Penjelasan Menpan RB Soal Pejabat Dapat Uang Muka Mobil
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi menegaskan tidak semua pejabat mendapat uang muka mobil. Pemerintah akan selektif menentukan pejabat mana yang memenuhi syarat.
Yuddy mengatakan, untuk menjamin efisiensi anggaran belanja negara maka pemberian uang muka mobil pejabat akan diperketat. Nantinya akan diberlakukan syarat yang ketat dalam teknis pelaksanaannya. Oleh karenanya, tidak semua pejabat akan menerima uang muka karena akan diseleksi kembali.
"Saya kira pelaksanaannya nanti selektif. Pejabat negara yang menerima fasilitas uang muka adalah yang benar-benar memenuhi persyaratan. Semua harus berpegangan pada prinsip efisiensi. Karena itu akan dirumuskan syarat-syaratnya agar akuntabel," katanya dalam siaran pers kepada Sindonews, Minggu (5/4/2015).
Yuddy tidak menampik kebijakan tersebut menuai kritik dari masyarakat di tengah adanya kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Dia menekankan, kritis itu bagus tinggal bagaimana kita menyikapinya dari sisi moral etik karena dari sisi hukum tidak ada persoalan.
Karena itu, Yuddy berpendapat, kuncinya ada dalam pelaksanaan kebijakan dan itu dikembalikan kepada moral etik para pejabat negara yang bersangkutan.
Sebagaimana diketahui pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68/ 2010 Tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Dimana pemberian fasilitas uang muka kendaraan dimaksud berubah, dari Rp116.500.000 menjadi Rp210.890.000.
Terbitnya Peraturan Presiden tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Ketua DPR RI Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015, tanggal 5 Januari 2915, yang meminta dilakukan revisi besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan.
Dengan alasan meningkatnya harga kendaraan dan dalam rangka penyesuaian kendaraan dinas bagi pejabat negara. Lembaga negara tersebut meliputi DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan KY.
Yuddy membantah jika presiden yang mengusulkan adanya uang muka itu karena kebijakan ini berawal dari permintaan DPR. Sementara presiden kemudian menyetujui dan membuat peraturan presiden karena ingin menghormati usulan legislatif tersebut.
Menurutnya regulasi yang dibuat presiden tersebut merupakan hal normatif dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, sebagaimana berlaku juga dalam pengangkatan pejabat negara yang dipilih melalui mekanisme di DPR yang kemudian ditetapkan oleh presiden.
Dia juga menegaskan, keputusan presiden menyetujui usulan tersebut, dengan pertimbangan lebih hemat daripada mengganti seluruh kendaraan dinas pejabat negara yang jumlahnya cukup banyak.
"Nilai pemberian fasilitas uang muka kendaraan tersebut sudah melalui pengkajian di Kementerian Keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan negara. Jumlahnya sekira Rp158 miliar dari Rp2.039 triliun APBN TA 2015, atau kurang lebih 0,0078%," pungkasnya.
Di sisi lain, Yuddy meminta agar masyarakat mensikapi dan merespons persoalan ini secara proporsional dalam koridor tata pemerintahan yang baik. Bahwa selain efisiensi, hal yang harus diperhatikan adalah efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Sepanjang pemberian fasilitas kepada pejabat negara tersebut akuntabel dan benar-benar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas, tentu harus disikapi secara bijak dan proporsional," pungkas Yuddy.
Yuddy mengatakan, untuk menjamin efisiensi anggaran belanja negara maka pemberian uang muka mobil pejabat akan diperketat. Nantinya akan diberlakukan syarat yang ketat dalam teknis pelaksanaannya. Oleh karenanya, tidak semua pejabat akan menerima uang muka karena akan diseleksi kembali.
"Saya kira pelaksanaannya nanti selektif. Pejabat negara yang menerima fasilitas uang muka adalah yang benar-benar memenuhi persyaratan. Semua harus berpegangan pada prinsip efisiensi. Karena itu akan dirumuskan syarat-syaratnya agar akuntabel," katanya dalam siaran pers kepada Sindonews, Minggu (5/4/2015).
Yuddy tidak menampik kebijakan tersebut menuai kritik dari masyarakat di tengah adanya kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Dia menekankan, kritis itu bagus tinggal bagaimana kita menyikapinya dari sisi moral etik karena dari sisi hukum tidak ada persoalan.
Karena itu, Yuddy berpendapat, kuncinya ada dalam pelaksanaan kebijakan dan itu dikembalikan kepada moral etik para pejabat negara yang bersangkutan.
Sebagaimana diketahui pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68/ 2010 Tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Dimana pemberian fasilitas uang muka kendaraan dimaksud berubah, dari Rp116.500.000 menjadi Rp210.890.000.
Terbitnya Peraturan Presiden tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Ketua DPR RI Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015, tanggal 5 Januari 2915, yang meminta dilakukan revisi besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan.
Dengan alasan meningkatnya harga kendaraan dan dalam rangka penyesuaian kendaraan dinas bagi pejabat negara. Lembaga negara tersebut meliputi DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan KY.
Yuddy membantah jika presiden yang mengusulkan adanya uang muka itu karena kebijakan ini berawal dari permintaan DPR. Sementara presiden kemudian menyetujui dan membuat peraturan presiden karena ingin menghormati usulan legislatif tersebut.
Menurutnya regulasi yang dibuat presiden tersebut merupakan hal normatif dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, sebagaimana berlaku juga dalam pengangkatan pejabat negara yang dipilih melalui mekanisme di DPR yang kemudian ditetapkan oleh presiden.
Dia juga menegaskan, keputusan presiden menyetujui usulan tersebut, dengan pertimbangan lebih hemat daripada mengganti seluruh kendaraan dinas pejabat negara yang jumlahnya cukup banyak.
"Nilai pemberian fasilitas uang muka kendaraan tersebut sudah melalui pengkajian di Kementerian Keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan negara. Jumlahnya sekira Rp158 miliar dari Rp2.039 triliun APBN TA 2015, atau kurang lebih 0,0078%," pungkasnya.
Di sisi lain, Yuddy meminta agar masyarakat mensikapi dan merespons persoalan ini secara proporsional dalam koridor tata pemerintahan yang baik. Bahwa selain efisiensi, hal yang harus diperhatikan adalah efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Sepanjang pemberian fasilitas kepada pejabat negara tersebut akuntabel dan benar-benar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas, tentu harus disikapi secara bijak dan proporsional," pungkas Yuddy.
(kri)