Fuad Amin Akui Terima Miliaran Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Mantan Bupati Bangkalan sekaligus Ketua DPRD Bangkalan nonaktif KH Fuad Amin Imron mengakui menerima duit miliaran rupiah dari direksi PT Media Karya Sentosa (MKS).
Uang tersebut untuk memuluskan pengurusan perolehan dan kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) alam di Blok Poleng. Fakta itu diungkap Fuad Amin saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan Direktur HRD PT MKS Antonius Bambang Djatmiko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Politikus Partai Gerindra itu sempat berteletele. Tapi akhirnya Fuad Amin terbuka juga setelah dicecar secara bergantian oleh JPU Ahmad Burhanuddin, Titik Utami, Nanang Suryadi, dan Amir Nurdianto, Ketua Majelis Hakim Prim Hariyadi, dan tim penasihat hukum Antonius.
Pada permulaan kesaksiannya, Fuad mengaku tak punya pengetahuan soal gas. Pada 2006, Fuad Amin bertemu dengan Presiden Direktur PT MKS Sardjono, Antonius, Managing Director PT MKS Sunaryo Suhadi, dan Direktur Teknik PT MKS Achmad Harijant di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bangkalan. Sardjono, tutur Fuad, yang memperkenalkannya dengan Antonius. Sardjono jugalah yang mengajari Fuad soal gas dengan permintaan agar Fuad mengirim surat dukungan terhadap MKS ke Kodeco.
Tujuan surat itu agar PT MKS bisa membeli gas alam dari Pertamina EP. ”Yang tulis surat itu dari MKS sama bagian ekonomi kita (Bangkalan). Bambang (Antonius Bambang) itu kan hanya wayang saja. Yang otaknya kan Sardjono, dirut PT MKS. Itulah mafia migas ada di situ,” kata Fuad di depan majelis hakim. JPU Titik Utami dan Ahmad Burhanuddin mencecar Fuad soal duit kompensasi yang diteken PD Sumber Daya dengan MKS. Menurut Fuad, Sardjono dalam melakukan aksinya selalu merayu.
Intinya diperlukan surat MoU untuk meneken kompensasi atas keuntungan yang didapat MKS. Untuk kompensasi Fuad meminta R50 miliar sedang MKS menawarkan Rp12 miliar. Di perjalanan negosiasi kompensasi muncul seorang pialang bernama Ahmad Zaini. ”Setelah ketemu dengan direksi dan pejabat saya, keputusan akhir Rp30 miliar kompensasinya, Rp1,5 miliar tiap bulannya. Yang menentukan ada sekda, anggota dewan. Ada perjanjian notaris. Menurut laporan, semua sudah terbayar,” bebernya.
Fuad tidak terima bahwa uang kompensasi itu adalah hasil kerjaannya sendiri. Menurutnya, uang itu sah dan masuk kas daerah. Semua diurus anak buahnya. Pasalnya, PD Sumber Daya menyetorkan dan melaporkan secara rinci ke Pemkab Bangkalan. JPU Burhanuddin lantas menanyakan apakah Fuad pernah menerima duit.
”Tidak menyebut angka. Sardjono hanya bilang nanti ada bantuan uang. Iya (Sunaryo, Harijanto, dan Antonius mengetahui). Saya yakin semuanya kata Sardjono. Saya juga kurang paham, hanya saya tampung (uangnya), dan tidak saya kurang-kurangin,” imbuh Fuad. Fuad membeberkan, beberapa kali dia pernah menerima per bulan sekitar Rp600 juta. Uang tersebut ditampung di rekeningnya yang sudah ada sejak 1983, rekening Bank Dagang di Matraman.
”Saudara pernah menyuruh Imron terima uang dari MKS dan terdakwa?” tanya Burhanuddin. Fuad membantah pernah menyuruh Imron. Hanya, memang ada uang masuk ke Imron sebesar Rp2 miliar. Itu pun Fuad mengklaim kaget kenapa uang sebesar itu ada di Imron, karena Fuad menganggap Imron di bawah umur. Dia mengaku khilaf dan kurang mengerti.
Dia berkilah tidak tahu menahu sekarang uang yang diterima Imron ke mana. ”Untuk apa pemberian uang-uang itu? Apa kaitannya,” kejar JPU Titik. Fuad mengaku kalau penerimaan ditanyakan maka orang akan tersinggung. Karenanya dia tidak bertanya ke Antonius maupun direksi MKS lainnya.
”Orang ngasih uang kan supaya senang. Pendapat saya, ingin balas budi, mungkin merasa terbantu. Ya mungkin Pak Bambang suka dengan saya karena suka bantu dari nol sampai sekarang. Masuk penjaralah saya,” ujarnya. Ketua Majelis Hakim Prim Hariyadi tidak percaya begitu saja keterangan Fuad. Dia mencecar tidak mungkin Fuad hanya menerima pada 2014. Pasalnya, Abdul Razak mengatakan pernah diminta Fuad Amin agar dia buka rekening tidak resmi PD SD.
Dalam kesaksiannya, tutur Prim, pernah membayar pajak tanpa pemberitahuan ke Fuad. Prim menegaskan, Abdul Hakim juga mengakui diperintah Fuad untuk penerimaan uang. Fuad Amin kukuh tidak pernah menyuruh membuka rekening siluman. Bahkan dia bersumpah. Fuad juga berkilah tak pernah menyuruh Abdul Hakim.
Sabir laluhu
Uang tersebut untuk memuluskan pengurusan perolehan dan kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) alam di Blok Poleng. Fakta itu diungkap Fuad Amin saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan Direktur HRD PT MKS Antonius Bambang Djatmiko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Politikus Partai Gerindra itu sempat berteletele. Tapi akhirnya Fuad Amin terbuka juga setelah dicecar secara bergantian oleh JPU Ahmad Burhanuddin, Titik Utami, Nanang Suryadi, dan Amir Nurdianto, Ketua Majelis Hakim Prim Hariyadi, dan tim penasihat hukum Antonius.
Pada permulaan kesaksiannya, Fuad mengaku tak punya pengetahuan soal gas. Pada 2006, Fuad Amin bertemu dengan Presiden Direktur PT MKS Sardjono, Antonius, Managing Director PT MKS Sunaryo Suhadi, dan Direktur Teknik PT MKS Achmad Harijant di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bangkalan. Sardjono, tutur Fuad, yang memperkenalkannya dengan Antonius. Sardjono jugalah yang mengajari Fuad soal gas dengan permintaan agar Fuad mengirim surat dukungan terhadap MKS ke Kodeco.
Tujuan surat itu agar PT MKS bisa membeli gas alam dari Pertamina EP. ”Yang tulis surat itu dari MKS sama bagian ekonomi kita (Bangkalan). Bambang (Antonius Bambang) itu kan hanya wayang saja. Yang otaknya kan Sardjono, dirut PT MKS. Itulah mafia migas ada di situ,” kata Fuad di depan majelis hakim. JPU Titik Utami dan Ahmad Burhanuddin mencecar Fuad soal duit kompensasi yang diteken PD Sumber Daya dengan MKS. Menurut Fuad, Sardjono dalam melakukan aksinya selalu merayu.
Intinya diperlukan surat MoU untuk meneken kompensasi atas keuntungan yang didapat MKS. Untuk kompensasi Fuad meminta R50 miliar sedang MKS menawarkan Rp12 miliar. Di perjalanan negosiasi kompensasi muncul seorang pialang bernama Ahmad Zaini. ”Setelah ketemu dengan direksi dan pejabat saya, keputusan akhir Rp30 miliar kompensasinya, Rp1,5 miliar tiap bulannya. Yang menentukan ada sekda, anggota dewan. Ada perjanjian notaris. Menurut laporan, semua sudah terbayar,” bebernya.
Fuad tidak terima bahwa uang kompensasi itu adalah hasil kerjaannya sendiri. Menurutnya, uang itu sah dan masuk kas daerah. Semua diurus anak buahnya. Pasalnya, PD Sumber Daya menyetorkan dan melaporkan secara rinci ke Pemkab Bangkalan. JPU Burhanuddin lantas menanyakan apakah Fuad pernah menerima duit.
”Tidak menyebut angka. Sardjono hanya bilang nanti ada bantuan uang. Iya (Sunaryo, Harijanto, dan Antonius mengetahui). Saya yakin semuanya kata Sardjono. Saya juga kurang paham, hanya saya tampung (uangnya), dan tidak saya kurang-kurangin,” imbuh Fuad. Fuad membeberkan, beberapa kali dia pernah menerima per bulan sekitar Rp600 juta. Uang tersebut ditampung di rekeningnya yang sudah ada sejak 1983, rekening Bank Dagang di Matraman.
”Saudara pernah menyuruh Imron terima uang dari MKS dan terdakwa?” tanya Burhanuddin. Fuad membantah pernah menyuruh Imron. Hanya, memang ada uang masuk ke Imron sebesar Rp2 miliar. Itu pun Fuad mengklaim kaget kenapa uang sebesar itu ada di Imron, karena Fuad menganggap Imron di bawah umur. Dia mengaku khilaf dan kurang mengerti.
Dia berkilah tidak tahu menahu sekarang uang yang diterima Imron ke mana. ”Untuk apa pemberian uang-uang itu? Apa kaitannya,” kejar JPU Titik. Fuad mengaku kalau penerimaan ditanyakan maka orang akan tersinggung. Karenanya dia tidak bertanya ke Antonius maupun direksi MKS lainnya.
”Orang ngasih uang kan supaya senang. Pendapat saya, ingin balas budi, mungkin merasa terbantu. Ya mungkin Pak Bambang suka dengan saya karena suka bantu dari nol sampai sekarang. Masuk penjaralah saya,” ujarnya. Ketua Majelis Hakim Prim Hariyadi tidak percaya begitu saja keterangan Fuad. Dia mencecar tidak mungkin Fuad hanya menerima pada 2014. Pasalnya, Abdul Razak mengatakan pernah diminta Fuad Amin agar dia buka rekening tidak resmi PD SD.
Dalam kesaksiannya, tutur Prim, pernah membayar pajak tanpa pemberitahuan ke Fuad. Prim menegaskan, Abdul Hakim juga mengakui diperintah Fuad untuk penerimaan uang. Fuad Amin kukuh tidak pernah menyuruh membuka rekening siluman. Bahkan dia bersumpah. Fuad juga berkilah tak pernah menyuruh Abdul Hakim.
Sabir laluhu
(ars)