KPU Batasi Kampanye di Media Sosial
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan membatasi cara berkampanye melalui media sosial (medsos) pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Calon peserta hanya akan diperbolehkan memiliki tiga akun resmi yang sebelumnya telah didaftarkan penggunaannya kepada KPU.
“Iya kami akan ke arah sana, harus diatur juga (kampanye di medsos) walaupun tidak mudah,” ujar Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay seusai uji publik peraturan KPU (PKPU) mengenai pilkada di kantornya Jalan Imam Bonjol Jakarta, Kamis, kemarin. Gagasan ini sebagai bentuk antisipasi penyelenggara pemilu akan banyaknya akun di medsos yang kerap digunakan untuk menyerang atau melakukan kampanye hitam.
“Iya, sementara tiga (akun) walaupun sesuatu yang tidak mudah, tetapi akan kita mulai juga,” lanjutnya. Dengan mendata secara resmi, KPU berharap bisa memonitor akun yang resmi dan tidak sehingga bisa menindak apabila ditemukan pelanggaran. “Nanti akan dilakukan semacam peringatan dan kalau memang terus dilakukan (kampanye hitam), saya kira bisa ditutup,” papar Hadar.
Untuk melancarkan rencana ini, KPU berencana memperkuat koordinasi dengan sejumlah pihak seperti Bawaslu, Kemenkominfo, serta kepolisian. “Karena kan ada pihak pe-merintah yang punya otoritas untuk menutup dan Bawaslu karena mereka punya peran pengawasan paling depan beserta aparatnya,” tandasnya.
Sebelumnya Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan kampanye yang berlangsung selama pilkada serentak. Salah satunya tentang pembagian wewenang menyelenggarakan kampanye baik yang dilaksanakan oleh KPU maupun oleh peserta pilkada. “Yang diselenggarakan oleh pasangan calon atau tim kampanye dapat dilakukan dengan cara penyebaran bahan kampanye (yang diperbolehkan), pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog,” kata Ferry.
Adapun kampanye yang dilaksanakan KPU daerah itu debat publik (terbuka), penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, serta iklan di media massa. “Kampanye yang dilaksanakan KPU daerah (provinsi, kabupaten/ kota) seluruhnya dibiayai oleh APBD,” papar Ferry. Ferry menerangkan sanksi yang akan diberikan kepada peserta pilkada yang melanggar aturan kampanye, mulai dari peringatan tertulis hingga dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon.
“Ya kalau diketahui pasangan calon tersebut memasang iklan kampanye di media massa, kemudiansetelahkitaberi peringatan tertulis untuk menghentikan penayangan iklannya namun tidak diindahkan selama 24 jam, maka pasangan calon yang bersangkutan dikenai sanksi pembatalan,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini setuju dengan adanya pengaturan kampanye di medsos. Menurutnya medsos sangat rentan terjadi kampanye hitam dan dampaknya sangat dekat dengan masyarakat. “Saya setuju bahwa kampanye medsos diatur karena langsung menyasar publik. Terlebih masyarakat berhak mendapat informasi yang valid,” katanya.
Pendaftaran akun medsos ke KPU juga menurut Titi sudah tepat karena dengan demikian penyelenggara pemilu bisa memantau akun-akun resmi yang dimiliki setiap pasangan calon dan menindak akun ilegal yang menyerang satu pasangan calon tertentu. “Sepanjang dari sisi waktu taat UU dan PKPU.
Isi dan substansi tidak bertentangan karena kalau terjadi pelanggaran ini melibatkan langkah penegakan hukum,” sebutnya. Meski begitu Titi tidak sepakat apabila jumlah akun di medsos sampai dibatasi KPU. Menurutnya kampanye di medsos sebetulnya menjadi ajang kreativitas pasangan calon untuk memperoleh simpati masyarakat. “Berlebihan kalau sampai dibatasi sampai 3 akun, seharusnya diberikan saja keleluasaan jumlah akun,” tuturnya.
Apalagi di dalam pembatasan tersebut belum dijelaskan mengenai ketegasan terhadap akun ilegal atau anonim yang mengatasnamakan pasangan calon tertentu. “Fungsi kontrol sesama pasangan calon harus berjalan dan tugas penegak hukum serta KPU harus mengimbangi dengan pendidikan politik yang mampu memfilter informasi dari akun-akun yang ada,” ucapnya.
Selain itu, untuk menciptakan rasa keadilan bagi peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang bertarung di tiap wilayah, KPU juga akan membatasi jumlah belanja kampanye pasangan calon. Pembatasan dilakukan dengan cara membagi jumlah pemilih di suatu daerah dengan jumlah cakupan wilayah yang ada di daerah tersebut.
Setelah itu hasilnya akan dikalikan dengan jenis kegiatan yang diperbolehkan undang-undang (UU) boleh dilakukan tim pasangan calon. Pada UU Nomor 1/2015 tentang pilkada memang secara umum diatur batasan belanja kampanye tersebut. Namun di UU tersebut dijelaskan yang dibagi oleh cakupan wilayah adalah jumlah penduduk.
Dian ramadhani
“Iya kami akan ke arah sana, harus diatur juga (kampanye di medsos) walaupun tidak mudah,” ujar Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay seusai uji publik peraturan KPU (PKPU) mengenai pilkada di kantornya Jalan Imam Bonjol Jakarta, Kamis, kemarin. Gagasan ini sebagai bentuk antisipasi penyelenggara pemilu akan banyaknya akun di medsos yang kerap digunakan untuk menyerang atau melakukan kampanye hitam.
“Iya, sementara tiga (akun) walaupun sesuatu yang tidak mudah, tetapi akan kita mulai juga,” lanjutnya. Dengan mendata secara resmi, KPU berharap bisa memonitor akun yang resmi dan tidak sehingga bisa menindak apabila ditemukan pelanggaran. “Nanti akan dilakukan semacam peringatan dan kalau memang terus dilakukan (kampanye hitam), saya kira bisa ditutup,” papar Hadar.
Untuk melancarkan rencana ini, KPU berencana memperkuat koordinasi dengan sejumlah pihak seperti Bawaslu, Kemenkominfo, serta kepolisian. “Karena kan ada pihak pe-merintah yang punya otoritas untuk menutup dan Bawaslu karena mereka punya peran pengawasan paling depan beserta aparatnya,” tandasnya.
Sebelumnya Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan kampanye yang berlangsung selama pilkada serentak. Salah satunya tentang pembagian wewenang menyelenggarakan kampanye baik yang dilaksanakan oleh KPU maupun oleh peserta pilkada. “Yang diselenggarakan oleh pasangan calon atau tim kampanye dapat dilakukan dengan cara penyebaran bahan kampanye (yang diperbolehkan), pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog,” kata Ferry.
Adapun kampanye yang dilaksanakan KPU daerah itu debat publik (terbuka), penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, serta iklan di media massa. “Kampanye yang dilaksanakan KPU daerah (provinsi, kabupaten/ kota) seluruhnya dibiayai oleh APBD,” papar Ferry. Ferry menerangkan sanksi yang akan diberikan kepada peserta pilkada yang melanggar aturan kampanye, mulai dari peringatan tertulis hingga dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon.
“Ya kalau diketahui pasangan calon tersebut memasang iklan kampanye di media massa, kemudiansetelahkitaberi peringatan tertulis untuk menghentikan penayangan iklannya namun tidak diindahkan selama 24 jam, maka pasangan calon yang bersangkutan dikenai sanksi pembatalan,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini setuju dengan adanya pengaturan kampanye di medsos. Menurutnya medsos sangat rentan terjadi kampanye hitam dan dampaknya sangat dekat dengan masyarakat. “Saya setuju bahwa kampanye medsos diatur karena langsung menyasar publik. Terlebih masyarakat berhak mendapat informasi yang valid,” katanya.
Pendaftaran akun medsos ke KPU juga menurut Titi sudah tepat karena dengan demikian penyelenggara pemilu bisa memantau akun-akun resmi yang dimiliki setiap pasangan calon dan menindak akun ilegal yang menyerang satu pasangan calon tertentu. “Sepanjang dari sisi waktu taat UU dan PKPU.
Isi dan substansi tidak bertentangan karena kalau terjadi pelanggaran ini melibatkan langkah penegakan hukum,” sebutnya. Meski begitu Titi tidak sepakat apabila jumlah akun di medsos sampai dibatasi KPU. Menurutnya kampanye di medsos sebetulnya menjadi ajang kreativitas pasangan calon untuk memperoleh simpati masyarakat. “Berlebihan kalau sampai dibatasi sampai 3 akun, seharusnya diberikan saja keleluasaan jumlah akun,” tuturnya.
Apalagi di dalam pembatasan tersebut belum dijelaskan mengenai ketegasan terhadap akun ilegal atau anonim yang mengatasnamakan pasangan calon tertentu. “Fungsi kontrol sesama pasangan calon harus berjalan dan tugas penegak hukum serta KPU harus mengimbangi dengan pendidikan politik yang mampu memfilter informasi dari akun-akun yang ada,” ucapnya.
Selain itu, untuk menciptakan rasa keadilan bagi peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang bertarung di tiap wilayah, KPU juga akan membatasi jumlah belanja kampanye pasangan calon. Pembatasan dilakukan dengan cara membagi jumlah pemilih di suatu daerah dengan jumlah cakupan wilayah yang ada di daerah tersebut.
Setelah itu hasilnya akan dikalikan dengan jenis kegiatan yang diperbolehkan undang-undang (UU) boleh dilakukan tim pasangan calon. Pada UU Nomor 1/2015 tentang pilkada memang secara umum diatur batasan belanja kampanye tersebut. Namun di UU tersebut dijelaskan yang dibagi oleh cakupan wilayah adalah jumlah penduduk.
Dian ramadhani
(bbg)