Traveling Sambil Mengajar

Sabtu, 21 Maret 2015 - 10:28 WIB
Traveling Sambil Mengajar
Traveling Sambil Mengajar
A A A
“AWAL mula penuh mukjizat. Saya tidak punya uang dan nekat pergi ke kawasan Rangkas, Bandung, untuk mengunjungi sekolah yang terlihat seperti kandang ayam di pedalaman,” kata Jemi Ngadiono mengisahkan awal perjalanan mengajar sekaligus jalan-jalannya.

Perjalanan awal Jemi dimulai dengan kepergiannya ke Rangkas tanpa uang dan tidak mengenali siapa-siapa. Hanya mengandalkan dua followersTwitter yang bersedia menjadi tour guide untuknya. Akhirnya, Jemi dipertemukan dengan salah satu pengusaha di daerah Tasik yang memberikannya uang senilai Rp500.000.

Uang tersebut dipakai untuk membeli beberapa peralatan sekolah dan diberikan kepada anak-anak. Satu bulan kemudian, ia kembali mengunjungi Rangkas dan membawa bantuan yang lengkap, serta ditemani oleh 35 orang yang tertarik untuk ikut. Dari sini komunitas yang tadinya hanya membantu melalui kicauan Twitter, kini memiliki action nyata yang terus eksis dan berkembang.

Saat ini, komunitas 1000_guru telah tersebar di tujuh regional, yakni Makassar, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Tangerang, Bekasi, dan Jakarta (pusat). Jemi Ngadiono adalah salah satu anak muda Indonesia yang mendirikan komunitas 1000_guru dengan program utamanya Traveling And Teaching.

Menggunakan konsep mengajar di sekolah pedalaman untuk berbagi cerita dengan anak-anak di sana, terbentuklah komunitas ini pada 22 Agustus 2012 lalu. Jemi mendirikan komunitas ini dengan konsep mengajar anakanak yang diselingi jalan-jalan dan wisata. Anak-anak pun akan bertemu dengan para relawan yang sudah mendaftarkan diri untuk ikut Traveling And Teaching.

Meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai guru, mereka yang sudah memenuhi kriteria dapat berpartisipasi dalam program ini dan menjadi guru untuk anak-anak di sana. Para relawan ini terdiri atas berbagai macam profesi, seperti dokter dan jurnalis musik.

“Kami mencari orang-orang yang punya waktu sedikit, tapi memiliki hati untuk membantu anak-anak di pedalaman. Kalau hanya mengajar mungkin akan boring, dan komunitas lain seperti rumah inspirasi mungkin lebih bagus. Karena itu, kita selingi dengan jalan-jalan dan wisata. Perjalanan jadi berisi,” ucap Jemi.

Sebelum memulai perjalanan, para guru atau relawan ini akan berkumpul dan mendapatkan briefing. Mereka tidak sekadar berbagi pengalaman kepada anak-anak, juga menginspirasi dan memotivasi mereka melalui cerita tentang profesi masingmasing guru.

Dari kegiatan ini diharapkan anak-anak memiliki semangat untuk menggapai citacitanya dan memiliki sosok yang dapat menginspirasinya. Cara mengajarnya tidak sesuatu yang formal seperti belajar di kelas, tapi melakukan hal-hal yang simpel, menyenangkan, dan sederhana.

“1000_guru membantu anak-anak pedalaman yang membutuhkan. Memang sekolah itu gratis, tapi peralatannya tetap bayar dan lewat peserta yang ada mereka memberikan inspirasi. Anak-anak ini punya cita-cita, tapi mereka butuh disemangati,” kata laki-laki kelahiran Lampung ini.

Kontribusi Lokal

Salah satu relawan asal Bogor, Rommy Fatria, menganggap komunitas 1000_guru sebagai media untuk membantu orang lain. Tidak hanya memberikan motivasi kepada anak-anak, juga mengakomodasi anak-anak muda untuk sharingke sekolah pedalaman dan terjun langsung.

Saat mengikuti Traveling And Teachingdi Ujung Kulon dan Tangerang, ia mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara menggosok gigi yang benar. Ketika berkunjung ke Ujung Kulon, cowok yang berprofesi dokter ini menemukan bahwa hampir semua anak-anak di sana bercita-cita sebagai pemain sepak bola dan voli.

Figur yang mereka ketahui sedikit dan tidak lebih dari sosok atlet. Di sinilah kehadiran relawan Traveling And Teachingmengarahkan mereka, sekaligus memperkenalkan bahwa masih banyak lagi profesi yang dapat dipilih selain menjadi atlet.

“Akhir acara ada pohon harapan. Setiap anak menulis apa ceritanya dan ingin menjadi apa ketika sudah dewasa nanti, karena kita membuka alam pikiran mereka tentang dunia luar. Anak-anak ini tidak ada arah. Jadi biar mereka punya harapan,” katanya.

Setelah mengikuti program ini, Rommy merasa sebuah penghargaan yang diberikan anak-anak di sana dan lebih mensyukuri keadaannya sekarang ini. “Rasa dibutuhkan dan respons positif terhadap kita memacu untuk memberikan lebih. Travelingsaya makin berisi, yang istilahnya tidak cuma pikirindiri sendiri, tapi melakukan sesuatu untuk warga sekitar,” ucap laki-laki yang sekarang menjadi tim inti 1000_guru, divisi kesehatan.

Membuat Perubahan

Selain menyatukan anak-anak muda yang tersebar di beberapa daerah dalam suatu kegiatan, komunitas 1000_guru juga membuat kampanye moral Hormati Gurumu. Kampanye yang fokus dilakukan di Jakarta dan untuk pelajar SMA, bertujuan mendekatkan murid dengan gurunya.

Dalam waktu satu atau dua tahun ke depan diharapkan para pelajar dapat berubah. “Dari 20 guru, mungkin anakanak itu hanya kenal 2 atau 3 guru, sisanya tidak tahu. Kami mau tumbuhkan bahwa walaupun dia tidak mengajar di kelasmu, dia tetap gurumu. Hal yang simpel tapi mungkin terlupakan. Kami bangun dari hal yang simpel itu. Ketika murid hormat dengan guru, suasana belajar anak jadi enak dan nyaman,” tutur anak muda berumur 31 tahun ini.

Pada 2014, 1000_guru telah membantu sekitar 2.000 anak dan beberapa guru. Jemi yang dulu hidup di panti asuhan dan pernah merasakan tidak bisa sekolah, sekarang telah memberikan kontribusinya untuk anak-anak yang membutuhkan.

Lani Diana
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6174 seconds (0.1#10.140)