Siswa Tak Wajib Ikut UN Ulang
A
A
A
JAKARTA - Tahun ini siswa tidak wajib mengikuti ujian ulang ujian nasional (UN). Kampus dapat menerima nilai yang dimiliki siswa.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Nizam menjelaskan, standar kompetensi lulusan (SKL) yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah 5,5. Tahun lalu siswa diwajibkan mengulang. Jika tidak memenuhi ambang batas maka tahun ini beda, yakni siswa memiliki pilihan untuk mengulang UN kembali atau tidak.
Apabila siswa memilih untuk mengulang, setelah ujian ulang siswa akan menerima sertifikat hasil perbaikan UN. ”Jadi, siswa akan bisa menerima hasil kelulusan atau tahun ini kami menyebutnya Sertifikat Hasil UN (SHUN) setelah usai ujian,” katanya di kantor Kemendikbud kemarin. Nizam mengatakan, siswa yang mendapat nilai UN di bawah SKL bisa mengulang UN di 2016 mendatang.
Namun dengan tidak adanya UN ulang maka sekolah tidak boleh menahan hasil kelulusan. Siswa berhak menerima SKHUN setelah mereka mengikuti ujian. Alasannya adalah agar siswa bisa mengikuti pelaksanaan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) ataupun seleksi bersama masuk PTN (SBMPTN) atau seleksi ujian masuk mandiri PTN.
Bahkan, siswa bisa memakai hasil UN itu untuk mendaftar di kampus internasional karena hasil UN berlaku global. Menurut Nizam, berapa pun nilai yang diperoleh peserta UN tidak memengaruhi kelulusan maupun kesempatannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena untuk masuk ke perguruan tinggi, kata dia, ada faktor lain yang menjadi ukuran.
UN hanya dilihat sebagai salah satu pertimbangan. ”Hasil UN akan diserahkan kepada perguruan tinggi bersamaan dengan indeks integritas setiap sekolah. Hasil tersebut akan diserahkan pada 2 Mei, sedangkan pengumuman kelulusan akan dilakukan pada 15 Mei,” jelasnya.
Mendikbud Anies Baswedan mengungkapkan, Kemendikbud juga akan menyampaikan indeks integritas sekolah setelah UN kelar. UN SMA sendiri akan dilangsungkan pada 13-15 April mendatang.
Indeks integritas akan memperlihatkan apakah hasil UN di sekolah dimaksud mencerminkan pola berbasis kejujuran atau curang yang hanya mengutamakan 100 % lulus. ”Indeks integritas itu bisa dilihat dari jawaban siswa. Indeks disusun oleh Puspendik dan ahli pendidikan yang kami tunjuk,” katanya.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati menyatakan, adanya indeks integritas harus dilakukan beriringan dengan pengawasan yang ketat di lapangan. Reni menyatakan, Kemendikbud semestinya bersinergi dengan PTN sebagai stakeholder yang menerima lulusan SMA di kampusnya masing-masing.
Para pengawas dari PTN ini, ujarnya, yang akan memastikan indeks integritas tidak dinilai secara subjektif, tetapi objektif dari seluruh aspek penilaian. Politikus PPP ini juga mengkritisi pelaksanaan UN CBT yang meski masih pilot project namun teknis pelaksanaan dan pengawasan mesti paripurna.
Dia menjelaskan, jangan sampai siswa dari 500-an sekolah yang ikut UN CBT hanya menjadi kelinci percobaan proyek pemerintahan. ”Pasalnya, banyak sekolah yang akhirnya mengundurkan diri karena tidak siap dari komputer dan jaringannya. Kami khawatir ketidaksiapan ini mengganggu teknis pelaksanaan,” ujarnya.
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah berpendapat, meski Kemendikbud menilai UN CBT lebih berintegritas daripada UN Paper Based Test (PBT), pemerintah tetap harus memperhatikan pengawasannya. Pasalnya, banyak sekolah yang tidak memenuhi standar pelayanan minimum misalnya ketersediaan listrik yang memadai.
Politikus Golkar ini juga menyatakan, beberapa anggota Komisi X akan turun ke lapangan untuk meninjau dan mengawasi jalannya UN ke Bali, Sumatera Barat, dan Maluku.
Neneng zubaidah
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Nizam menjelaskan, standar kompetensi lulusan (SKL) yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah 5,5. Tahun lalu siswa diwajibkan mengulang. Jika tidak memenuhi ambang batas maka tahun ini beda, yakni siswa memiliki pilihan untuk mengulang UN kembali atau tidak.
Apabila siswa memilih untuk mengulang, setelah ujian ulang siswa akan menerima sertifikat hasil perbaikan UN. ”Jadi, siswa akan bisa menerima hasil kelulusan atau tahun ini kami menyebutnya Sertifikat Hasil UN (SHUN) setelah usai ujian,” katanya di kantor Kemendikbud kemarin. Nizam mengatakan, siswa yang mendapat nilai UN di bawah SKL bisa mengulang UN di 2016 mendatang.
Namun dengan tidak adanya UN ulang maka sekolah tidak boleh menahan hasil kelulusan. Siswa berhak menerima SKHUN setelah mereka mengikuti ujian. Alasannya adalah agar siswa bisa mengikuti pelaksanaan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) ataupun seleksi bersama masuk PTN (SBMPTN) atau seleksi ujian masuk mandiri PTN.
Bahkan, siswa bisa memakai hasil UN itu untuk mendaftar di kampus internasional karena hasil UN berlaku global. Menurut Nizam, berapa pun nilai yang diperoleh peserta UN tidak memengaruhi kelulusan maupun kesempatannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena untuk masuk ke perguruan tinggi, kata dia, ada faktor lain yang menjadi ukuran.
UN hanya dilihat sebagai salah satu pertimbangan. ”Hasil UN akan diserahkan kepada perguruan tinggi bersamaan dengan indeks integritas setiap sekolah. Hasil tersebut akan diserahkan pada 2 Mei, sedangkan pengumuman kelulusan akan dilakukan pada 15 Mei,” jelasnya.
Mendikbud Anies Baswedan mengungkapkan, Kemendikbud juga akan menyampaikan indeks integritas sekolah setelah UN kelar. UN SMA sendiri akan dilangsungkan pada 13-15 April mendatang.
Indeks integritas akan memperlihatkan apakah hasil UN di sekolah dimaksud mencerminkan pola berbasis kejujuran atau curang yang hanya mengutamakan 100 % lulus. ”Indeks integritas itu bisa dilihat dari jawaban siswa. Indeks disusun oleh Puspendik dan ahli pendidikan yang kami tunjuk,” katanya.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati menyatakan, adanya indeks integritas harus dilakukan beriringan dengan pengawasan yang ketat di lapangan. Reni menyatakan, Kemendikbud semestinya bersinergi dengan PTN sebagai stakeholder yang menerima lulusan SMA di kampusnya masing-masing.
Para pengawas dari PTN ini, ujarnya, yang akan memastikan indeks integritas tidak dinilai secara subjektif, tetapi objektif dari seluruh aspek penilaian. Politikus PPP ini juga mengkritisi pelaksanaan UN CBT yang meski masih pilot project namun teknis pelaksanaan dan pengawasan mesti paripurna.
Dia menjelaskan, jangan sampai siswa dari 500-an sekolah yang ikut UN CBT hanya menjadi kelinci percobaan proyek pemerintahan. ”Pasalnya, banyak sekolah yang akhirnya mengundurkan diri karena tidak siap dari komputer dan jaringannya. Kami khawatir ketidaksiapan ini mengganggu teknis pelaksanaan,” ujarnya.
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah berpendapat, meski Kemendikbud menilai UN CBT lebih berintegritas daripada UN Paper Based Test (PBT), pemerintah tetap harus memperhatikan pengawasannya. Pasalnya, banyak sekolah yang tidak memenuhi standar pelayanan minimum misalnya ketersediaan listrik yang memadai.
Politikus Golkar ini juga menyatakan, beberapa anggota Komisi X akan turun ke lapangan untuk meninjau dan mengawasi jalannya UN ke Bali, Sumatera Barat, dan Maluku.
Neneng zubaidah
(ftr)