Polri Tingkatkan Kasus Denny ke Penyidikan
A
A
A
JAKARTA - Polri serius mengusut kasus dugaan korupsi payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Bahkan saat ini status kasus yang diduga menyeret nama mantan Wamenkumham Denny Indrayana itu sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan.
”Penyidikan itu untuk menemukan siapa tersangkanya. Penyidik akan menetapkan tersangka berdasarkan dua atau lebih alat bukti yang ditemukan,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie saat dihubungi kemarin.
Menurut Ronny, meski di setiap laporan tercantum pihak terlapor, dari proses penyelidikan dan penyidikan belum tentu terlapor ditetapkan menjadi tersangka.” Kalaupun sudah ada terlapor, belum tentu dia jadi tersangka. Proses penyidikan harus ditetapkan, tujuannya mengumpulkan alat bukti dan menemukan siapa tersangkanya,” paparnya.
Ronny menyebut pihak terlapor tidak melulu dijadikan tersangka karena pemeriksaan bertujuan mengumpulkan alat bukti yang kuat. Ketetapan itu sudah ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak ada pengaturan hukum yang langsung menersangkakan saksi.
”Kalaupun sudah ada terlapor belum tentu dia tersangka, tapi proses penyidikan harus ditetapkan, tujuannya mengumpulkan alat bukti dan menemukan siapa tersangkanya,” urainya.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso sebelumnya mengungkapkan ada indikasi keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek peralatan payment gateway pengurusan paspor di Kemenkumham tahun 2014. ”Nanti kita lihat hasil pemeriksaan. Tapi (ada) indikasi keterlibatan beliau (Denny),” kata Waseso di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Polri, Kamis (5/3).
Dia menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan Denny ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan proses penyelidikan lainnya. ”Dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang kita dapatkan, termasuk dari hasil audit, ya ada kecenderunganlah indikasi ke sana,” kata Waseso.
Namun dia mengatakan belum bisa menghitung kerugian negara dari kasus dugaan korupsi tersebut. ”Nanti yang hitung adalah BPK. Kita belum mintakan ke BPK tentang kerugian negara,” kata dia.
Denny dilaporkan oleh seseorang bernama Andi Syamsul Bahri beberapa waktu lalu dengan nomor LP/166/2015/ Bareskrim atas dugaan tindak pidana korupsi saat dia menjabat sebagai wamenkumham. Penyidik Bareskrim menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil 12 saksi, termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
Polri telah memeriksa saksi dari berbagai instansi seperti Kemenkumham, pemenang tender, Ditjen Imigrasi, dan pajak online. Penyidik berhasil memperoleh temuan atas dugaan korupsi yang terjadi di Kemenkumham dalam pengadaan proyek layanan singkat pembuatan paspor tersebut. Uang negara yang dikeluarkan dalam proyek tersebut sekitar Rp32 miliar.
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan kasus yang menimpa Denny Indrayana diserahkan ke kepolisian. ”Semua diserahkan sepenuhnya kepada polisi yang mengaturnya,” kata Yasonna di sela kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan Bolangi, Gowa, Sulawesi Selatan, kemarin.
Menurut dia, ada dua yang kini menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, yakni Denny Indrayana dan mantan Menkumham Amir Syamsuddin yang kini menjadi saksi. ”Ada dua sekarang, jelas semua kita serahkan sepenuhnya ke polisi,” katanya. Adapun Amir Syamsuddin menyatakan telah menghentikan proyek tersebut di tengah jalan karena ada ketidakserasian dengan aturan Kementerian Keuangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Harus Sportif
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta para pegiat antikorupsi bersikap jantan dan sportif. Lontaran JK ini menyentil sikap Denny Indrayana yang tak memenuhi panggilan polisi. ”Orang diperiksa itu bukan kriminalisasi, kriminalisasi itu jika sesuatu tidak ada dibuat-buat,” katanya kepada wartawan susai meresmikan Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (7/3).
JK menyebut ada proses dan fakta dalam suatu perkara. Untuk itu, orang yang diperiksa penyidik, baik itu dari kepolisian, kejaksaan maupun KPK, bukan sebuah bentuk kriminalisasi karena bagian dari proses mengumpulkan fakta.
”Pegiat antikorupsi jangan takut diperiksa. Biasanya, periksa itu, periksa ini, tahan itu, tahan ini, periksa BG (Komjen Pol Budi Gunawan), masukkan BG, (tetapi) ketika akan diperiksa, jangan saya, fair tidak?” katanya dengan nada tanya.
Untuk itu, kata JK, pegiat antikorupsi harus sportif ketika akan memenuhi pemeriksaan. Ketika keras meneriakkan antikorupsi, seharusnya juga bermain sportif. Mereka juga harus bisa menjelaskan bahwa diri mereka tidak melakukan korupsi seperti yang disangkakan. ”Jangan begitu (tidak sportif), jelaskan dulu masalahnya. Jangan karena pegiat antikorupsi terus tidak mau diperiksa,” sentilnya.
JK juga menyebut jika seseorang diduga bersalah tidak memandang apakah dia aktivis antikorupsi atau bukan. ”Kalau orang dinyatakan bersalah lalu diperiksa apa itu kriminalisasi, kalau misal ada faktanya kriminalisasi enggak,” imbuhnya.
Meski begitu, JK meminta para pegiat antikorupsi tidak takut ketika mengahadapi pemeriksaan. Aktivis antikorupsi harus jantan menghadapi pemeriksaan jika memang tidak melakukan korupsi. ”Yang ditangkap KPK apa bukan dugaan? Selalu dugaan awalnya. Nanti diperiksa hingga ada bukti. Jadi, jangan pengaruhi orang, jelaskan dulu, sportif dan harus jantan,” tegasnya.
Komentar JK tersebut merespons langkah Denny Indrayana yang menolak mendatangi pemanggilan Bareskrim Polri pada Jumat (6/3). Dia memilih datang ke Sekretariat Negara di lingkungan Istana Kepresidenan bersama Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto dan aktivis pegiat antikorupsi.
Kedatangan Denny ke Istana untuk melaporkan kriminalisasi yang menimpanya. Namun dia gagal menemui Mensesneg Pratikno karena sedang dinas luar kota. Bareskrim pun menjadwalkan ulang pemanggilan Denny pada Kamis (13/3).
Adapun Denny menyatakan akan mendatangi panggilan kedua atas dirinya di Bareskrim Polri tersebut. Kedatangannya ini menyangkut peran serta fungsi para pegiat antikorupsi berdasar instruksi Presiden yang diamanahi untuk berperang dan melakukan pemberhentian upaya kriminalisasi.
”Kami menyepakati menghormati perintah Presiden yang mengatakan agar kriminalisasi dihentikan dan menjadi logis kalau Polri, melalui pimpinannya Komjen Badrodin Haiti, melaksanakan perintah Presiden itu. Saya sendiri kemarin sebenarnya awalnya ingin hadir langsung (ke Bareskrim Polri),” ungkapnya.
Mengenai persoalan kasus payment gateway, Denny menyebut apa yang dia lakukan sepenuhnya merupakan bentuk ikhtiarnya selaku wamenkumham dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dia juga menegaskan tidak ada uang yang dikorupsi dalam proyek tersebut.
Kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo, menilai kasus dugaan korupsi payment gateway yang menyeret kliennya merupakan bentuk kriminalisasi. Terseretnya nama Denny karena kliennya dianggap menjadi salah satu pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat terjadi gesekan antara Polri dengan KPK.
Heru menjelaskan, alasan kriminalisasi itu dapat dilihat dari beberapa proses yang begitu cepat. Mulai dari laporan yang diserahkan pada 24 Februari 2015, tetapi sprindik juga diserahkan pada tanggal yang sama.
”Ini baru beberapa hari kemudian, sudah pemanggilan Prof Denny sebagai saksi. Sebelum laporan itu ada pemeriksaanpemeriksaan terhadap beberapa (saksi) di Kemenkumham. Silakan nilai sendiri apakah ini proses hukum yang wajar atau kriminalisasi,” jelasnya Jumat (6/3).
Heru mempertanyakan kenapa ada perbedaan tanggal dalam hal pelaporan dan itu menjadi sebuah kejanggalan dari surat laporan kasus yang menjerat kliennya itu.
Alfian faisal/ Okezone/ant
”Penyidikan itu untuk menemukan siapa tersangkanya. Penyidik akan menetapkan tersangka berdasarkan dua atau lebih alat bukti yang ditemukan,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie saat dihubungi kemarin.
Menurut Ronny, meski di setiap laporan tercantum pihak terlapor, dari proses penyelidikan dan penyidikan belum tentu terlapor ditetapkan menjadi tersangka.” Kalaupun sudah ada terlapor, belum tentu dia jadi tersangka. Proses penyidikan harus ditetapkan, tujuannya mengumpulkan alat bukti dan menemukan siapa tersangkanya,” paparnya.
Ronny menyebut pihak terlapor tidak melulu dijadikan tersangka karena pemeriksaan bertujuan mengumpulkan alat bukti yang kuat. Ketetapan itu sudah ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak ada pengaturan hukum yang langsung menersangkakan saksi.
”Kalaupun sudah ada terlapor belum tentu dia tersangka, tapi proses penyidikan harus ditetapkan, tujuannya mengumpulkan alat bukti dan menemukan siapa tersangkanya,” urainya.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso sebelumnya mengungkapkan ada indikasi keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek peralatan payment gateway pengurusan paspor di Kemenkumham tahun 2014. ”Nanti kita lihat hasil pemeriksaan. Tapi (ada) indikasi keterlibatan beliau (Denny),” kata Waseso di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Polri, Kamis (5/3).
Dia menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan Denny ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan proses penyelidikan lainnya. ”Dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang kita dapatkan, termasuk dari hasil audit, ya ada kecenderunganlah indikasi ke sana,” kata Waseso.
Namun dia mengatakan belum bisa menghitung kerugian negara dari kasus dugaan korupsi tersebut. ”Nanti yang hitung adalah BPK. Kita belum mintakan ke BPK tentang kerugian negara,” kata dia.
Denny dilaporkan oleh seseorang bernama Andi Syamsul Bahri beberapa waktu lalu dengan nomor LP/166/2015/ Bareskrim atas dugaan tindak pidana korupsi saat dia menjabat sebagai wamenkumham. Penyidik Bareskrim menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil 12 saksi, termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
Polri telah memeriksa saksi dari berbagai instansi seperti Kemenkumham, pemenang tender, Ditjen Imigrasi, dan pajak online. Penyidik berhasil memperoleh temuan atas dugaan korupsi yang terjadi di Kemenkumham dalam pengadaan proyek layanan singkat pembuatan paspor tersebut. Uang negara yang dikeluarkan dalam proyek tersebut sekitar Rp32 miliar.
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan kasus yang menimpa Denny Indrayana diserahkan ke kepolisian. ”Semua diserahkan sepenuhnya kepada polisi yang mengaturnya,” kata Yasonna di sela kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan Bolangi, Gowa, Sulawesi Selatan, kemarin.
Menurut dia, ada dua yang kini menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, yakni Denny Indrayana dan mantan Menkumham Amir Syamsuddin yang kini menjadi saksi. ”Ada dua sekarang, jelas semua kita serahkan sepenuhnya ke polisi,” katanya. Adapun Amir Syamsuddin menyatakan telah menghentikan proyek tersebut di tengah jalan karena ada ketidakserasian dengan aturan Kementerian Keuangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Harus Sportif
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta para pegiat antikorupsi bersikap jantan dan sportif. Lontaran JK ini menyentil sikap Denny Indrayana yang tak memenuhi panggilan polisi. ”Orang diperiksa itu bukan kriminalisasi, kriminalisasi itu jika sesuatu tidak ada dibuat-buat,” katanya kepada wartawan susai meresmikan Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (7/3).
JK menyebut ada proses dan fakta dalam suatu perkara. Untuk itu, orang yang diperiksa penyidik, baik itu dari kepolisian, kejaksaan maupun KPK, bukan sebuah bentuk kriminalisasi karena bagian dari proses mengumpulkan fakta.
”Pegiat antikorupsi jangan takut diperiksa. Biasanya, periksa itu, periksa ini, tahan itu, tahan ini, periksa BG (Komjen Pol Budi Gunawan), masukkan BG, (tetapi) ketika akan diperiksa, jangan saya, fair tidak?” katanya dengan nada tanya.
Untuk itu, kata JK, pegiat antikorupsi harus sportif ketika akan memenuhi pemeriksaan. Ketika keras meneriakkan antikorupsi, seharusnya juga bermain sportif. Mereka juga harus bisa menjelaskan bahwa diri mereka tidak melakukan korupsi seperti yang disangkakan. ”Jangan begitu (tidak sportif), jelaskan dulu masalahnya. Jangan karena pegiat antikorupsi terus tidak mau diperiksa,” sentilnya.
JK juga menyebut jika seseorang diduga bersalah tidak memandang apakah dia aktivis antikorupsi atau bukan. ”Kalau orang dinyatakan bersalah lalu diperiksa apa itu kriminalisasi, kalau misal ada faktanya kriminalisasi enggak,” imbuhnya.
Meski begitu, JK meminta para pegiat antikorupsi tidak takut ketika mengahadapi pemeriksaan. Aktivis antikorupsi harus jantan menghadapi pemeriksaan jika memang tidak melakukan korupsi. ”Yang ditangkap KPK apa bukan dugaan? Selalu dugaan awalnya. Nanti diperiksa hingga ada bukti. Jadi, jangan pengaruhi orang, jelaskan dulu, sportif dan harus jantan,” tegasnya.
Komentar JK tersebut merespons langkah Denny Indrayana yang menolak mendatangi pemanggilan Bareskrim Polri pada Jumat (6/3). Dia memilih datang ke Sekretariat Negara di lingkungan Istana Kepresidenan bersama Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto dan aktivis pegiat antikorupsi.
Kedatangan Denny ke Istana untuk melaporkan kriminalisasi yang menimpanya. Namun dia gagal menemui Mensesneg Pratikno karena sedang dinas luar kota. Bareskrim pun menjadwalkan ulang pemanggilan Denny pada Kamis (13/3).
Adapun Denny menyatakan akan mendatangi panggilan kedua atas dirinya di Bareskrim Polri tersebut. Kedatangannya ini menyangkut peran serta fungsi para pegiat antikorupsi berdasar instruksi Presiden yang diamanahi untuk berperang dan melakukan pemberhentian upaya kriminalisasi.
”Kami menyepakati menghormati perintah Presiden yang mengatakan agar kriminalisasi dihentikan dan menjadi logis kalau Polri, melalui pimpinannya Komjen Badrodin Haiti, melaksanakan perintah Presiden itu. Saya sendiri kemarin sebenarnya awalnya ingin hadir langsung (ke Bareskrim Polri),” ungkapnya.
Mengenai persoalan kasus payment gateway, Denny menyebut apa yang dia lakukan sepenuhnya merupakan bentuk ikhtiarnya selaku wamenkumham dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dia juga menegaskan tidak ada uang yang dikorupsi dalam proyek tersebut.
Kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo, menilai kasus dugaan korupsi payment gateway yang menyeret kliennya merupakan bentuk kriminalisasi. Terseretnya nama Denny karena kliennya dianggap menjadi salah satu pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat terjadi gesekan antara Polri dengan KPK.
Heru menjelaskan, alasan kriminalisasi itu dapat dilihat dari beberapa proses yang begitu cepat. Mulai dari laporan yang diserahkan pada 24 Februari 2015, tetapi sprindik juga diserahkan pada tanggal yang sama.
”Ini baru beberapa hari kemudian, sudah pemanggilan Prof Denny sebagai saksi. Sebelum laporan itu ada pemeriksaanpemeriksaan terhadap beberapa (saksi) di Kemenkumham. Silakan nilai sendiri apakah ini proses hukum yang wajar atau kriminalisasi,” jelasnya Jumat (6/3).
Heru mempertanyakan kenapa ada perbedaan tanggal dalam hal pelaporan dan itu menjadi sebuah kejanggalan dari surat laporan kasus yang menjerat kliennya itu.
Alfian faisal/ Okezone/ant
(ftr)