Rancangan Pergub APBD Belum Rasional

Jum'at, 03 April 2015 - 08:56 WIB
Rancangan Pergub APBD Belum Rasional
Rancangan Pergub APBD Belum Rasional
A A A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta masih belum rasional.

Alasannya, rancangan pergub tersebut masih belum mengutamakan belanja pelayanan publik. ”Kita bukan ingin meniadakan. Tidak. Sekarang yang kita cari adalah proporsionalitas. Kepatutan kewajaran dan rasionalitas,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Reydonnyzar Moenek saat acara Klarifikasi Rancangan Pergub APBD DKI Jakarta di Kemendagri kemarin.

Salah satu mata anggaran APBD DKI yang menjadi sorotan adalah belanja pegawai. Pria yang akrab disapa Donny ini mengatakan, sebelumnya Kemendagri telah mengingatkan bahwa besaran belanja pegawai Rp19,02 triliun tidak rasional. Namun bukannya diturunkan, dalam rancangan pergub malah dinaikkan besarannya. ”Katakanlah belanja pegawai pada awalnya Rp19,02 triliun di rancangan pergub.

Tapi, di rancangan pergub malah naik lagi Rp500 miliar. Karena ada upah pungut. Jadi, sekitar Rp19,8 triliun. Padahal, pada evaluasi terdahulu sudah kita bilang ini tidak wajar dan tidak rasional,” ujar mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri ini. Besaran belanja pegawai tersebut tidak sebanding dengan belanja pelayanan publik. Misalnya, anggaran pendidikan DKI pernah mencapai 25,2% dari total APBD.

Tetapi, tahun ini Pemprov DKI Jakarta hanya menganggarkan sekitar 21%. ”Kenapa itu tidak kita naikkan? Meskipun, itu sudah mencapai rata-rata nasional yakni 20%. Pendidikan kita minta naikkan,” tandasnya. Sorotan lainnya pada pos anggaran kesehatan. Kemendagri menilai Pemprov DKI Jakarta tetap konsisten, yakni sebesar 13%.

Meski telah melebihi standar anggaran kesehatan yakni 10%, dengan kemampuan keuangan yang cukup besar, seharusnya bisa ditambah. ”Kenapa tidak dari belanja pegawai itu untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, termasuk infrastruktur,” ungkapnya. Tidak hanya itu, anggaran infrastruktur pun tak luput dari evaluasi.

Apalagi, anggaran infrastruktur DKI Jakarta dari tahun ke tahun mengalami penurunan. ”Pada 2013 pernah 44,75% belanja modal untuk infrastruktur. 2014 turun menjadi 40%. Tahun ini turun lagi menjadi 32%. Kenapa tidak kita naikkan belanja infrastruktur dan belanja modal supaya lebih mengena,” tegasnya. Donny mencontohkan, dalam penanggulangan banjir, Pemprov DKI Jakarta hanya menganggarkan Rp5,3 triliun.

Anggaran ini jauh lebih kecil dibandingkan belanja pegawai. Kemudian, anggaran jalan hanya sekitar Rp2,9 triliun. ”Sementara, Rp4,1 triliun hanya untuk belanja jasa kantor. Beli meja lagi, komputer lagi. Lebih besar dari anggaran jalan. Ini kan tidak rasional,” ujarnya. Meski anggaran belanja pegawai sangat besar, Donny menyatakan tidak ada larangan soal hal itu.

Namun, harus proporsional sesuai dengan tingkat kelayakan hidup di Jakarta. Dia menekankan, prinsip belanja harus diperbesar untuk pelayanan publik. ”Kita hitung kewajaran dan kepatutannya. Fiskal Pemprov DKI tinggi tapi tidak hanya untuk memperbesar belanja pegawai. Boleh, tapi harus rasional,” imbuhnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, dalam tahapan klarifikasi ini SKPD akan menjelaskan apa saja yang dievaluasi Kemendagri. Maka dari itu, dalam rapat klarifikasi, Ahok meminta tiap SKPD hadir. ”Ini kan evaluasi, makanya kita butuh SKPD hadir. Kita harus tanya alasan kamu apa,” ujarnya.

Misalnya terkait kecilnya anggaran di Dinas Tata Air dan Dinas Bina Marga, padahal kerusakan jalan di Ibu Kota sangat banyak. ”Saya mau satu tahun selesai. Kalau butuh Rp5 triliun atau Rp6 triliun kita kasih, yang penting semuanya selesai,” tegasnya. Terkait dengan anggaran pendidikan yang semakin kecil, Ahok mengatakan, kepala sekolah banyak takut menjadi pimpinan proyek pembangunan sekolah.

Maka, anggarannya minta dipindahkan ke Dinas PerumahandanGedungPemda. Adapun soal besarnya belanja pegawai, Ahok beralasan bahwa tidak ada lagi penitipan dalam belanja barang dan jasa. Namun terkait besarnya anggaran belanja jasa kantor, Ahok pun mengaku heran.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, kehadirannya dalam rapat klarifikasi sebagai bentuk menjalankan fungsi pengawasan. Sejauh ini dia merasa puas dengan klarifikasi ini. ”Intinya, jangan sampai kejadian sebelumnya terulang. Ke depan, prinsipnya memanfaatkan APBD yang ada untuk masyarakat Jakarta. Apalagi, ini sudah lama tertunda pelaksanaannya,” katanya.

Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6776 seconds (0.1#10.140)