LKBH Andalas Nilai Hakim Sarpin Keliru Tafsirkan KUHAP
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Andalas, Sumatera Barat membeberkan hasil kajian eksaminasi atas putusan praperadilan Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Pengurus LKBH Khairul Fahmi mengatakan, dari tujuh hakim eksaminasi yang ditunjuk, satu hakim menyatakan berbeda pendapat. Sisanya berpendapat, putusan Sarpin bertentangan dengan norma hukum dalam KUHAP.
Fahmi mengemukakan, putusan Sarpin soal praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dianggap salah menafsirkan KUHAP, sehingga proses penetapan dimasukkan dalam objek praperadilan.
"Tidak hanya penyitaan dan penggeledahan saja. Ada perluasan makna upaya paksa. Itu yang mendasari dia dalam mengambil putusan," ujar Fahmi di Bakoel Koffe, Cikini, Jakarta, Selasa (30/3/2015).
Menurut dia, kajian eksaminasi menyimpulkan bahwa perihal upaya paksa tidak bisa ditafsirkan sesuai keinginan hakim. Katanya, upaya paksa hanya bisa ditafsirkan secara fisik. "Penetapan tersangka tidak upaya paksa," jelasnya.
Terkait Budi Gunawan yang ditafsirkan bukan sebagai penegak hukum, kata Fahmi, Sarpin tak menggunakan Undang-undang Kehakiman secara jelas.
Kemudian soal status Budi Gunawan yang dianggap bukan pejabat negara, dinilai dalam kapasitas sebagai Kabiro Lemdikpol Polri. Sehingga, Budi Gunawan dikategorikan penyelenggara negara. "Ini keliru dan tidak seharusnya dilakukan hakim," tambahnya.
Selain itu, kasus dugaan rekening mencurigakan yang menjerat Budi Gunawan dianggap mempunyai dimensi hukum yang mempengaruhi masyarakat. Sehingga saat penetapan tersangka dibatalkan disinyalir berakibat pada unsur meresahkan masyarakat.
"Yang dianggap meresahkan kasusnya, bukan orangnya. Ini kekeliruan yang sangat jelas," pungkasnya.
Pengurus LKBH Khairul Fahmi mengatakan, dari tujuh hakim eksaminasi yang ditunjuk, satu hakim menyatakan berbeda pendapat. Sisanya berpendapat, putusan Sarpin bertentangan dengan norma hukum dalam KUHAP.
Fahmi mengemukakan, putusan Sarpin soal praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dianggap salah menafsirkan KUHAP, sehingga proses penetapan dimasukkan dalam objek praperadilan.
"Tidak hanya penyitaan dan penggeledahan saja. Ada perluasan makna upaya paksa. Itu yang mendasari dia dalam mengambil putusan," ujar Fahmi di Bakoel Koffe, Cikini, Jakarta, Selasa (30/3/2015).
Menurut dia, kajian eksaminasi menyimpulkan bahwa perihal upaya paksa tidak bisa ditafsirkan sesuai keinginan hakim. Katanya, upaya paksa hanya bisa ditafsirkan secara fisik. "Penetapan tersangka tidak upaya paksa," jelasnya.
Terkait Budi Gunawan yang ditafsirkan bukan sebagai penegak hukum, kata Fahmi, Sarpin tak menggunakan Undang-undang Kehakiman secara jelas.
Kemudian soal status Budi Gunawan yang dianggap bukan pejabat negara, dinilai dalam kapasitas sebagai Kabiro Lemdikpol Polri. Sehingga, Budi Gunawan dikategorikan penyelenggara negara. "Ini keliru dan tidak seharusnya dilakukan hakim," tambahnya.
Selain itu, kasus dugaan rekening mencurigakan yang menjerat Budi Gunawan dianggap mempunyai dimensi hukum yang mempengaruhi masyarakat. Sehingga saat penetapan tersangka dibatalkan disinyalir berakibat pada unsur meresahkan masyarakat.
"Yang dianggap meresahkan kasusnya, bukan orangnya. Ini kekeliruan yang sangat jelas," pungkasnya.
(kri)