Nenek Asyani Berharap Penahanan Ditangguhkan

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:23 WIB
Nenek Asyani Berharap Penahanan Ditangguhkan
Nenek Asyani Berharap Penahanan Ditangguhkan
A A A
SITUBONDO - Ratapan dan cucuran air mata Nenek Asyani di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Situbondo tak mengubah nasibnya sebagai seorang tahanan kasus pencurian.

Nenek renta asal Dusun Secangan, Desa Jatibanteng, itu masih mendekam di balik jeruji besi tanpa mengetahui apa sesungguhnya kesalahan yang dilakukan. Asyani ingin segera keluar dari penjara. Melalui kuasa hukumnya Asyani kemarin berharap majelis hakim melihat dan mengedepankan faktor kemanusiaan dalam perkara yang menimpanya.

Karena itu, hakim semestinya mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang akan diajukannya pada sidang lanjutan hari ini. “Sebab hukum yang adil itu juga berdasarkan rasa kemanusiaan atau sense of humanity. Semoga permohonan penangguhan penahanan yang kami ajukan nanti dikabulkan,” kata Supriyono, ketua tim kuasa hukum Asyani kemarin. Supriyono menegaskan banyak kejanggalan dalam kasus yang ditimpakan kepada kliennya.

Di antaranya mengenai barang bukti. Pihaknya sudah mengecek barang bukti yang diajukan ke persidangan. “Kayu yang disimpan Nenek Asyani dan diserahkan ke Pak Cipto berbeda dengan barang bukti yang diklaim Perhutani,” katanya. Menurut Supriyono, kayu yang dimiliki Asyani berupa sirap (olahan) yang telah dipotong-potong untuk dijadikan dipan tempat tidur.

Kayu ini berbeda dengan barang bukti yang disodorkan polisi atau diklaim Perhutani berupa gelondongan dengan diameter 15-20 cm. Karena itu dia menduga Asyani adalah korban rekayasa hukum. Seperti diberitakan, Asyani didakwa melakukan pencurian kayu jati milik Perhutani. Kasus ini terungkap ketika nenek 63 tahun itu membawa potonganpotongan kayu ke rumah Cipto (tukang kayu) untuk dijadikan dipan. Namun kayu ini kemudian terbongkar Perhutani dan dilaporkan ke polisi.

Perhutani menduga kayu tersebut hasil pembalakan liar. Adapun Asyani bersikukuh tidak bersalah karena kayu tersebut hasil tebangan lima tahun lalu dari lahan sendiri. Kepemilikan lahan itu juga dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah yang dikantonginya. Atas kasus ini Asyani menjalani pahitnya dipenjara sejak 15 Desember lalu.

Supriyono menerangkan, dirinya sudah pernah mengupayakan mediasi dalam perkara ini. Akan tetapi Perhutani dan polisi tidak merespons baik. Sementara itu Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur menyerahkan sepenuhnya kasus Asyani ke pengadilan.

Perhutani menegaskan kasus tersebut telah sesuai dengan koridor hukum sehingga aparat penegak hukum yang berwenang menuntaskan. Sekretaris Divisi Regional Perum Perhutani Jatim Yahya Amin mengungkapkan, nilai kerugian dari kasus pencurian kedua pohon tersebut Rp4.323.000.

Bernasib Sama

Kasus serupa juga menimpa Harso Taruna, petani asal Dusun Bulurejo, Desa Kepek, Saptosari, Gunungkidul. Pria 67 tahun yang menjadi terpidana kasus pencurian kayu di lahan BKSDA Paliyan ini kemarin sedianya menerima vonis Pengadilan Negeri Wonosari. Namun karena salah satu hakim berhalangan hadir, sidang putusan ditunda.

Harso merupakan petani penggarap yang menyewa lahan BKSDA senilai Rp2,5 juta. Agar dapat memanfaatkan lahan itu, dia memotong pohon di lahan tersebut. Tindakan inilah yang menyeretnya ke penjara. Dari polisi, kasusnya terus bergulir ke kejaksaan dan pengadilan. JPU menuntut Harso pidana penjara satu tahun dan denda uang Rp400.000. Dia dituduh merusak hutan konservasi dengan jerat pasal berlapis.

“Terdakwa melanggar Pasal 40 ayat 1 jo Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 21 ayat 1 a UU Nomor 5/1990, serta Pasal 82 ayat 2 jo Pasal 12 c Undang- Undang Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” kata jaksa Vivit.

Dia menuturkan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, terdakwa mengaku memotong kayu untuk dijadikan kayu bakar. “Atas tindakannya ini, dia juga merugikan negara dengan nilai materiil Rp400.000,” katanya. Kuasa hukum Harso, M Zaki Sierrad, menyatakan dakwaan yang disampaikan JPU terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Dakwaan perusakan ekosistem hutan tidak tepat. Dakwaan seperti itu seharusnya untuk kasus-kasus pembalakan liar seperti terjadi di Kalimantan. Tindakan klien kami bukan merusak hutan,” kata dia. Harso mengaku kecewa karena sidang putusan ditunda. Namun dia menghormati putusan hakim. “Ya sudah saya tunggu saja pekan depan (vonisnya),” katanya kalem.

Komisioner Komisi Yudisial (KY) Bidang Hubungan Antarlembaga Imam Anshori Saleh kembali menegaskan agar hakim melihat kasus yang menimpa Nenek Asyani ataupun Harso Taruna ini secara utuh. Harus dilihat benar konstruksi perkara sehingga putusan benar-benar adil. Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Eman Suparman menekankan, jika sedari awal dilakukan restorative justice, kasus Asyani semestinya tidak sampai di pengadilan.

P juliatmoko/Suharjono
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6134 seconds (0.1#10.140)