Perpres Bisa Picu Disharmoni Jokowi-JK
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan memperluas kewenangan Kepala Staf Kepresidenan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26/2015 rawan memicu hubungan yang tidak harmonis antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Pengamat politik dari UniversitasIndonesia(UI) Agung Suprio menilai, bukan tidak mungkin ke depan posisi JK tinggal sebagai bemper yang tidak mendapatkan peran apa-apa akibat kewenangannya sudah diambil alih Kepala Staf Kepresidenan. Jika itu terjadi, Agung melihat situasi yang cukup berisiko. Pasalnya, karakter JK selama ini dikenal sebagai orang yang ingin selalu mengambil peran.
“Ini bisa mengkhawatirkan. Makanya harus diselesaikan dengan baik,” ujarnya kemarin. Agung juga mengingatkan agar ketidaksenangan yang ditunjukkan JK saat mengetahui penerbitan perpres tersebut tidak melibatkan dirinya, tidak anggap sepele. “Kalau JK sampai kecewa dengan kepemimpinan Jokowi dan memutuskan mundur karena tidak diberi peran apa-apa, maka variabel lain yang akan bermain,” katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR Victor BungtiluLaiskodat memintaperpres yang diterbitkan presiden pada 23 Februari 2015 tersebut segera ditarik untuk dievaluasi. Menurutnya, jika fungsi Kepala Staf Kepresidenan sekadar memberikan masukan, hal itu dinilai tidak menjadi masalah. Namun, bila kewenangannya jauh lebih luas, misalnya memberikan penilaian kepada para menteri, termasuk memberikan perintah dan instruksi langsung, itu bertentangan sebab selama ini sudah ada menteri koordinator (menko).
Dalam menjalankan pemerintahan, kata Victor, presiden sudah dibantu oleh wakil presiden. Dengan demikian, kata dia, tidak perlu lagi ada perluasan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan. Dia lantas memaklumi ketika Wapres JK menyoroti perpres tersebut karena alasan akan terjadi koordinasi yang berlebihan. Menurutnya, sejak awal keberadaan Kepala Staf Kepresidenan sudah dipertanyakan karena tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Dengan memberinya kewenangan yang lebih luas lagi, Viktor melihat kebijakan tersebut rawan menimbulkan masalah. “Makanya, sebaiknya pemerintah menarik kembali perpres itu dan mengevaluasinya karena bisa melanggarundang-undang,” katanya. Pihak Istana sudah membantah diperluasnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan akan mereduksi kewenangan wapres dan para menko.
Seskab Andi Widjajanto mengatakan, perpres bertujuan untuk meletakkan Kepala Staf sebagai pembantu presiden dalam mengendalikan program prioritas. Ada lima yang menjadi tugasnya terkait sektor utama program prioritas nasional, yakni infrastruktur, ekonomi, maritim, pangan, dan pariwisata.
Sucipto
Pengamat politik dari UniversitasIndonesia(UI) Agung Suprio menilai, bukan tidak mungkin ke depan posisi JK tinggal sebagai bemper yang tidak mendapatkan peran apa-apa akibat kewenangannya sudah diambil alih Kepala Staf Kepresidenan. Jika itu terjadi, Agung melihat situasi yang cukup berisiko. Pasalnya, karakter JK selama ini dikenal sebagai orang yang ingin selalu mengambil peran.
“Ini bisa mengkhawatirkan. Makanya harus diselesaikan dengan baik,” ujarnya kemarin. Agung juga mengingatkan agar ketidaksenangan yang ditunjukkan JK saat mengetahui penerbitan perpres tersebut tidak melibatkan dirinya, tidak anggap sepele. “Kalau JK sampai kecewa dengan kepemimpinan Jokowi dan memutuskan mundur karena tidak diberi peran apa-apa, maka variabel lain yang akan bermain,” katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR Victor BungtiluLaiskodat memintaperpres yang diterbitkan presiden pada 23 Februari 2015 tersebut segera ditarik untuk dievaluasi. Menurutnya, jika fungsi Kepala Staf Kepresidenan sekadar memberikan masukan, hal itu dinilai tidak menjadi masalah. Namun, bila kewenangannya jauh lebih luas, misalnya memberikan penilaian kepada para menteri, termasuk memberikan perintah dan instruksi langsung, itu bertentangan sebab selama ini sudah ada menteri koordinator (menko).
Dalam menjalankan pemerintahan, kata Victor, presiden sudah dibantu oleh wakil presiden. Dengan demikian, kata dia, tidak perlu lagi ada perluasan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan. Dia lantas memaklumi ketika Wapres JK menyoroti perpres tersebut karena alasan akan terjadi koordinasi yang berlebihan. Menurutnya, sejak awal keberadaan Kepala Staf Kepresidenan sudah dipertanyakan karena tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Dengan memberinya kewenangan yang lebih luas lagi, Viktor melihat kebijakan tersebut rawan menimbulkan masalah. “Makanya, sebaiknya pemerintah menarik kembali perpres itu dan mengevaluasinya karena bisa melanggarundang-undang,” katanya. Pihak Istana sudah membantah diperluasnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan akan mereduksi kewenangan wapres dan para menko.
Seskab Andi Widjajanto mengatakan, perpres bertujuan untuk meletakkan Kepala Staf sebagai pembantu presiden dalam mengendalikan program prioritas. Ada lima yang menjadi tugasnya terkait sektor utama program prioritas nasional, yakni infrastruktur, ekonomi, maritim, pangan, dan pariwisata.
Sucipto
(ars)