
Gubernur juga melanggar undang-undang dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sistem informasi keuangan negara yang analisiskan di tingkat daerah dalam bentuk e-budgeting. Termasuk melanggar norma dan etika dalam melaksanakan kebijakan.
Sementara itu, Ahok menantang DPRD DKI Jakarta menindaklanjuti hak angket ke HMP. Apalagi panitia hak angket telah menemukan pelanggaran yang dia lakukan. ”Kalau sudah melanggar undang-undang kenapa nggak diterusin jadi HMP? Takut banget sama gua. Kemarin seharusnya paripurna langsung HMP terus kasih ke MA biar kelihatan ada yang salah,” tegasnya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini berani menantang Dewan lantaran dia tidak merasa bersalah. Dia menuturkan yang salah itu oknum yang memotong 10-15% anggaran di setiap kegiatan APBD yang jumlahnya sebanyak Rp12,1 triliun. Dana tersebut digunakan untuk pembelian yang tidak bermanfaat salah satunya uninterruptible power supply(UPS).
”Kok kalau tidak sah, kamu mau ambil 10-15%? Bawa ke MA saja sudahlah. Hak menyatakan pendapat tanggung nggak dimaju-majuin,tunggu seminggu tunggu lagi. Aduh lama banget. Kayak main sinetron saja panjang episodenya. Media juga jangan terlalu banyak liput deh kesenangan episode-episodenya,” ungkapnya.
Bima setiyadi
(ftr)