Pemprov-DPRD DKI Harus Bersinergi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengingatkan Pemprov dan DPRD DKI Jakarta untuk saling bersinergi dan sadar posisi sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan.
Jika kesadaran itu terbangun, tidak akan ada perbedaan terbuka seperti terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD. “Keduanya diberikan mandat oleh rakyat untuk melaksanakan urusan pemda dan merupakan mitra sejajar dalam menjalankan fungsinya,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO akhir pekan lalu.
Sebagai mitra sejajar, keduanya harus sama-sama menyadari posisi dan kewenangannya untuk membangun transparansi tata kelola pemerintahan. Caranya dengan mendorong pengalokasian anggaran lebih banyak untuk pelayanan publik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Gubernur dan DPRD juga harus menjalankan reformasi birokrasi, meningkatkan kompetensi aparatur, membuka partisipasi publik melalui citizen charter, dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Keduanya harus hadir untuk menyediakan regulasi yang mendorong prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi agar pencapaian tujuan otonomi berdasarkan urutan prioritas serta kemampuan sumber daya daerah.
“Pemda dan DPRD harus bersinergi dalam setiap pengambilan keputusan politik daerah seperti menyusun menetapkan APBD dan perda-perda dan terus membangun hubungan kemitraan karena keduanya adalah mitra sekerja dalam fungsi masing-masing,” ungkapnya.
Jika itu disadari, akan terbangun hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung. “Kalau kedua lembaga tersebut saling memahami posisi dan fungsinya, tidak akan terjadi perbedaan pendapat yang sangat terbuka seperti terjadi di DKI terkait APBD 2015,” ungkapnya.
Sebelumnya mediasi yang difasilitasi Kemendagri untuk menuntaskan polemik antara Pemprov dan DPRD DKI Jakarta terkait APBD gagal menemukan kesepakatan. Dalam proses mediasi yang digelar Kamis (5/3) tersebut bahkan sempat terjadi kericuhan.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, DKI Jakarta sebagai barometer pembangunan nasional harus memberikan contoh yang baik dalam penyusunan APBD bagi daerah-daerah lain di Indonesia. “Jangan sampai hubungan yang tidak baik antara gubernur dan DPRD menjadi preseden yang tidak baik bagi daerah lain,” kata Farouk.
Farouk mendorong mendagri segera memfasilitasi mediasi antara Pemprov bersama DPRD untuk mencari titik temu pengesahan APBD 2015. Terkait pengajuan hak angket DPRD, menurut Farouk, itu tidak boleh dianggap sebagai langkah untuk memberhentikan Ahok. “Tetapi, lebih pada mencari jalan keluar terhambatnya komunikasi gubernur dan DPRD selama ini,” ujarnya.
Jika dalam perjalanannya, baik gubernur atau DPRD menemukan penyimpangan penggunaan anggaran yang memiliki implikasi hukum, sebaiknya diselesaikan lewat jalur hukum dan sesuai perundang-undangan yang ada.
“Masing-masing pihak sebaiknya bisa menahan diri dalam mengeluarkan statement atau pernyataan yang tidak produktif sehingga akan semakin menambah kekisruhan yang sudah ada,” ucapnya.
DPRD Batal Laporkan Ahok
Di bagian lain, DPRD DKI Jakarta tidak jadi melaporkan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Mabes Polri. DPRD menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut ke Kemendagri. Selasa (3/3), DPRD menunjuk Razman Arif Nasution sebagai pengacara mereka.
Penunjukan Razman Arif bertujuan melaporkan Ahok terkait empat hal. Empat hal tersebut persoalan etika dan norma yang dilakukan Ahok dan penghinaan kepada lembaga DPRD dengan mengatakan, anggota Dewan maling anggaran Rp12,1 triliun. Kemudian pemalsuan dokumen APBD 2015 dan rencana suap kepada anggota Dewan Rp12,7 triliun.
Rencananya laporan tersebut dilakukan hari ini. Razman Arif Nasution mengatakan, meski urung melaporkan Ahok, ada beberapa anggota Dewan secara personal meminta dia mendampingi lantaran merasa dirugikan atas pembentukan persepsi yang dibuat mantan bupati Belitung Timur tersebut.
Sayangnya, dia belum dapat menyebutkan siapa anggota Dewan yang meminta pendampingan tersebut. “Kalau secara institusi, kan butuh proses persetujuan pimpinan dan sebagainya. Kalau secara personal, bisa langsung diproses, mungkin satu-dua hari ini akan kita proses,” ucapnya.
Kepala Bidang Pelayanan Hukum Biro Hukum DKI Jakarta Solefide mempersilakan DPRD melaporkan segala temuannya yang dianggap benar. Namun, dia menegaskan spesifikasi laporan harus berdasarkan identifikasi yang jelas. Misalnya, bila yang dilaporkan penyuapan, seperti apa bentuknya. Jika yang dikatakan penyuapan berbentuk pengadaan lahan dan sebagainya, itu jelas bukan penyuapan.
Sejauh ini, lanjut Solefide, permasalahan yang timbul masih berbau politik. Apalagi jika dikaitkan dengan persoalan institusi perihal APBD 2015. “Intinya laporan harus sesuai dengan pelanggaran pasal. Kami akan melihat dulu laporan mereka nanti baru bertindak,” ucapnya.
Rahmat sahid/ Bima setiyadi
Jika kesadaran itu terbangun, tidak akan ada perbedaan terbuka seperti terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD. “Keduanya diberikan mandat oleh rakyat untuk melaksanakan urusan pemda dan merupakan mitra sejajar dalam menjalankan fungsinya,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO akhir pekan lalu.
Sebagai mitra sejajar, keduanya harus sama-sama menyadari posisi dan kewenangannya untuk membangun transparansi tata kelola pemerintahan. Caranya dengan mendorong pengalokasian anggaran lebih banyak untuk pelayanan publik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Gubernur dan DPRD juga harus menjalankan reformasi birokrasi, meningkatkan kompetensi aparatur, membuka partisipasi publik melalui citizen charter, dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Keduanya harus hadir untuk menyediakan regulasi yang mendorong prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi agar pencapaian tujuan otonomi berdasarkan urutan prioritas serta kemampuan sumber daya daerah.
“Pemda dan DPRD harus bersinergi dalam setiap pengambilan keputusan politik daerah seperti menyusun menetapkan APBD dan perda-perda dan terus membangun hubungan kemitraan karena keduanya adalah mitra sekerja dalam fungsi masing-masing,” ungkapnya.
Jika itu disadari, akan terbangun hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung. “Kalau kedua lembaga tersebut saling memahami posisi dan fungsinya, tidak akan terjadi perbedaan pendapat yang sangat terbuka seperti terjadi di DKI terkait APBD 2015,” ungkapnya.
Sebelumnya mediasi yang difasilitasi Kemendagri untuk menuntaskan polemik antara Pemprov dan DPRD DKI Jakarta terkait APBD gagal menemukan kesepakatan. Dalam proses mediasi yang digelar Kamis (5/3) tersebut bahkan sempat terjadi kericuhan.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, DKI Jakarta sebagai barometer pembangunan nasional harus memberikan contoh yang baik dalam penyusunan APBD bagi daerah-daerah lain di Indonesia. “Jangan sampai hubungan yang tidak baik antara gubernur dan DPRD menjadi preseden yang tidak baik bagi daerah lain,” kata Farouk.
Farouk mendorong mendagri segera memfasilitasi mediasi antara Pemprov bersama DPRD untuk mencari titik temu pengesahan APBD 2015. Terkait pengajuan hak angket DPRD, menurut Farouk, itu tidak boleh dianggap sebagai langkah untuk memberhentikan Ahok. “Tetapi, lebih pada mencari jalan keluar terhambatnya komunikasi gubernur dan DPRD selama ini,” ujarnya.
Jika dalam perjalanannya, baik gubernur atau DPRD menemukan penyimpangan penggunaan anggaran yang memiliki implikasi hukum, sebaiknya diselesaikan lewat jalur hukum dan sesuai perundang-undangan yang ada.
“Masing-masing pihak sebaiknya bisa menahan diri dalam mengeluarkan statement atau pernyataan yang tidak produktif sehingga akan semakin menambah kekisruhan yang sudah ada,” ucapnya.
DPRD Batal Laporkan Ahok
Di bagian lain, DPRD DKI Jakarta tidak jadi melaporkan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Mabes Polri. DPRD menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut ke Kemendagri. Selasa (3/3), DPRD menunjuk Razman Arif Nasution sebagai pengacara mereka.
Penunjukan Razman Arif bertujuan melaporkan Ahok terkait empat hal. Empat hal tersebut persoalan etika dan norma yang dilakukan Ahok dan penghinaan kepada lembaga DPRD dengan mengatakan, anggota Dewan maling anggaran Rp12,1 triliun. Kemudian pemalsuan dokumen APBD 2015 dan rencana suap kepada anggota Dewan Rp12,7 triliun.
Rencananya laporan tersebut dilakukan hari ini. Razman Arif Nasution mengatakan, meski urung melaporkan Ahok, ada beberapa anggota Dewan secara personal meminta dia mendampingi lantaran merasa dirugikan atas pembentukan persepsi yang dibuat mantan bupati Belitung Timur tersebut.
Sayangnya, dia belum dapat menyebutkan siapa anggota Dewan yang meminta pendampingan tersebut. “Kalau secara institusi, kan butuh proses persetujuan pimpinan dan sebagainya. Kalau secara personal, bisa langsung diproses, mungkin satu-dua hari ini akan kita proses,” ucapnya.
Kepala Bidang Pelayanan Hukum Biro Hukum DKI Jakarta Solefide mempersilakan DPRD melaporkan segala temuannya yang dianggap benar. Namun, dia menegaskan spesifikasi laporan harus berdasarkan identifikasi yang jelas. Misalnya, bila yang dilaporkan penyuapan, seperti apa bentuknya. Jika yang dikatakan penyuapan berbentuk pengadaan lahan dan sebagainya, itu jelas bukan penyuapan.
Sejauh ini, lanjut Solefide, permasalahan yang timbul masih berbau politik. Apalagi jika dikaitkan dengan persoalan institusi perihal APBD 2015. “Intinya laporan harus sesuai dengan pelanggaran pasal. Kami akan melihat dulu laporan mereka nanti baru bertindak,” ucapnya.
Rahmat sahid/ Bima setiyadi
(ftr)