PTUN Tolak Gugatan Duo Bali Nine

Selasa, 07 April 2015 - 11:06 WIB
PTUN Tolak Gugatan Duo...
PTUN Tolak Gugatan Duo Bali Nine
A A A
JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak permohonan gugatan perlawanan dua terpidana mati asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, atau yang dikenal dengan duo Bali Nine.

Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah memutuskan penolakan grasi Presiden sudah tepat dan benar untuk diteruskan. ”Mengadili, menolak gugatan perlawanan dari pelawan menetapkan menolak demi hukum. Pelawan menurut hukum harus ditolak,” ucap Ujang Abdullah saat membacakan putusan gugatan perlawanan duo Bali Nine di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, kemarin.

Dua terpidana mati tersebut juga dikenakan biaya perkara, masing-masing kepada Andrew Chan sebesar Rp49.500 dan Rp50.500 terhadap Myuran Sukumaran. Dengan demikian, keputusan ini menguatkan gugatan yang telah diajukan pada 24 Februari 2015.

Hakim Ujang Abdulah juga menyatakan bahwa Keppres Nomor 9/G tanggal 17 Januari 2015 atas nama Andrew Chan tidak bisa diadili oleh PTUN. Begitu juga dengan Keppres Nomor 32/G 17 Januari 2015 atas nama Myuran Sukumaran juga tidak bisa diadili sehingga pengajuan gugatan tidak dapat diterima oleh PTUN. ”Bahwa objek sengketa bukan bagian dari ranah PTUN. Pemberian grasi tidak bisa disengketakan,” katanya.

Proses di PTUN Jakarta ini jalan terakhir bagi dua terpidana mati itu untuk lolos dari eksekusi mati. Mereka mengajukan gugatan karena menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanggar prosedur ketika memutuskan menolak memberikan grasi. Sebelumnya PTUN menolak gugatan duo Bali Nine terkait penolakan grasi oleh Presiden Jokowi.

Atas putusan itu, dua terpidana mati ini pun mengajukan kembali gugatan perlawanan atas putusan PTUN. Mereka mendasarkan gugatan perlawanan pada Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN yang mengatur jika penetapan tidak dapat diterima, penggugat dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam waktu 14 hari setelah ada amar putusan.

Pasangan ini divonis hukuman mati pada 2005 karena terbukti menjadi otak dari upaya penyelundupan heroin dari Indonesia menuju Australia. Meski PTUN telah menyatakan menolak gugatan Chan dan Sukumaran, tidak berarti keduanya akan langsung menjalani eksekusi mati.

Dua terpidana mati ini hingga sekarang masih menunggu jadwal eksekusi di Pulau Nusakambangan. Pemerintah Indonesia masih menunggu rampungnya upaya hukum dari seluruh terpidana mati yang akan dieksekusi bersama dua terpidana ini. Nyaris semua terpidana mati sudah menempuh jalur hukum menjelang pelaksanaan eksekusi.

Pada awal Maret 2015, Mary Jane Viesta Veloso, terpidana mati kasus heroin seberat 2,6 kilogram yang juga warga negara Filipina, mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Namun, permohonan itu ditolak dan dia dipindahkan dari Yogyakarta ke Nusakambangan.

Selain Mary Jane, warga Prancis, Serge Arezki Atlaoui; warga Nigeria, Raheem Agbaje Salami; warga Brasil, Rodrigo Gularte; dan Zainal Abidin (WNI) juga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Sebagian di antaranya sudah diputus dan ditolak pengajuan PK-nya oleh MA.

Kuasa hukum duo Bali Nine, Todung Mulya Lubis, mengaku kecewa atas putusan PTUN ini. Meski demikian, Todung tidak akan menyerah dan terus mengupayakan pengampunan bagi Myuran dan Andrew.

”Putusan PTUN tentu jauh dari harapan kami, tapi ini bukanlah akhir dari upaya kami dalam memperjuangkan hak asasi dua terpidana. Selanjutnya kami akan menyiapkan langkahlangkah hukum lain untuk melindungi hak-hak klien kami. Besok kami akan mengajukan constitutional review ke MK. Kami akan tetap berupaya mencari keadilan yang belum kami dapatkan di PTUN Jakarta,” ungkap Todung melalui siaran pers yang diterima KORAN SINDO tadi malam.

Tim pengacara juga mengharapkan pemerintah untuk menghormati inisiatif terpidana untuk berubah mengingat keduanya telah menjalani proses rehabilitasi yang panjang setelah menjalani masa tahanan sekitar sepuluh tahun lamanya. ”Seberapa jauh lagi kita harus berupaya untuk meniadakan hukuman mati. Saya berharap kita bisa konsisten menghormati HAM sesuai dengan janji pemerintah pada masa kampanye,” ujar Todung.

Leonard Arpan Aritonang, anggota tim kuasa hukum duo Bali Nine lainnya, menyatakan, penolakan ini bukanlah akhir dari upaya tim kuasa hukum untuk mengupayakan pengampunan bagi dua terpidana.

”Kami siap berangkat ke Mahkamah Konstitusi. Kami sepakat bahwa meski mereka terpidana, mereka tetap berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya,” paparnya.

Hasyim ashari/Okezone
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0431 seconds (0.1#10.140)