Kapasitas Tampung Masih Rendah
A
A
A
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago mengungkapkan, salah satu prasyarat kondisi ketahanan air suatu negara tecermin dari kemampuan menyimpan air, baik yang tersimpan secara alami maupun yang tersimpan dalam bangunan penampung air.
Di Australia dan China, pembangunan infrastruktur penampung air secara masif telah membuat kedua negara berhasil menyediakan kapasitas tampung masing-masing sebesar 4.717 m3 per kapita (Australia) dan 2.486 m3 per kapita (China). Bahkan kapasitas tampung air negara ASEAN seperti Thailand juga telah mencapai 1.277 m3 per kapita (laporan World Bank 2003).
Sementara itu, hingga 2014, dengan kapasitas tampung air sebesar 15,8 miliar m3, kapasitas tampung air di Indonesia baru mencapai 58,6 m3 per kapita. Meskipun meningkat 12,7% dari status 2010 sebesar 52 m3 per kapita, kapasitas tampung pada 2014 tersebut baru dapat memenuhi sekitar 3% dari kebutuhan kapasitas tampung ideal sebesar 1.975 m3 per kapita.
Jumlah tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, irigasi, perikanan, peternakan, industri, hidran, penggelontoran sungai, dan penanggulangan banjir. Berdasarkan analisis tampungan dan kebutuhan air yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, volume kebutuhan air ideal per tahun Indonesia diperkirakan sebesar 469,4 miliar m3.
Mempertimbangkan kapasitas tampung eksisting 2014 yang baru sebesar 15,8 miliar m3, kapasitas tampung ideal baru akan tercapai apabila pemerintah membangun infrastruktur penampung air baru yang mampu menyediakan tambahan kapasitas tampung sebesar 453,6 miliar m3 per tahun. Itu setara dengan pembangunan 181 waduk skala besar sekelas Waduk Jatiluhur dengan volume tampungan 2,5 miliar m3.
Untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut, pemerintah secara bertahap akan mempercepat pembangunan tampungan- tampungan air baru. Dalam lima tahun ke depan direncanakan pembangunan 49 waduk baru yang akan memberikan tambahan kapasitas tampung sebesar 3,2 miliar.
Pengelolaan Limbah
Pengelolaan sumber daya air memegang peranan yang sangat penting karena erat kaitannya dengan urat nadi kehidupan. Ketersediaan air yang cukup dapat menopang segala aktivitas kehidupan manusia dan pembangunan seperti pertanian, industri, pertambangan dan rumah tangga (domestik). Itulah sebabnya perusahaan harus mengelola limbahnya sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menegaskan, idealnya manajemen menerapkan sistem pengelolaan limbah perusahaan untuk memitigasi risiko kegiatan industri terhadap lingkungan. Jika sistem ini berfungsi dengan baik, proses produksi dan jasa semakin efisien.
Perusahaan dapat menerapkan eco-efficiency, eco-expense reduction, dan value chain eco-efficiency. ”Dengan begitu, akan semakin sedikit limbah yang harus dibuang ke lingkungan. Efisiensi ini dapat menghemat biaya produksi dan biaya pengelolaan limbah. Ini kan inovasi,” katanya.
Pada tahap lebih lanjut, isu lingkungan dapat digunakan dunia usaha untuk menciptakan produk atau jasa baru dengan label produk ramah lingkungan. Pangsa pasar baru dapat diciptakan dengan menerapkan eco-design, eco-sales and marketing, daneco-defined newmarketspace.
Pada akhirnya akan terdapat satu keuntungan intangible yang sangat mahal harganya, yaitu reputasi ramah lingkungan (brand image ). Selain itu, pengelolaan limbah idealnya tentu saja mengikuti berbagai peraturan yang telah ada. Namun, yang lebih ideal lagi, industri-industri penghasil limbah yang berpotensi mencemari sumber air selayaknya membangun sistem ramah lingkungan.
Sumber daya air merupakan sumber daya yang ketersediaannya dirasakan semakin terbatas. Hal ini terlihat dari tingkat ketersediaan air di kota-kota besar di Indonesia yang berada dalam kondisi kritis. Apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa dilakukan upaya pengelolaan berkelanjutan, dikhawatirkan pada tahun-tahun mendatang akan terjadi defisit sumber daya air.
Untuk menghindari hal tersebut, strategi pengelolaan sumber daya air harus diarahkan pada perlindungan dan pelestarian sumber air serta perubahan pandangan masyarakat yang menganggap air merupakan sumber daya tidak terbatas. Ketahanan air ternyata juga terkait dengan pengelolaan sumber daya pengelolaan air itu sendiri.
Menurut Manajer Kampanye Sekretariat Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kurniawan Sabar, problem yang paling besar dalam ketahanan air adalah lantaran skema privatisasi sumber daya air masih menjadi skema utama pengelolaan air. Hal itu bisa dilihat dari sumber daya air yang banyak dikuasai atau dimonopoli sektor swasta.
Misalnya pemanfaatan untuk air kemasan dan hotel. Sabar melanjutkan, limbah memberi kontribusi paling besar terhadap pengurangan kualitas air. Limbah yang dimaksud berasal dari rumah sakit, hotel, rumah makan maupun rumah tangga. Khusus limbah rumah tangga, sumbangannya relatif tidak terlalu besar karena masih bisa dikelola dengan baik.
Hermansah /Robi ardianto
Di Australia dan China, pembangunan infrastruktur penampung air secara masif telah membuat kedua negara berhasil menyediakan kapasitas tampung masing-masing sebesar 4.717 m3 per kapita (Australia) dan 2.486 m3 per kapita (China). Bahkan kapasitas tampung air negara ASEAN seperti Thailand juga telah mencapai 1.277 m3 per kapita (laporan World Bank 2003).
Sementara itu, hingga 2014, dengan kapasitas tampung air sebesar 15,8 miliar m3, kapasitas tampung air di Indonesia baru mencapai 58,6 m3 per kapita. Meskipun meningkat 12,7% dari status 2010 sebesar 52 m3 per kapita, kapasitas tampung pada 2014 tersebut baru dapat memenuhi sekitar 3% dari kebutuhan kapasitas tampung ideal sebesar 1.975 m3 per kapita.
Jumlah tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, irigasi, perikanan, peternakan, industri, hidran, penggelontoran sungai, dan penanggulangan banjir. Berdasarkan analisis tampungan dan kebutuhan air yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, volume kebutuhan air ideal per tahun Indonesia diperkirakan sebesar 469,4 miliar m3.
Mempertimbangkan kapasitas tampung eksisting 2014 yang baru sebesar 15,8 miliar m3, kapasitas tampung ideal baru akan tercapai apabila pemerintah membangun infrastruktur penampung air baru yang mampu menyediakan tambahan kapasitas tampung sebesar 453,6 miliar m3 per tahun. Itu setara dengan pembangunan 181 waduk skala besar sekelas Waduk Jatiluhur dengan volume tampungan 2,5 miliar m3.
Untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut, pemerintah secara bertahap akan mempercepat pembangunan tampungan- tampungan air baru. Dalam lima tahun ke depan direncanakan pembangunan 49 waduk baru yang akan memberikan tambahan kapasitas tampung sebesar 3,2 miliar.
Pengelolaan Limbah
Pengelolaan sumber daya air memegang peranan yang sangat penting karena erat kaitannya dengan urat nadi kehidupan. Ketersediaan air yang cukup dapat menopang segala aktivitas kehidupan manusia dan pembangunan seperti pertanian, industri, pertambangan dan rumah tangga (domestik). Itulah sebabnya perusahaan harus mengelola limbahnya sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menegaskan, idealnya manajemen menerapkan sistem pengelolaan limbah perusahaan untuk memitigasi risiko kegiatan industri terhadap lingkungan. Jika sistem ini berfungsi dengan baik, proses produksi dan jasa semakin efisien.
Perusahaan dapat menerapkan eco-efficiency, eco-expense reduction, dan value chain eco-efficiency. ”Dengan begitu, akan semakin sedikit limbah yang harus dibuang ke lingkungan. Efisiensi ini dapat menghemat biaya produksi dan biaya pengelolaan limbah. Ini kan inovasi,” katanya.
Pada tahap lebih lanjut, isu lingkungan dapat digunakan dunia usaha untuk menciptakan produk atau jasa baru dengan label produk ramah lingkungan. Pangsa pasar baru dapat diciptakan dengan menerapkan eco-design, eco-sales and marketing, daneco-defined newmarketspace.
Pada akhirnya akan terdapat satu keuntungan intangible yang sangat mahal harganya, yaitu reputasi ramah lingkungan (brand image ). Selain itu, pengelolaan limbah idealnya tentu saja mengikuti berbagai peraturan yang telah ada. Namun, yang lebih ideal lagi, industri-industri penghasil limbah yang berpotensi mencemari sumber air selayaknya membangun sistem ramah lingkungan.
Sumber daya air merupakan sumber daya yang ketersediaannya dirasakan semakin terbatas. Hal ini terlihat dari tingkat ketersediaan air di kota-kota besar di Indonesia yang berada dalam kondisi kritis. Apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa dilakukan upaya pengelolaan berkelanjutan, dikhawatirkan pada tahun-tahun mendatang akan terjadi defisit sumber daya air.
Untuk menghindari hal tersebut, strategi pengelolaan sumber daya air harus diarahkan pada perlindungan dan pelestarian sumber air serta perubahan pandangan masyarakat yang menganggap air merupakan sumber daya tidak terbatas. Ketahanan air ternyata juga terkait dengan pengelolaan sumber daya pengelolaan air itu sendiri.
Menurut Manajer Kampanye Sekretariat Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kurniawan Sabar, problem yang paling besar dalam ketahanan air adalah lantaran skema privatisasi sumber daya air masih menjadi skema utama pengelolaan air. Hal itu bisa dilihat dari sumber daya air yang banyak dikuasai atau dimonopoli sektor swasta.
Misalnya pemanfaatan untuk air kemasan dan hotel. Sabar melanjutkan, limbah memberi kontribusi paling besar terhadap pengurangan kualitas air. Limbah yang dimaksud berasal dari rumah sakit, hotel, rumah makan maupun rumah tangga. Khusus limbah rumah tangga, sumbangannya relatif tidak terlalu besar karena masih bisa dikelola dengan baik.
Hermansah /Robi ardianto
(ftr)