BI Siapkan Paket Kebijakan Moneter

Rabu, 18 Maret 2015 - 08:50 WIB
BI Siapkan Paket Kebijakan Moneter
BI Siapkan Paket Kebijakan Moneter
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan paket kebijakan moneter demi meredam gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Paket kebijakan moneter akan diarahkan pada upaya menjaga stabilitas kurs rupiah serta menurunkan defisit transaksi berjalan.

Langkah BI itu menyusul keputusan pemerintah yang telah merilis paket kebijakan ekonomi, Senin lalu (16/3). ”Ada upaya-upaya itu (menyiapkan paket kebijakan). Dalam waktu dekat akan dikeluarkan,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta kemarin.

Dia mengaku belum dapat memublikasikan poin-poin paket kebijakan moneter tersebut secara detail. Namun Tirta memastikan salah satu kebijakan yang akan dikeluarkan BI terkait dengan pendalaman pasar keuangan, baik rupiah maupun valuta asing. ”Pendalaman pasar keuangan ini, kami akan perluas instrumen, pelaku pasar, dan produknya,” ujarnya.

Berdasarkan data kurs tengah BI, nilai tukar rupiah kemarin berada pada posisi Rp13.209 per dolar AS, menguat dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar Rp13.237 per dolar AS. Senin (16/ 3) pemerintah merilis paket kebijakan demi memperkuat kurs rupiah yang belakangan tertekan terhadap dolar AS.

Paket tersebut mencakup beragam ketentuan yang mulai berlaku April 2015, antara lain insentif berupa tax allowance untuk perusahaan yang menginvestasikan dividennya di Indonesia, menciptakan lapangan kerja yang besar, serta perusahaan berorientasi ekspor.

Pemerintah juga memberlakukan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri galangan kapal. Ketentuan lainnya, pemberian bebas visa kunjungan singkat kepada wisatawan dari 30 negara. Ada pula kebijakan tentang bea masuk antidumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara terhadap produk impor yang unfair trade.

Kemudian kewajiban penggunaan biofuel hingga 15% untuk mengurangi impor solar serta penerapan letter of credit (L/C) untuk produk sumber daya alam seperti produk tambang, batu bara, migas, dan minyak sawit mentah (CPO). Terakhir pemerintah memutuskan untuk restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik.

Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Muharram secara umum mendukung paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah. Kendati demikian, menurutnya, tidak semua kebijakan dalam paket itu berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. ”Yang dibutuhkan adalah kebijakan yang berpengaruh langsung terhadap penguatan nilai tukar rupiah,” kata Ecky.

Dia mendorong BI dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk berani membuat kebijakan yang berdampak cepat sekaligus dapat diprediksi segera memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pasalnya, anjloknya nilai tukar rupiah berdampak terhadap laju inflasi. ”Barang-barang kita kebutuhan impornya luar biasa,” ucapnya.

Sementara itu, pemerintah mengimbau para pengusaha untuk menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya guna mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. ”Bapak Presiden mengarahkan kepada para kader dan anggota Hipmi yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksinya,” ujar Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Imbauan ini ditujukan untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi belakangan ini. ”Sebagai bangsa Indonesia, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya guna mendukung penguatan nilai rupiah,” ujar Bahlil.

Mengenai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, Bahlil berpandangan, itu merupakan langkah awal untuk memperkuat kurs rupiah. Hipmi akan terus mengawal kebijakan pemerintah dalam memantau seberapa besar kebijakan tersebut mencapai sasaran.

Bukan Kebijakan Baru

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, sebagian kebijakan ekonomi yang ada ini memang tidak dapat dikatakan baru. Namun kebijakankebijakan itu lebih ke arah penekanan bagi sektor yang belum menjalankannya.

”Misalnya di periode sebelumnya sudah ada komoditi yang menggunakan LC (letter of credit ) seperti batu bara, tapi kalau semua produk sumber daya alam menggunakan, justru tambah bagus,” paparnya.

Dia berpandangan, setiap perusahaan yang melakukan ekspor sudah seharusnya menyumbang pendapatan ke negara. Dengan demikian, jangan sampai perusahaan dibiarkan tidak menggunakan LC secara berkepanjangan, terutama untuk sektor mineral dan kelapa sawit. ”Coba lihat berapa besar ekspor CPO ditambah batu bara, pasti dapat menghasilkan tambahan pemasukan yang banyak bagi negara,” katanya.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Pemerintah berusaha untuk memanfaatkan kondisi melemahnya nilai tukar rupiah dengan memberikan insentif kepada eksportir.

Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai paket kebijakan yang dirilis pemerintah belum dapat menjawab keseluruhan masalah ekonomi. Menurutnya, masyarakat jangan berharap perubahan instan karena paket kebijakan ekonomi baru berdampak enam bulan hingga satu tahun ke depan. Dia menambahkan, paket kebijakan ekonomi juga perlu dilengkapi dengan program percepatan infrastruktur.

”Kebijakan dengan mempercepat infrastruktur perlu terus didorong sehingga produksi bidang manufaktur juga akan terbantu dan membuat negara menjadi semakin kompetitif di pasar global,” paparnya.

Rabia edra/ Rahmat baihaqi/ Heru febrianto/ant
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5572 seconds (0.1#10.140)