Kasus Jero Wacik, KPK Usut Penggunaan Anggaran di Kemenpar
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut peruntukan penggunaan anggaran menteri dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar, kini Kemenpar) tahun anggaran 2008-2011.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, kemarin penyidik memeriksa tiga pejabat Kemenpar sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran menteri dan Kemenbudpar dengan tersangka Jero Wacik (JW) dalam kapasitasnya selaku Menbudpar 2004-2011.
Tiga saksi tersebut yakni, mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian Pariwisata dan Ekenomi Kreatif (Kemenparekraf)/Kemenpar Faisal Armawi, Samsa selaku Bendahara Pengeluaran Kemenpar tahun 2008, dan staf Biro Keuangan Kemenpar Sunhaji. Menurut Priharsa, tiga pegawai negeri sipil (PNS) itu diduga mengetahui tindak pidana yang dilakukan Jero.
"Karena ketiga org itu adalah orang-orang yang ditugaskan untuk menangani keuangan maka dikonfirmasi bagaimana aturan pengelolaan keuangan di Kemenbudpar yang sekarang Kemenpar termausk mekanisme pemanfaanntanya," kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 7 April 2015 malam.
Dia menuturkan, kasus dugaan korupsi Kemenbudpar Jero ini masih terus dikembangkan. Keterangan dan informasi sejumlah saksi yang sudah disampaikan akan divalidasi. Nantinya hal tersebut akan digabungkan dengan data-data yang sudah ditemukan penyidik.
KPK juga terus menelusuri apakah ada dugaan keterlibatan pihak lain atau tidak. Tapi Priharsa tidak mau berspekulasi terlalu jauh. "Sampai hari ini belum ada," imbuhnya.
Priharsa melanjutkan, penyidik pun terus berusaha memastikan jumlah total anggaran menteri dan Kemenbudpar tahun anggaran 2008-2011, total dugaan korupsinya, dan total kerugian negara.
Hingga kini, dia belum menerima informasi tersebut. Lebih lanjut, penyidik masih akan memanggil sejumlah saksi lain dari unsur pejabat dan/atau mantan pejabat Kemenbudpar/Kemenparekraf/Kemenpar. Bisa juga dari pihak swasta. Sayangnya, Priharsa belum mengetahui nama-nama saksi itu.
"Tergantung kebutuhan penyidik kalau memang ada pejabat-pejabat yang dibutuhkan untuk dikonirmasi maka akan kita panggil. JW juga nanti akan tetap dipanggil sebagai tersangka" ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh, modus yang dilakukan Jero di antaranya yakni, menarik anggaran atau meminta atau menyuruh anak buahnya selama di Kemenbudpar untuk menambah anggaran operasinal khususnya dana operasional menteri.
Dana-dana tersebut ditarik dari sejumlah kegiatan atau berbagai macam pos yang ada. Nilanya hampir belasan miliar. Dikonfirmasi soal itu, Priharsa mengaku belum menerima informasi. "Belum, belum dapat," tegasnya.
Lebih lanjut ujar Priharsa, penyidik juga tetap mengembangkan kasus dugaan dugaan pemerasan dalam jabatan Jero selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar lebih dari Rp9,9 miliar.
Ada beberapa hal yang menjadi penekanan yakni, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan tersangkan, dan pengembangan pihak lainnya. Untuk dugaan keterlibatan pihak lain harus dilihat dengan ketersediaan alat bukti dan data yang diperoleh penyidik.
"Masih akan didalami dan dikembangkan. Praperadilan JW tidak mengentikan penyidikan," tandas Priharsa.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, kemarin penyidik memeriksa tiga pejabat Kemenpar sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran menteri dan Kemenbudpar dengan tersangka Jero Wacik (JW) dalam kapasitasnya selaku Menbudpar 2004-2011.
Tiga saksi tersebut yakni, mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian Pariwisata dan Ekenomi Kreatif (Kemenparekraf)/Kemenpar Faisal Armawi, Samsa selaku Bendahara Pengeluaran Kemenpar tahun 2008, dan staf Biro Keuangan Kemenpar Sunhaji. Menurut Priharsa, tiga pegawai negeri sipil (PNS) itu diduga mengetahui tindak pidana yang dilakukan Jero.
"Karena ketiga org itu adalah orang-orang yang ditugaskan untuk menangani keuangan maka dikonfirmasi bagaimana aturan pengelolaan keuangan di Kemenbudpar yang sekarang Kemenpar termausk mekanisme pemanfaanntanya," kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 7 April 2015 malam.
Dia menuturkan, kasus dugaan korupsi Kemenbudpar Jero ini masih terus dikembangkan. Keterangan dan informasi sejumlah saksi yang sudah disampaikan akan divalidasi. Nantinya hal tersebut akan digabungkan dengan data-data yang sudah ditemukan penyidik.
KPK juga terus menelusuri apakah ada dugaan keterlibatan pihak lain atau tidak. Tapi Priharsa tidak mau berspekulasi terlalu jauh. "Sampai hari ini belum ada," imbuhnya.
Priharsa melanjutkan, penyidik pun terus berusaha memastikan jumlah total anggaran menteri dan Kemenbudpar tahun anggaran 2008-2011, total dugaan korupsinya, dan total kerugian negara.
Hingga kini, dia belum menerima informasi tersebut. Lebih lanjut, penyidik masih akan memanggil sejumlah saksi lain dari unsur pejabat dan/atau mantan pejabat Kemenbudpar/Kemenparekraf/Kemenpar. Bisa juga dari pihak swasta. Sayangnya, Priharsa belum mengetahui nama-nama saksi itu.
"Tergantung kebutuhan penyidik kalau memang ada pejabat-pejabat yang dibutuhkan untuk dikonirmasi maka akan kita panggil. JW juga nanti akan tetap dipanggil sebagai tersangka" ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh, modus yang dilakukan Jero di antaranya yakni, menarik anggaran atau meminta atau menyuruh anak buahnya selama di Kemenbudpar untuk menambah anggaran operasinal khususnya dana operasional menteri.
Dana-dana tersebut ditarik dari sejumlah kegiatan atau berbagai macam pos yang ada. Nilanya hampir belasan miliar. Dikonfirmasi soal itu, Priharsa mengaku belum menerima informasi. "Belum, belum dapat," tegasnya.
Lebih lanjut ujar Priharsa, penyidik juga tetap mengembangkan kasus dugaan dugaan pemerasan dalam jabatan Jero selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar lebih dari Rp9,9 miliar.
Ada beberapa hal yang menjadi penekanan yakni, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan tersangkan, dan pengembangan pihak lainnya. Untuk dugaan keterlibatan pihak lain harus dilihat dengan ketersediaan alat bukti dan data yang diperoleh penyidik.
"Masih akan didalami dan dikembangkan. Praperadilan JW tidak mengentikan penyidikan," tandas Priharsa.
(maf)