Germanwings Bisa Digugat
A
A
A
PARIS - Keluarga penumpang Germanwings dapat mengajukan gugatan tanpa batasan karena kopilot sengaja menabrakkan pesawat ke Pegunungan Alpen, Prancis.
Pihak Lufthansa, perusahaan induk Germanwings, diprediksi tidak hanya mengeluarkan USD156.785 (Rp2,05 miliar), tetapi harus membayar lebih sesuai dengan gugatan keluarga penumpang. “Dari perspektif maskapai penerbangan, sangat sulit. Tidak ada pembelaan yang dapat digunakan,” kata George Leloudas, pakar hukum penerbangan Universitas Swansea, Inggris. “Itulah kenapa Anda (maskapai penerbangan) harus membeli asuransi,” tambahnya.
Para penyidik menyimpulkan bahwa kecelakaan Germanwings disebabkan kopilot Andreas Lubitz, 27, menjatuhkan pesawat ke Pegunungan Alpen. Otoritas juga meyakini Lubitz mengalami gangguan kejiwaan dan menyembunyikan penyakitnya. Germanwings dianggap bersalah dan lalai karena membiarkan kopilot yang mengalami gangguan jiwa lolos seleksi untuk menerbangkan pesawat.
“Kita yakin sedikitnya USD1 miliar (Rp13,07 triliun) asuransi bagi Germanwings,” kata James Healy-Pratt, pengacara penerbangan di London. “Kita menilai kompensasi yang akan diberikan senilai USD350 juta (Rp4,57 triliun),” tambahnya.
Asuransi tetap akan dibayarkan meskipun ada tindakan kriminal yang dilakukan kopilot. Untuk menghindari gugatan penumpang, maskapai penerbangan harus membuktikan bahwa kecelakaan bukan disebabkan “keteledoran atau tindakan yang salah” para pekerjanya. Itu sesuai dengan Pasal 21 Konvensi Montreal 1999 yang mengikat semua maskapai di seluruh dunia.
Germanwings akan sangat sulit menghindari gugatan karena Lubitz dikabarkan sengaja menjatuhkan pesawat. “Lebih atau kurang, kamu (Germanwings) akan mengalami kerugian keuangan tanpa batas,” ujar Marco Abate, pengacara penerbangan asal Jerman, seperti dikutip Independent.
Carsten Spohr, CEO Lufthansa, mengungkapkan maskapainya akan menghargai kewajiban pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan kesepakatan internasional. Maskapai penerbangan Jerman itu berjanji tidak akan ingkar janji dan memenuhi segala hak keluarga penumpang pesawat.
Sementara itu keluarga penumpang mengajukan gugatan terhadap Germanwings karena dinilai tidak memiliki pilot yang layak dan memberikan jaminan keselamatan. Ayah salah satu penumpang pesawat Airbus A320, Philip Bramle, mengungkapkan para korban seharusnya tidak boleh dilupakan.
Philip merupakan ayah dari Paul, penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan di Pegunungan Alpen pada Selasa (24/3) lalu. “Jika ada alasan atau motif kecelakaan, kita tidak ingin mendengarnya,” ujar Bramley seperti dikutip BBC. Dia mengungkapkan, alasan kecelakaan Germanwings tidak relevan.
Sementara itu, koran Jerman, Welt am Sonntag, melaporkan bahwa para penyelidik senior menemukan bukti tentang penyakit psikosomatik yang serius dan bahwa Lubitz telah dirawat oleh sejumlah neurologis dan psikiater.
“Obat-obatan yang digunakan untuk menangani penyakit kejiwaan ditemukan di rumahnya, tetapi tak ada tanda-tanda kecanduan narkotika atau alkohol,” kata penyidik yang tak disebutkan namanya. Penyidik juga menemukan catatan pribadi yang menunjukkan Lubitz menderita tanda-tanda penyakit stres berlebihan.
Terpisah, harian The New York Times mengutip para pejabat, melaporkan bahwa Lubitz juga mendapat perawatan untuk penyakit mata. Penyakit itu dikabarkan menjadi alasan Lubitz merasa tertekan dan depresi karena kariernya akan terhambat.
Adapun media Jerman, Bild am Sonntag, melaporkan penyidik menemukan bukti bahwa Lubitz khawatir kehilangan penghlihatannya karena retina matanya mengalami kerusakan.
Andika hendra m
Pihak Lufthansa, perusahaan induk Germanwings, diprediksi tidak hanya mengeluarkan USD156.785 (Rp2,05 miliar), tetapi harus membayar lebih sesuai dengan gugatan keluarga penumpang. “Dari perspektif maskapai penerbangan, sangat sulit. Tidak ada pembelaan yang dapat digunakan,” kata George Leloudas, pakar hukum penerbangan Universitas Swansea, Inggris. “Itulah kenapa Anda (maskapai penerbangan) harus membeli asuransi,” tambahnya.
Para penyidik menyimpulkan bahwa kecelakaan Germanwings disebabkan kopilot Andreas Lubitz, 27, menjatuhkan pesawat ke Pegunungan Alpen. Otoritas juga meyakini Lubitz mengalami gangguan kejiwaan dan menyembunyikan penyakitnya. Germanwings dianggap bersalah dan lalai karena membiarkan kopilot yang mengalami gangguan jiwa lolos seleksi untuk menerbangkan pesawat.
“Kita yakin sedikitnya USD1 miliar (Rp13,07 triliun) asuransi bagi Germanwings,” kata James Healy-Pratt, pengacara penerbangan di London. “Kita menilai kompensasi yang akan diberikan senilai USD350 juta (Rp4,57 triliun),” tambahnya.
Asuransi tetap akan dibayarkan meskipun ada tindakan kriminal yang dilakukan kopilot. Untuk menghindari gugatan penumpang, maskapai penerbangan harus membuktikan bahwa kecelakaan bukan disebabkan “keteledoran atau tindakan yang salah” para pekerjanya. Itu sesuai dengan Pasal 21 Konvensi Montreal 1999 yang mengikat semua maskapai di seluruh dunia.
Germanwings akan sangat sulit menghindari gugatan karena Lubitz dikabarkan sengaja menjatuhkan pesawat. “Lebih atau kurang, kamu (Germanwings) akan mengalami kerugian keuangan tanpa batas,” ujar Marco Abate, pengacara penerbangan asal Jerman, seperti dikutip Independent.
Carsten Spohr, CEO Lufthansa, mengungkapkan maskapainya akan menghargai kewajiban pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan kesepakatan internasional. Maskapai penerbangan Jerman itu berjanji tidak akan ingkar janji dan memenuhi segala hak keluarga penumpang pesawat.
Sementara itu keluarga penumpang mengajukan gugatan terhadap Germanwings karena dinilai tidak memiliki pilot yang layak dan memberikan jaminan keselamatan. Ayah salah satu penumpang pesawat Airbus A320, Philip Bramle, mengungkapkan para korban seharusnya tidak boleh dilupakan.
Philip merupakan ayah dari Paul, penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan di Pegunungan Alpen pada Selasa (24/3) lalu. “Jika ada alasan atau motif kecelakaan, kita tidak ingin mendengarnya,” ujar Bramley seperti dikutip BBC. Dia mengungkapkan, alasan kecelakaan Germanwings tidak relevan.
Sementara itu, koran Jerman, Welt am Sonntag, melaporkan bahwa para penyelidik senior menemukan bukti tentang penyakit psikosomatik yang serius dan bahwa Lubitz telah dirawat oleh sejumlah neurologis dan psikiater.
“Obat-obatan yang digunakan untuk menangani penyakit kejiwaan ditemukan di rumahnya, tetapi tak ada tanda-tanda kecanduan narkotika atau alkohol,” kata penyidik yang tak disebutkan namanya. Penyidik juga menemukan catatan pribadi yang menunjukkan Lubitz menderita tanda-tanda penyakit stres berlebihan.
Terpisah, harian The New York Times mengutip para pejabat, melaporkan bahwa Lubitz juga mendapat perawatan untuk penyakit mata. Penyakit itu dikabarkan menjadi alasan Lubitz merasa tertekan dan depresi karena kariernya akan terhambat.
Adapun media Jerman, Bild am Sonntag, melaporkan penyidik menemukan bukti bahwa Lubitz khawatir kehilangan penghlihatannya karena retina matanya mengalami kerusakan.
Andika hendra m
(ftr)