Jokowi Harus Konsisten Tak Rangkap Jabatan
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tetap konsisten membangun tradisi politik bahwa pejabat publik di eksekutif tidak boleh merangkap jabatan sebagai pengurus struktural partai.
Meskipun hasil survei menyebutnya berpeluang menjadi ketua umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jokowi diminta tidak tergoda karena peluang itu justru bisa menjadi bumerang baginya. “Bunuh diri politik kalau Jokowi tergoda untuk mengambil alih PDIP. Selain akan mendapatkan perlawanan di PDIP, Jokowi juga akan kehilangan kepercayaan publik serta para menterinya asal partai karena mereka itu telah mundur dari kepengurusan,” kata pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, sejauh ini memang tidak ada sinyal ataupun pertanda bahwa Jokowi punya keberanian untuk bertarung dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Tapi jika figurnya diposisikan sebagai calon potensial untuk menjadi ketua umum PDIP, hal itu tentu bisa menjadi ruang bagi Jokowi untuk menyiapkan strateginya. Untuk itu Jokowi perlu diingatkan agar tidak ingkar pada tradisi yang sudah dibangunnya itu. “Menteri dari partai yang sekarang ini adalah figur yang sedang moncer-moncernya di partai dan mereka rela mundur karena komitmen yang diterapkan Jokowi,” ujarnya.
Pengajar ilmu politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung Muradi menilai tidak banyak partai politik (parpol) yang mampu menjaga dinamika internalnya dalam kerangka menjaga marwah dan ideologi politik untuk kepentingan rakyat dan merawat demokrasi. Salah satu dari yang sedikit itu adalah PDIP. Di bawah kepemimpinan Megawati, marwah dan ideologi partai tetap terjaga.
Menurut Muradi, wacana sejumlah pihak yang tampak berupaya menjauhkan trah Soekarno dari PDIP adalah bagian dari skema melemahkan marwah dan ideologi partai moncong putih tersebut. Secara organisasi, kata dia, partai dengan marwah dan ideologi politik yang kuat akan mampu menstimulasi keberhasilan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam skema sistem demokrasi. Dengan kata lain, harus dilihat bahwa dinamika politik internal PDIP adalah bagian dari menjaga marwah dan ideologi partai tersebut.
“Harus dihormati pilihan kader moncong putih tersebut untuk memilih kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDIP pada kongres mendatang karena itu bagian dari praktik demokrasi internal,” ujarnya. Dia juga melihat PDIP sebagai salah satu partai dengan regenerasi politik yang sangat baik. “Figur Jokowi, Gandjar Pranowo, Tri Rismaharini, dan sebagainya adalah buah dari proses tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, kepemimpinan PDIP didasarkan pada aspek ideologi, bukan elektabilitas survei. Dengan aspek ideologi, menurut dia, kepemimpinan di PDIP diukur dari komitmen ideologi, kesejarahan, kerja kepartaian, serta bagaimana menjadikan PDIP sebagai alat untuk mengorganisasi rakyat. Hasto mengungkapkan ini menanggapi hasil survei lembaga survei Poltracking Indonesia terhadap pakar dan opinion leaders menjelang Kongres PDIP pada April 2015.
Survei ini menyebut Jokowi tokoh paling potensial untuk menjadi ketua umum PDIP, sementara Megawati Soekarnoputri ada di urutan ketujuh dari sembilan tokoh. “Survei itu bagian dari framing dengan muatan politik. Memilih ketua umum partai atas dasar elektabilitas dan bukan pada kerja organisasi merupakan praktik demokrasi liberal,” kata Hasto.
Menurut Hasto, PDIP menjadikan survei yang objektif sebagai tolok ukur nominasi calon kepala daerah, bukan pada praktik kepemimpinan internal. Karenanya, dia melihat surveisurvei mengenai ketua umum cenderung sebagai upaya agenda setting untuk campur tangan dalam agenda internal PDIP.
Dia mengatakan, PDIP tetap berkeyakinan terhadap jalan ideologi partai di mana kepemimpinan partai diputuskan dengan cara musyawarah mufakat.
Rahmat sahid
Meskipun hasil survei menyebutnya berpeluang menjadi ketua umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jokowi diminta tidak tergoda karena peluang itu justru bisa menjadi bumerang baginya. “Bunuh diri politik kalau Jokowi tergoda untuk mengambil alih PDIP. Selain akan mendapatkan perlawanan di PDIP, Jokowi juga akan kehilangan kepercayaan publik serta para menterinya asal partai karena mereka itu telah mundur dari kepengurusan,” kata pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, sejauh ini memang tidak ada sinyal ataupun pertanda bahwa Jokowi punya keberanian untuk bertarung dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Tapi jika figurnya diposisikan sebagai calon potensial untuk menjadi ketua umum PDIP, hal itu tentu bisa menjadi ruang bagi Jokowi untuk menyiapkan strateginya. Untuk itu Jokowi perlu diingatkan agar tidak ingkar pada tradisi yang sudah dibangunnya itu. “Menteri dari partai yang sekarang ini adalah figur yang sedang moncer-moncernya di partai dan mereka rela mundur karena komitmen yang diterapkan Jokowi,” ujarnya.
Pengajar ilmu politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung Muradi menilai tidak banyak partai politik (parpol) yang mampu menjaga dinamika internalnya dalam kerangka menjaga marwah dan ideologi politik untuk kepentingan rakyat dan merawat demokrasi. Salah satu dari yang sedikit itu adalah PDIP. Di bawah kepemimpinan Megawati, marwah dan ideologi partai tetap terjaga.
Menurut Muradi, wacana sejumlah pihak yang tampak berupaya menjauhkan trah Soekarno dari PDIP adalah bagian dari skema melemahkan marwah dan ideologi partai moncong putih tersebut. Secara organisasi, kata dia, partai dengan marwah dan ideologi politik yang kuat akan mampu menstimulasi keberhasilan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam skema sistem demokrasi. Dengan kata lain, harus dilihat bahwa dinamika politik internal PDIP adalah bagian dari menjaga marwah dan ideologi partai tersebut.
“Harus dihormati pilihan kader moncong putih tersebut untuk memilih kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDIP pada kongres mendatang karena itu bagian dari praktik demokrasi internal,” ujarnya. Dia juga melihat PDIP sebagai salah satu partai dengan regenerasi politik yang sangat baik. “Figur Jokowi, Gandjar Pranowo, Tri Rismaharini, dan sebagainya adalah buah dari proses tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, kepemimpinan PDIP didasarkan pada aspek ideologi, bukan elektabilitas survei. Dengan aspek ideologi, menurut dia, kepemimpinan di PDIP diukur dari komitmen ideologi, kesejarahan, kerja kepartaian, serta bagaimana menjadikan PDIP sebagai alat untuk mengorganisasi rakyat. Hasto mengungkapkan ini menanggapi hasil survei lembaga survei Poltracking Indonesia terhadap pakar dan opinion leaders menjelang Kongres PDIP pada April 2015.
Survei ini menyebut Jokowi tokoh paling potensial untuk menjadi ketua umum PDIP, sementara Megawati Soekarnoputri ada di urutan ketujuh dari sembilan tokoh. “Survei itu bagian dari framing dengan muatan politik. Memilih ketua umum partai atas dasar elektabilitas dan bukan pada kerja organisasi merupakan praktik demokrasi liberal,” kata Hasto.
Menurut Hasto, PDIP menjadikan survei yang objektif sebagai tolok ukur nominasi calon kepala daerah, bukan pada praktik kepemimpinan internal. Karenanya, dia melihat surveisurvei mengenai ketua umum cenderung sebagai upaya agenda setting untuk campur tangan dalam agenda internal PDIP.
Dia mengatakan, PDIP tetap berkeyakinan terhadap jalan ideologi partai di mana kepemimpinan partai diputuskan dengan cara musyawarah mufakat.
Rahmat sahid
(ars)