3.300 Warga Vanuatu Kehilangan Tempat Tinggal

Rabu, 18 Maret 2015 - 09:52 WIB
3.300 Warga Vanuatu Kehilangan Tempat Tinggal
3.300 Warga Vanuatu Kehilangan Tempat Tinggal
A A A
PORT VILA - Sedikitnya 3.300 warga Vanuatu terpaksa tinggal di tempat pengungsian setelah rumah mereka ambruk dihantam Siklon Pam pada Jumat dan Sabtu lalu.

Jumlah orang yang kehilangan tempat tinggal dipastikan masih bertambah jika pulau terluar di Vanuatu sudah dapat diakses. Selain kehilangan tempat tinggal, pemerintah setempat memperkirakan 130.000 warganya menderita akibat hantaman Pam. Jumlah ini hampir separuh dari total populasi Vanuatu.

Sementara jumlah korban jiwa yang semula baru delapan orang, kemarin dipastikan ada 11 orang. Jumlah korban tewas juga masih dimungkinkan bertambah. Sementara itu, warga kini dihadapkan dengan kekurangan makanan dan ancaman berbagai penyakit.

Tim bantuan kemanusiaan telah mengingatkan bahwa kondisi saat ini merupakan tantangan besar, di mana ancaman berbagai penyakit terus mengintai seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), diare, ataupun muntahmuntah.

Presiden Vanuatu Baldwin Lonsdale telah mengajukan permohonan bantuan dari dunia internasional untuk memulihkan negaranya, setelah negara kepulauan ini diterjang badai dengan kecepatan 320 kilometer per jam. Parahnya dampak dari badai ini diketahui setelah tim penyelamat berhasil menjangkau Pulau Tanna yang dihuni 30.000 orang, terletak sekitar 200 kilometer dari ibu kota, Port Vila.

“Dari hasil observasi mereka, kerusakan yang terjadi jauh lebih parah dibanding Port Vila,” ujar Tom Perry dari CARE Australia kepada AFP. Perry menambahkan, rumah sakit di wilayah tersebut tetap melayani pasien korban badai, meskipun atapnya telah hilang.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyebutkan, penelusuran yang dilakukan militer Australia menyatakan kerusakan terparah terjadi di wilayah selatan, terutama Pulau Tanna. “Di sana lebih dari 80% rumah dan bangunan hancur sebagian atau seluruhnya,” ucap Bishop.

“Tak hanya bangunan yang rata, tapi juga perkebunan kelapa dan pohonpohon lain. Ini pemandangan yang menyedihkan,” tambah Bishop. Jalur penghubung ke 80 pulau lain di sepanjang kepulauan ini, yang kebanyakan hanya dapat ditembus dengan perahu, hingga kemarin masih belum berfungsi.

Benjamin Shing, staf Presiden Lonsdale, mengatakan bahwa warga yang selamat akan cepat kehabisan makanan. “Pada minggu pertama (pascabencana), tanaman pangan dan kebun masih dapat dikonsumsi, tapi setelahnya warga harus mendapatkan bantuan makanan,” kata Shing dikutip ABC News.

Dengan hilangnya tanaman pangan, Shing khawatir kemungkinan terburuk akan terjadi yakni kematian akibat kelaparan. Sebab sebagian besar warga bergantung pada hasil pertanian. “Kami sangat prihatin akan keselamatan dan kesejahteraan banyak kelompok warga akibat bencana ini, terutama mereka yang tinggal di pulau-pulau terpencil yang hanya dapat dijangkau dengan perahu,” ungkap pemimpin regional Federasi Internasional Palang Merah (IFRC) Auralia Balpe.

Palang Merah Vanuatu telah mengoordinasikan upaya bantuan bersama pemerintah dengan berbagai tim bantuan lainnya. Kebutuhan seperti selimut, terpal, sistem pemurnian air, dan kebutuhan dapur semuanya telah didistribusikan.

“Kami membutuhkan semua bantuan yang bisa didapat dalam minggu atau bulan mendatang,” kata Jacqueline de Gaillande, kepala operasional Palang Merah Vanuatu. “Kami membutuhkan segera. Para pengungsi putus asa untuk mendapatkan air bersih, makanan, dan penampungan layak. Waktunya sangat mendesak,” tambah Gaillande.

IFRC telah mengajukan permohonan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak bagi 60.000 orang yang terkena dampak bencana. Samuel Toara, 25, salah satu korban selamat, mengatakan bahwa dia mengira hampir tidak akan selamat dari embusan topan ini.

Arvin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5967 seconds (0.1#10.140)