ISIS Kegagalan Operasi Intelijen Amerika Serikat di Afghanistan

Rabu, 11 Maret 2015 - 10:34 WIB
ISIS Kegagalan Operasi Intelijen Amerika Serikat di Afghanistan
ISIS Kegagalan Operasi Intelijen Amerika Serikat di Afghanistan
A A A
JAKARTA - Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merupakan kegagalan operasi intelijen Amerika Serikat (AS) di Afghanistan. Awalnya, AS mensponsori keberadaan dan aktivitas Taliban untuk mengooptasi cengkeraman Uni Soviet di Afghanistan.

Namun, akhirnya Taliban lepas kendali sementara sudah telanjur menjadi elemen terkuat di Afghanistan. Menurut mantan anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati, dengan kekuatan besar itu, berbalik berhadapan dengan AS yang kemudian berujung pada gerakan Al-Qaeda. “Nah, di Suriah, ambisi AS dan sekutu Arab-nya untuk menjatuhkan Bashar dengan mensponsori gerakan milisi telah memunculkan ISIS,” ungkap Susaningtyas di Jakarta kemarin.

Besarnya dukungan, lanjutnya, telah menjadikan mereka sebagai milisi paling dominan dan terkuat hingga akhirnya lepas kendali. Gerakan ISIS justru menyasar dan bahkan dominan mengarah ke Irak hingga kawasan Kurdistan, Turki sebagai kelompok milisi. “Sangat aneh bila mereka mampu berdagang minyak dengan leluasa serta menerima donasi yang besar sehingga menjadi milisi terkaya di dunia.

Padahal, negara sebesar Iran saja bisa diembargo perdagangan minyaknya oleh AS sehingga sempat hampir kolaps,” paparnya. ISIS, ungkap Susaningtyas, terbukti mampu mendapatkan persenjataan standar militer dalam jumlah besar yang sulit diperoleh dari pasar gelap karena hanya dapat diperoleh me-lalui pasokan negara sponsor. Beberapa temuan bahkan telah mengungkap hal tersebut.

Namun, keberadaan IS sendiri masih bisa menguntungkan bagi AS dan sekutunya, terutama dalam rangka memelihara instabilitas di Timur Tengah yang terkait dengan eksistensi Israel. Terkait Indonesia, menurut Susaningtyas, aspirasi ISIS bukan suatu yang baru, sebab dalam sejarah Indonesia pun ada yang sejenis dengan Daulah Islamiyah (dalam lingkup nasional), yaitu gerakan Darul Islam dan/ atau NII yang pernah melahirkan berbagai gerakan pemberontakan di masa lalu.

Karena itu, ujarnya, pergerakan warga negara Indonesia (WNI) ke Suriah/ Irak pun sulit dihindarkan terjadi. Serupa dengan pergerakan jihadis semasa konflik Afghanistan yang kemudian melahirkan gerakan JI, dan/ atau pergerakan jihadis ke Filipina Selatan. “Apa yang dialami Indonesia pun dialami oleh negara-negara di kawasan yang bahkan diklaim dan dikampanyekan ISIS sebagai bagian dari kekalifahannya,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf menginstruksikan seluruh jajaran NU di tingkat ranting, MWC, cabang, dan wilayah seluruh Indonesia untuk mewaspadai kelompok ekstrem Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS).

Dia meminta agar segera melakukan langkah-langkah yang konkret, terencana, danberkoordinasi dengan aparatur keamanan guna mewaspadai berkembangnya paham-paham yang dapat mengakibatkan terganggunya integritas nasional itu.

Khoirul muzzaki
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5040 seconds (0.1#10.140)