Pengesahan FPG Bukan Kewenangan Pimpinan DPR
A
A
A
JAKARTA - Kondisi status quo Fraksi Partai Golkar (FPG) kemungkinan bakal berlangsung lama. Pimpinan DPR mengisyaratkan tidak akan mengambil keputusan mengenai kubu mana yang sah, apakah FPG versi Munas Bali atau FPG versi Munas Ancol.
Kemarin DPR menggelar rapat pimpinan (rapim) guna membahas konflik dua kubu FPG ini. Hasil rapat tersebut menyimpulkan sah atau tidaknya fraksi bukan kewenangan pimpinan DPR untuk memutuskan. Konflik FPG menjadi perhatian pimpinan DPR, terutama setelah terjadi perebutan ruang fraksi oleh FPG kubu Munas Bali yang dipimpin Ketua Ade Komarudin dan Sekretaris Bambang Soesatyo dengan FPG kubu Munas Ancol yang dipimpin Ketua Agus Gumiwang Kartasasmita dan Sekretaris Fayakhun Andriadi.
Berdasarkan mediasi oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Senin (30/3) malam, dua kubu menyepakati untuk tidak saling berebut ruang fraksi. Selain itu, dua kubu juga sepakat menunggu rapat paripurna DPR pada Kamis (2/4) untuk mengetahui kubu mana yang sah mengendalikan FPG. Pada rapat paripurna nanti, rencananya dibacakan surat kubu Munas Ancol mengenai susunan FPG versi mereka.
Seusai rapim kemarin, Fadli Zon mengatakan saat ini ada beberapa surat yang masuk pimpinan DPR mengenai kepengurusan FPG, yakni surat dari DPP Partai Golkar yang ditandatangani Aburizal Bakrie (ARB)-Idrus Marham, surat DPP Partai Golkar yang ditandatangani Agung Laksono-Zainuddin Amali, dan surat dari Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang baru masuk kemarin.
Menurut Fadli, pada dasarnya mekanisme pergantian kepemimpinan fraksi hal biasa dan bersifat administratif. Namun mengingat ada persengketaan di internal Golkar, pimpinan DPR harus melihat waktu yang tepat dan tidak ingin dipersalahkan lantaran buruburu memutuskan. “Masalahnya, ada dua surat dan ada dua pihak. Kami melihat apakah ini akan menimbulkan masalah baru atau tidak. Ini menjadi pertimbangan, kita pikirkan untuk menunggu persoalan (konflik Golkar) ini selesai,” kata Fadli.
Namun demikian, kata dia, pimpinan DPR belum memutuskan apapun mengenai penyelesaian dualisme FPG tersebut, sehingga surat-surat yang masuk ke pimpinan akan dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis (2/4) guna mendapatkan masukan dan pertimbangan dari para fraksi. “Dan selama belum ada keputusan soal itu maka yang berlaku adalah pimpinan sekarang (Ade Komarudin-Bambang Soesatyo),” tandasnya.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, fraksi bukan masuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD), melainkan kepanjangan partai di parlemen. “Jadi bukan kapasitas Dewan untuk menentukan siapa (fraksi) yang sah atau tidak,” kata Taufik pada kesempatan sama. Dengan begitu, lanjut Taufik, karena bukan kapasitas pimpinan DPR untuk menentukan maka pimpinan menyepakati untuk melihat sejumlah aspek.
DPR juga melihat ada novum baru dengan diserahkannya surat penjelasan dari Ketua MPG Muladi mengenai keputusan mahkamah yang menjadi acuan Menkumham dalam mengesahkan Golkar versi Munas Ancol. Taufik menegaskan, intinya pimpinan DPR tidak berwenang menentukan pihak mana yang sah atau tidak sah. Rapat paripurna juga tidak bisa menentukan lewat voting karena itu bukan ranah dan kewenangan DPR.
Pengadilan Minta Mediasi
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara meminta DPP Partai Golkar versi Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB) selaku penggugat melakukan mediasi dengan para tergugat, yakniDPPPartaiGolkar versi Munas Ancol. Keputusan mediasi ini dibacakan majelis hakim pada sidang lanjutan sengketa kepengurusan Partai Golkar yang digelar di PN Jakarta Utara kemarin.
Menurut Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi, ketentuan Pasal 130 HIR yang diadopsi Perma Nomor 1 Tahun 2008, acara berikutnya adalah mediasi. “Jadi mediasi ini waktunya 40 hari,” ujarnya. Kuasa hukum kubu ARB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dalam sidang perdana kemarin hadir kuasa hukum penggugat maupun tergugat.
Namun ketika diberikan waktu mediasi, belum tercapai kesepakatan apapun, sehingga sidang mediasi akan dilanjutkan dua pekan lagi. "Kalau mediasi gagal, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan serta jawabmenjawab antara penggugat dan para tergugat," jelas Yusril.
Kiswondari/ Sucipto
Kemarin DPR menggelar rapat pimpinan (rapim) guna membahas konflik dua kubu FPG ini. Hasil rapat tersebut menyimpulkan sah atau tidaknya fraksi bukan kewenangan pimpinan DPR untuk memutuskan. Konflik FPG menjadi perhatian pimpinan DPR, terutama setelah terjadi perebutan ruang fraksi oleh FPG kubu Munas Bali yang dipimpin Ketua Ade Komarudin dan Sekretaris Bambang Soesatyo dengan FPG kubu Munas Ancol yang dipimpin Ketua Agus Gumiwang Kartasasmita dan Sekretaris Fayakhun Andriadi.
Berdasarkan mediasi oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Senin (30/3) malam, dua kubu menyepakati untuk tidak saling berebut ruang fraksi. Selain itu, dua kubu juga sepakat menunggu rapat paripurna DPR pada Kamis (2/4) untuk mengetahui kubu mana yang sah mengendalikan FPG. Pada rapat paripurna nanti, rencananya dibacakan surat kubu Munas Ancol mengenai susunan FPG versi mereka.
Seusai rapim kemarin, Fadli Zon mengatakan saat ini ada beberapa surat yang masuk pimpinan DPR mengenai kepengurusan FPG, yakni surat dari DPP Partai Golkar yang ditandatangani Aburizal Bakrie (ARB)-Idrus Marham, surat DPP Partai Golkar yang ditandatangani Agung Laksono-Zainuddin Amali, dan surat dari Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang baru masuk kemarin.
Menurut Fadli, pada dasarnya mekanisme pergantian kepemimpinan fraksi hal biasa dan bersifat administratif. Namun mengingat ada persengketaan di internal Golkar, pimpinan DPR harus melihat waktu yang tepat dan tidak ingin dipersalahkan lantaran buruburu memutuskan. “Masalahnya, ada dua surat dan ada dua pihak. Kami melihat apakah ini akan menimbulkan masalah baru atau tidak. Ini menjadi pertimbangan, kita pikirkan untuk menunggu persoalan (konflik Golkar) ini selesai,” kata Fadli.
Namun demikian, kata dia, pimpinan DPR belum memutuskan apapun mengenai penyelesaian dualisme FPG tersebut, sehingga surat-surat yang masuk ke pimpinan akan dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis (2/4) guna mendapatkan masukan dan pertimbangan dari para fraksi. “Dan selama belum ada keputusan soal itu maka yang berlaku adalah pimpinan sekarang (Ade Komarudin-Bambang Soesatyo),” tandasnya.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, fraksi bukan masuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD), melainkan kepanjangan partai di parlemen. “Jadi bukan kapasitas Dewan untuk menentukan siapa (fraksi) yang sah atau tidak,” kata Taufik pada kesempatan sama. Dengan begitu, lanjut Taufik, karena bukan kapasitas pimpinan DPR untuk menentukan maka pimpinan menyepakati untuk melihat sejumlah aspek.
DPR juga melihat ada novum baru dengan diserahkannya surat penjelasan dari Ketua MPG Muladi mengenai keputusan mahkamah yang menjadi acuan Menkumham dalam mengesahkan Golkar versi Munas Ancol. Taufik menegaskan, intinya pimpinan DPR tidak berwenang menentukan pihak mana yang sah atau tidak sah. Rapat paripurna juga tidak bisa menentukan lewat voting karena itu bukan ranah dan kewenangan DPR.
Pengadilan Minta Mediasi
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara meminta DPP Partai Golkar versi Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB) selaku penggugat melakukan mediasi dengan para tergugat, yakniDPPPartaiGolkar versi Munas Ancol. Keputusan mediasi ini dibacakan majelis hakim pada sidang lanjutan sengketa kepengurusan Partai Golkar yang digelar di PN Jakarta Utara kemarin.
Menurut Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi, ketentuan Pasal 130 HIR yang diadopsi Perma Nomor 1 Tahun 2008, acara berikutnya adalah mediasi. “Jadi mediasi ini waktunya 40 hari,” ujarnya. Kuasa hukum kubu ARB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dalam sidang perdana kemarin hadir kuasa hukum penggugat maupun tergugat.
Namun ketika diberikan waktu mediasi, belum tercapai kesepakatan apapun, sehingga sidang mediasi akan dilanjutkan dua pekan lagi. "Kalau mediasi gagal, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan serta jawabmenjawab antara penggugat dan para tergugat," jelas Yusril.
Kiswondari/ Sucipto
(bbg)