Perundingan Nuklir Iran Alot

Selasa, 31 Maret 2015 - 09:46 WIB
Perundingan Nuklir Iran Alot
Perundingan Nuklir Iran Alot
A A A
LAUSANNE - Menjelang tenggat waktu 31 Maret (hari ini), perundingan program nuklir Iran masih menemui banyak persolan dan berjalan alot. Perundingan ini dihadiri Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) John Kerry, Menlu Inggris Philip Hammond, Menlu China Wang Yi, Menlu Prancis Laurent Fabius, Menlu Rusia Sergei Lavrov, dan Menlu Jerman Frank Walter.

Enam negara yang dikenal P5+1 berunding dengan Menlu Iran Javad Zarif di Lausanne, Swiss, kemarin. Mereka membahas berbagai kesepakatan agar Teheran tidak mengembangkan senjata nuklir. Javad Zarif masih bekerja keras untuk mencapai kesepakatan dengan negara P5+1 itu. Perkembangan perundingan sudah berjalan positif. Namun, perundingan itu belum menemui titik temu.

AS, Inggris, China, Prancis, dan Rusia, dan Jerman masih belum puas. Sedangkan pemimpin negosiasi nuklir Iran, Abbas Araghchi, mengungkapkan mereka dalam ”tahap akhir”. Namun, Araghchi menjelaskan perundingan memang sangat sulit. Di tengah kebuntuan perundingan itu, Araghachi tetap berusaha mencapai kesepakatan. ”Solusi tentang beberapa pertanyaan telah ditemukan. Kita masih bekerja untuk menyelesaikan dua atau tiga isu lain,” katanya.

Menurut Menlu Jerman Frank Walter, perundingan berjalan menegangkan. Perundingan ini untuk mencari solusi terbaik, sekaligus memastikan Iran tidak memanfaatkan program nuklir mereka menjadi senjata pemusnah massal. ”Setelah negosiasi selama 18 bulan, perundingan nuklir berada pada permainan akhir. (Untuk mencapai) beberapa meter akhir ada banyak kesulitan.

Beberapa mengalami kemajuan dan beberapa mengalami kemunduran pada jam-jam terakhir perundingan,” ungkap dia, dikutip AFP. Sementara seorang diplomat Barat mengungkapkan tiga hal yang harus diselesaikan dalam kesepakatan nuklir Iran. Namun, tiga perbedaan itu belum dapat dijembatani.

”Isu paling sulit berkaitan dengan durasi batasan aktivitas nuklir untuk fase 10 tahun, pencabutan sanksi PBB dan pembahasan (sanksi atas) ketidakpatuhan Teheran,” kata diplomat yang enggan disebutkan namanya. Dia mengungkapkan, jika tiga hal itu bersatu, ada momen untuk mengatakan persetujuan atau tidak mengenai kesepakatan nuklir. Iran sudah berulang mengatakan mereka tidak mengembangkan senjata nuklir.

Mereka hanya memanfaatkan program nuklir untuk keperluan energi dan teknologi. Meski demikian, negara P5+1 tetap khawatir dan memilih tidak mudah percaya sebelum itu dapat dikonfirmasi. Sampai sekarang diskusi itu masih menemui jalan buntu. Negara P5+1 bahkan mengatakan perundingan bisa saja gagal. P5+1 berharap Iran menghentikan program nuklir sedikitnya selama 10-15 tahun.

Iran kembali membantah dan berharap sanksi internasional yang dibebankan kepada mereka segera dicabut. Namun, tuntutan itu tidak akan mudah dipenuhi P5+1. ”Setelah 15 tahun mereka boleh melakukan apa pun yang mereka mau dengan program nuklir,” kata diplomat Barat, dilansir CNN . ”Kami akan lihat jika mereka siap menelan apa yang kami ajukan. Kami tidak meminta mereka untuk pasif, tapi mereka selalu memiliki keinginan yang lebih dari yang kami tetapkan,” sambungnya.

Para petinggi negara P5+1 mengatakan proses perundingan masih belum mencapai 100%. Namun, beberapa pejabat mengatakan, Iran mulai memperlihatkan sikap kooperatif. Mereka mau mengurangi jumlah sentrifugal hingga kurang dari 6.000. Mereka juga menitipkan sebagian besar pasok uranium ke Rusia untuk disimpan. Negara-negara adidaya juga mempertimbangkan skenario lain.

Iran boleh mengembangkan program nuklir yang ada di fasilitas bawah tanah untuk tujuan medis, tapi dalam pengayaan uranium yang terbatas dan diawasi ketat. ”Kami berada di sini karena kami yakin kesepakatan akan tercapai,” kata Menlu Inggris Philip Hammond, dikutip BBC . Drama perundingan nuklir Iran itu dimainkan Rusia. Menlu Rusia Sergei Lavrov meninggalkan perundingan itu kemarin.

Dia akan kembali mengikuti perundingan hari ini. Itu pun jika perundingan tersebut menyisakan peluang kesepakatan yang realistis. ”Barangkali kalau ada peluang untuk mencapai kesepakatan, dia akan kembali besok (hari ini),” ujar juru bicara Maria Zkharova. Perundingan ini berlangsung alot karena Iran juga memiliki tuntutan. Mereka ingin meneruskan penelitian sentrifugal yang lebih canggih.

Namun, aturan tersebut kembali bertabrakan dengan kekhawatiran akan terbentuknya senjata nuklir. ”Perundingan ini sebagai sebuah pengertian,” kata Menlu AS John Kerry. Dari Tel Aviv, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin memperingatkan kekuatan Barat bahwa segala kesepakatan nuklir dengan Iran akan menjadi ”hadiah” bagi Teheran atas ”agresi” militer mereka di Yaman.

”Kesepakatan yang sedang diformulasikan di Lausanne, Swiss, mengirimkan pesan kalau tidak ada harga bagi agresi dan sebaliknya, agresi Iran akan diberikan hadiah,” kata Netanyahu. Israel sangat tidak suka dengan sikap Teheran yang mendukung pemberontak Syiah Houthi di Yaman. Netanyahu mengungkapkan, Israel sebagai negara moderat dan bertanggung jawab di Timur Tengah, akan menjadi pemerintahan pertama yang terluka akibat kesepakatan nuklir itu.

”Satu (pihak) tidak mengetahui kalau pasukan yang didukung Iran terus berperang di Yaman. Di Lausanne, mereka menutup mata atas agresi itu,” katanya. Bukan hanya Israel yang sangat memberikan kekecewaan atas perundingan nuklir Iran itu. Kubu oposisi pemerintahan Presiden AS Barack Obama, Partai Republik, mengungkapkan kesepakatan yang didebatkan itu sangat berbahaya.

”Saya hanya tidak paham kenapa kita akan menandatangani kesepakatan dengan sekelompok orang yang tidak memiliki niat untuk menjaga dunia mereka,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS John Boehner dari Republik.

Muh shamil
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5108 seconds (0.1#10.140)