Saya Sudah Mendapat Keadilan
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Setelah melalui proses panjang, kasus hukum yang menjerat Harso Taruno (Mbah Harso), 67, petani penggarap lahan di Suaka Marga Satwa Paliyan, Gunungkidul, DIY akhirnya berakhir kemarin.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wonosari memutuskan Mbah Harso tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuduhan. Mbah Harso sebelumnya didakwa melakukan perusakan hutan. Kasus yang menjeratnya pun mendapat perhatian luas dari berbagai lapisan masyarakat karena dinilai minim dengan alat bukti.
Karena dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, petani asal Dusun Bulurejo, Desa Kepek, Saptosari ini akhirnya ditahan lebih dari sebulan di Mapolres Gunungkidul. Kasus hampir serupa kini juga dialami Nenek Asyani, 63, asal Situbondo, Jawa Timur, yang ditahan gara-gara dituduh mencuri tujuh batang pohon jati milik Perhutani.
Putusan hakim kemarin kontan membuat Mbah Harso seakan mau pingsan. Dia tak menyangka akhirnya mendapatkan keadilan di tengah penegakan hukum bangsa ini yang terguncang. Dia berdiri kemudian bersujud syukur kala majelis hakim yang diketuai Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyowati membacakan amar putusannya.
Dengan nada lirih, Mbah Harso lalu memanjatkan doa syukur karena akhirnya bisa meninggalkan sel tahanan. Dalam sidang yang dimulai pukul 13.15 WIB kemarin, majelis hakim langsung membuka sidang dan membacakan amar putusan secara bergantian. Beberapa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung dipertimbangkan majelis hakim.
Majelis menyatakan Mbah Harso tidak terbukti melakukan tindakan melawan hukum berupa perusakan hutan di petak 136 kawasan Suaka Marga Satwa Resor Paliyan. Tidak hanya itu, dalam keterangan saksi yang disampaikan, tidak ada saksi yang melihat secara langsung. Namun hanya berdasarkan keterangan dari terdakwa saat dilakukan pemeriksaan.
Dengan pertimbangan ini majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuduhan dan mengembalikan nama baiknya di tengah masyarakat. ”Membebankan segala biaya persidangan kepada negara,” ucap ketua majelis hakim Yamti Agustina membacakan amar putusannya kemarin.
Vonis bebas terhadap Mbah Harso ini juga membuat warga yang mengikuti proses persidangan bernapas lega. Bahkan beberapa di antaranya tak kuasa meneteskan air mata dan saling berpelukan. Mereka terharu dengan perjuangan mendampingi Mbah Harso selama menjalani persidangan sejak sidang pertamanya, 11 Desember 2014 lalu.
Sementara seusai persidangan Mbah Harso tampak tenang keluar dari ruangan sidang. Dengan mengenakan baju koko warna putih dan peci yang selalu dikenakan, dia mengaku lega dengan keputusan majelis hakim yang membebaskan dirinya dari segala tuduhan. ”Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bebas,” ucapnya.
Setelah berstatus bebas ini, dirinya berniat berhenti sementara dari kegiatan menggarap lahan milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY tersebut. Lahan yang sudah dibelinya saat ini digarap warga lain di Paliyan dan proses selanjutnya akan diserahkan kepada anak-anaknya. ”Saya sudah tua, saya akan menuruti keinginan anak-anak saya dan tidak menggarap lahan dulu,” lanjutnya.
Saat disinggung upaya penegak hukum dengan memaksanya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan dan menahannya di sel tahanan Mapolres, Mbah Harso pun mengaku pasrah dan tidak akan menuntut balik. ”Semua demi proses hukum dan demi keadilan dan hari ini saya sudah mendapatkan keadilan ini,” imbuh dia.
Penasihat hukum Mbah Harso, Suradji Noto Suwarno, mengungkapkan rasa syukurnya atas dibebaskannya kliennya. Menurutnya, putusan bebas ini menunjukkan masih ada penegakan hukum yang tidak tumpul ke bawah. ”Ini juga menjadi catatan besar bagi penegakan hukum dan aparat kehutanan agar berhati-hati dalam melangkah dan memutuskan melanjutkan perkara yang tidak jelas alat buktinya,” ujar dia.
Kasus yang menimpa bapak dengan enam anak ini berawal ketika petugas polisi hutan (polhut) bermaksud memadamkan api saat terjadi kebakaran di petak 136 pada 26 September 2014 lalu. Seusai memadamkan api, mereka melihat ada tiga potongan kayu dan langsung menuduh Mbah Harso melakukan penebangan.
Mbah Harso lantas pada 27 September dimintai keterangan selama dua hari di Kantor Suaka Marga Satwa Resor Paliyan oleh polhut BKSDA yang diteruskan ke penyidik Unit Reskrim Polsek Paliyan. Pada 28 September, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, kakek dengan 10 cucu ini dimasukkan ke sel tahanan dengan tuduhan melakukan perusakan hutan.
Menantu Mbah Harso, Basuki Rahmad, mengaku sangat bersyukur dengan dibebaskannya mertuanya dari jeratan hukum. Dia pun memberikan apresiasi atas tegaknya keadilan bagi kaum miskin seperti dia dan keluarganya. ”Ini pelajaran berharga, perjuangan kami akhirnya terkabulkan,” ucapnya.
Setelah kejadian ini, dia sudah membahas dengan keluarga serta anak-anak Mbah Harso lainnya untuk tidak lagi menggarap lahan. ”Pokoknya bapak disuruh anak-anaknya di rumah saja, biarkan lahan itu digarap orang lain yang mau,” ucapnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito berpendapat, langkah proses hukum terhadap Mbah Harso merupakan masalah kecil dan tidak sebanding dengan persoalan bangsa. Hal ini, kata dia, menunjukkan ketidakadilan hukum bagi kaum miskin dan petani di Indonesia.
”Beruntung vonisnya bebas sehingga kaum miskin sedikit bisa lega dengan kasus kriminalisasi seperti yang dialami Mbah Harso. Namun ternyata masih banyak proses hukum terhadap kaum kecil yang tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan,” ungkapnya.
Menurutnya, vonis bebas Harso Taruno menjadi pintu masuk untuk mengembalikan kredibilitas hukum di Indonesia, yaitu keberpihakan pada keadilan. Kasus kriminalisasi saat ini juga sudah direspons masyarakat dengan memberikan dukungan baik moral maupun gerakan terorganisasi guna penolakan kriminalisasi. ”Inilah kondisi rakyat yang rindu keadilan,” tandasnya.
Dia berharap hukum tidak hanya berpegang pada formalitas dan prosedur hukum saja, tetapi lebih sensitif keadilan dan memilih kasus-kasus besar di negara seperti pemberantasan korupsi dan kasus besar lainnya.
Suharjono
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wonosari memutuskan Mbah Harso tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuduhan. Mbah Harso sebelumnya didakwa melakukan perusakan hutan. Kasus yang menjeratnya pun mendapat perhatian luas dari berbagai lapisan masyarakat karena dinilai minim dengan alat bukti.
Karena dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, petani asal Dusun Bulurejo, Desa Kepek, Saptosari ini akhirnya ditahan lebih dari sebulan di Mapolres Gunungkidul. Kasus hampir serupa kini juga dialami Nenek Asyani, 63, asal Situbondo, Jawa Timur, yang ditahan gara-gara dituduh mencuri tujuh batang pohon jati milik Perhutani.
Putusan hakim kemarin kontan membuat Mbah Harso seakan mau pingsan. Dia tak menyangka akhirnya mendapatkan keadilan di tengah penegakan hukum bangsa ini yang terguncang. Dia berdiri kemudian bersujud syukur kala majelis hakim yang diketuai Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyowati membacakan amar putusannya.
Dengan nada lirih, Mbah Harso lalu memanjatkan doa syukur karena akhirnya bisa meninggalkan sel tahanan. Dalam sidang yang dimulai pukul 13.15 WIB kemarin, majelis hakim langsung membuka sidang dan membacakan amar putusan secara bergantian. Beberapa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung dipertimbangkan majelis hakim.
Majelis menyatakan Mbah Harso tidak terbukti melakukan tindakan melawan hukum berupa perusakan hutan di petak 136 kawasan Suaka Marga Satwa Resor Paliyan. Tidak hanya itu, dalam keterangan saksi yang disampaikan, tidak ada saksi yang melihat secara langsung. Namun hanya berdasarkan keterangan dari terdakwa saat dilakukan pemeriksaan.
Dengan pertimbangan ini majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuduhan dan mengembalikan nama baiknya di tengah masyarakat. ”Membebankan segala biaya persidangan kepada negara,” ucap ketua majelis hakim Yamti Agustina membacakan amar putusannya kemarin.
Vonis bebas terhadap Mbah Harso ini juga membuat warga yang mengikuti proses persidangan bernapas lega. Bahkan beberapa di antaranya tak kuasa meneteskan air mata dan saling berpelukan. Mereka terharu dengan perjuangan mendampingi Mbah Harso selama menjalani persidangan sejak sidang pertamanya, 11 Desember 2014 lalu.
Sementara seusai persidangan Mbah Harso tampak tenang keluar dari ruangan sidang. Dengan mengenakan baju koko warna putih dan peci yang selalu dikenakan, dia mengaku lega dengan keputusan majelis hakim yang membebaskan dirinya dari segala tuduhan. ”Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bebas,” ucapnya.
Setelah berstatus bebas ini, dirinya berniat berhenti sementara dari kegiatan menggarap lahan milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY tersebut. Lahan yang sudah dibelinya saat ini digarap warga lain di Paliyan dan proses selanjutnya akan diserahkan kepada anak-anaknya. ”Saya sudah tua, saya akan menuruti keinginan anak-anak saya dan tidak menggarap lahan dulu,” lanjutnya.
Saat disinggung upaya penegak hukum dengan memaksanya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan dan menahannya di sel tahanan Mapolres, Mbah Harso pun mengaku pasrah dan tidak akan menuntut balik. ”Semua demi proses hukum dan demi keadilan dan hari ini saya sudah mendapatkan keadilan ini,” imbuh dia.
Penasihat hukum Mbah Harso, Suradji Noto Suwarno, mengungkapkan rasa syukurnya atas dibebaskannya kliennya. Menurutnya, putusan bebas ini menunjukkan masih ada penegakan hukum yang tidak tumpul ke bawah. ”Ini juga menjadi catatan besar bagi penegakan hukum dan aparat kehutanan agar berhati-hati dalam melangkah dan memutuskan melanjutkan perkara yang tidak jelas alat buktinya,” ujar dia.
Kasus yang menimpa bapak dengan enam anak ini berawal ketika petugas polisi hutan (polhut) bermaksud memadamkan api saat terjadi kebakaran di petak 136 pada 26 September 2014 lalu. Seusai memadamkan api, mereka melihat ada tiga potongan kayu dan langsung menuduh Mbah Harso melakukan penebangan.
Mbah Harso lantas pada 27 September dimintai keterangan selama dua hari di Kantor Suaka Marga Satwa Resor Paliyan oleh polhut BKSDA yang diteruskan ke penyidik Unit Reskrim Polsek Paliyan. Pada 28 September, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, kakek dengan 10 cucu ini dimasukkan ke sel tahanan dengan tuduhan melakukan perusakan hutan.
Menantu Mbah Harso, Basuki Rahmad, mengaku sangat bersyukur dengan dibebaskannya mertuanya dari jeratan hukum. Dia pun memberikan apresiasi atas tegaknya keadilan bagi kaum miskin seperti dia dan keluarganya. ”Ini pelajaran berharga, perjuangan kami akhirnya terkabulkan,” ucapnya.
Setelah kejadian ini, dia sudah membahas dengan keluarga serta anak-anak Mbah Harso lainnya untuk tidak lagi menggarap lahan. ”Pokoknya bapak disuruh anak-anaknya di rumah saja, biarkan lahan itu digarap orang lain yang mau,” ucapnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito berpendapat, langkah proses hukum terhadap Mbah Harso merupakan masalah kecil dan tidak sebanding dengan persoalan bangsa. Hal ini, kata dia, menunjukkan ketidakadilan hukum bagi kaum miskin dan petani di Indonesia.
”Beruntung vonisnya bebas sehingga kaum miskin sedikit bisa lega dengan kasus kriminalisasi seperti yang dialami Mbah Harso. Namun ternyata masih banyak proses hukum terhadap kaum kecil yang tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan,” ungkapnya.
Menurutnya, vonis bebas Harso Taruno menjadi pintu masuk untuk mengembalikan kredibilitas hukum di Indonesia, yaitu keberpihakan pada keadilan. Kasus kriminalisasi saat ini juga sudah direspons masyarakat dengan memberikan dukungan baik moral maupun gerakan terorganisasi guna penolakan kriminalisasi. ”Inilah kondisi rakyat yang rindu keadilan,” tandasnya.
Dia berharap hukum tidak hanya berpegang pada formalitas dan prosedur hukum saja, tetapi lebih sensitif keadilan dan memilih kasus-kasus besar di negara seperti pemberantasan korupsi dan kasus besar lainnya.
Suharjono
(ftr)