Pajak Dipotong, Abbas Kecam Israel
A
A
A
RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengancam akan melaporkan Israel ke Mahkamah Internasional (ICC) karena menolak mengucurkan dana pajak senilai ratusan juta dolar.
Abbas meminta Israel menyerahkan seluruh dana pajak Palestina tanpa ada pemotongan dan tidak ada lagi pembekuan. Israel sengaja memainkan dana pajak yang dibayarkan rakyat Palestina. Tel Aviv ingin mengacaukan jalan pemerintahan Palestina.
Pemerintahan Zionis itu juga ingin menekan berbagai langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan, termasuk keanggotaan ICC. ”Kita menolak (dana pajak) karena Israel mengurangi sepertiga dari keseluruhan dana tersebut,” kata Abbas, dikutip AFP .
Israel telah mengirimkan dua pertiga dana pajak kepada Palestina. ”Kami ingin dana itu dikembalikan. Apakah mereka mengembalikannya secara penuh atau kita ke pengadilan atau ke ICC. Kami tidak menerima selain dari itu,” kata Abbas di Ramallah, Tepi Barat, Palestina.
Abbas mengungkapkan kasus kejahatan Israel yang dilaporkan ke ICC yakni perang di Gaza tahun lalu dan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. ”Kita akan mengajukan kasus itu ke pengadilan ICC,” ancam Abbas.
Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Israel melakukan pembayaran itu atas dasar pertimbangan kemanusiaan. ”Memburuknya situasi di Timur Tengah dan berkembangnya ekstremis membuat Israel harus bertindak secara bertanggung jawab dan adil,” kata dia.
Pengiriman dana pajak dan bea cukai Palestina yang tertunda itu setelah Israel ditekan komunitas internasional. Jumlah dana yang akan ditransfer senilai USD400 juta atau Rp5,18 triliun. Mengenai pemotongan dana, Israel mengatakan transfer dana pajak dipangkas untuk biaya beragam layanan untuk warga Palestina, termasuk listrik, air, dan rumah sakit.
Israel mengklaim pemangkasan telah diumumkan dua pekan lalu, bersamaan dengan keputusan untuk mengembalikan dana pajak ke Pemerintah Palestina. Pemerintah Israel memutuskan untuk menghentikan aliran transfer dana pajak kepada Pemerintah Palestina setelah Mahmoud Abbas menandatangani Statuta Roma guna bergabung dengan ICC pada Januari lalu.
Pada 1 April lalu Palestina secara resmi telah bergabung dengan ICC sebagai anggota ke-123. Sesuai kesepakatan damai sementara antara Pemerintah Israel dan Palestina pada 1994, Israel memungut pajak warga Palestina. Israel juga harus mengirimkan 10 juta dolar setiap bulan sebagai dana bea cukai untuk barang yang masuk ke pasar Palestina melalui pelabuhan negara Zionis itu.
Seharusnya, hasil pajak dan bea cukai itu ditransfer setiap bulan ke Pemerintah Palestina. Jumlah transfer setiap bulan rata-rata mencapai USD127 juta atau Rp1,64 triliun yang setara dengan dua-pertiga anggaran belanja Pemerintah Palestina. Jika dana dibekukan, konsekuensinya Palestina harus memangkas 40% gaji semua pegawai negeri.
Padahal, Palestina juga sedang mengalami defisit sebesar 15% produk domestik bruto (PDB) dan pengangguran mencapai 25%. Israel berulang menghentikan pengiriman dana pajak dan bea cukai itu. Tetapi, Israel hanya melakukan itu tidak lebih dari dua bulan, kecuali ketika Hamas memenangkan pemilu legislatif di Jalur Gaza pada 2006.
Akibat blokade dana itu, Pemerintah Palestina mengalami kesulitan membayar 180.000 pegawai negara yang membutuhkan USD200 juta (Rp2,59 triliun) per bulan. Sebelumnya menurut seorang pejabat senior Palestina, Mohammad Shtayyeh, mereka akan mengajukan gugatan hukum ke ICC pada 1 April lalu.
”Salah satu langkah penting adalah mengajukan gugatan terhadap Israel tentang perang Gaza pada 2014 dan pembangunan permukiman,” kata Shtayyeh, anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Palestina secara resmi bergabung dalam ICC. Langkah itu akan membuka peluang Palestina untuk mengajukan tuntutan eksekusi terhadap para pejabat dan tokoh Israel yang terlibat kejahatan perang.
Konsekuensi keanggotaan Palestina di ICC adalah semua kejahatan di wilayah Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza sejak 13 Juni 2014 bisa disidangkan di ICC.
Andika hendra m
Abbas meminta Israel menyerahkan seluruh dana pajak Palestina tanpa ada pemotongan dan tidak ada lagi pembekuan. Israel sengaja memainkan dana pajak yang dibayarkan rakyat Palestina. Tel Aviv ingin mengacaukan jalan pemerintahan Palestina.
Pemerintahan Zionis itu juga ingin menekan berbagai langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan, termasuk keanggotaan ICC. ”Kita menolak (dana pajak) karena Israel mengurangi sepertiga dari keseluruhan dana tersebut,” kata Abbas, dikutip AFP .
Israel telah mengirimkan dua pertiga dana pajak kepada Palestina. ”Kami ingin dana itu dikembalikan. Apakah mereka mengembalikannya secara penuh atau kita ke pengadilan atau ke ICC. Kami tidak menerima selain dari itu,” kata Abbas di Ramallah, Tepi Barat, Palestina.
Abbas mengungkapkan kasus kejahatan Israel yang dilaporkan ke ICC yakni perang di Gaza tahun lalu dan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. ”Kita akan mengajukan kasus itu ke pengadilan ICC,” ancam Abbas.
Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Israel melakukan pembayaran itu atas dasar pertimbangan kemanusiaan. ”Memburuknya situasi di Timur Tengah dan berkembangnya ekstremis membuat Israel harus bertindak secara bertanggung jawab dan adil,” kata dia.
Pengiriman dana pajak dan bea cukai Palestina yang tertunda itu setelah Israel ditekan komunitas internasional. Jumlah dana yang akan ditransfer senilai USD400 juta atau Rp5,18 triliun. Mengenai pemotongan dana, Israel mengatakan transfer dana pajak dipangkas untuk biaya beragam layanan untuk warga Palestina, termasuk listrik, air, dan rumah sakit.
Israel mengklaim pemangkasan telah diumumkan dua pekan lalu, bersamaan dengan keputusan untuk mengembalikan dana pajak ke Pemerintah Palestina. Pemerintah Israel memutuskan untuk menghentikan aliran transfer dana pajak kepada Pemerintah Palestina setelah Mahmoud Abbas menandatangani Statuta Roma guna bergabung dengan ICC pada Januari lalu.
Pada 1 April lalu Palestina secara resmi telah bergabung dengan ICC sebagai anggota ke-123. Sesuai kesepakatan damai sementara antara Pemerintah Israel dan Palestina pada 1994, Israel memungut pajak warga Palestina. Israel juga harus mengirimkan 10 juta dolar setiap bulan sebagai dana bea cukai untuk barang yang masuk ke pasar Palestina melalui pelabuhan negara Zionis itu.
Seharusnya, hasil pajak dan bea cukai itu ditransfer setiap bulan ke Pemerintah Palestina. Jumlah transfer setiap bulan rata-rata mencapai USD127 juta atau Rp1,64 triliun yang setara dengan dua-pertiga anggaran belanja Pemerintah Palestina. Jika dana dibekukan, konsekuensinya Palestina harus memangkas 40% gaji semua pegawai negeri.
Padahal, Palestina juga sedang mengalami defisit sebesar 15% produk domestik bruto (PDB) dan pengangguran mencapai 25%. Israel berulang menghentikan pengiriman dana pajak dan bea cukai itu. Tetapi, Israel hanya melakukan itu tidak lebih dari dua bulan, kecuali ketika Hamas memenangkan pemilu legislatif di Jalur Gaza pada 2006.
Akibat blokade dana itu, Pemerintah Palestina mengalami kesulitan membayar 180.000 pegawai negara yang membutuhkan USD200 juta (Rp2,59 triliun) per bulan. Sebelumnya menurut seorang pejabat senior Palestina, Mohammad Shtayyeh, mereka akan mengajukan gugatan hukum ke ICC pada 1 April lalu.
”Salah satu langkah penting adalah mengajukan gugatan terhadap Israel tentang perang Gaza pada 2014 dan pembangunan permukiman,” kata Shtayyeh, anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Palestina secara resmi bergabung dalam ICC. Langkah itu akan membuka peluang Palestina untuk mengajukan tuntutan eksekusi terhadap para pejabat dan tokoh Israel yang terlibat kejahatan perang.
Konsekuensi keanggotaan Palestina di ICC adalah semua kejahatan di wilayah Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza sejak 13 Juni 2014 bisa disidangkan di ICC.
Andika hendra m
(ftr)