Australia Protes Pengawalan Duo Bali Nine
A
A
A
SYDNEY - Pemerintah Australia semakin sensitif di tengah upaya membebaskan dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dari eksekusi mati.
Australia menilai Pemerintah Indonesia melakukan tindakan- tindakan yang berlebihan dalam pengamanan terhadap duo Bali Nine itu, khususnya saat pemindahan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan Bali ke LP Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah. Aksi foto selfie Kapolresta Denpasar Kombes Pol Djoko Hariutomo dengan Chan dan Myuran pada saat pemindahan Rabu (4/3) lalu juga tak luput dari kritikan Australia.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyayangkan pengawalan militer yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional. Bishop menganggap Indonesia terlalu banyak menampilkan kekuatannya hanya untuk mengawal dua terpidana kasus narkoba serta menunjukkan seolah-olah sedang dalam pelatihan militer besar. Pemindahan Chan dan Myuran ke penjara Nusakambangan memang dilakukan secara ketat termasuk menggunakan pengawalan jet tempur.
Perlakuan ini, menurut Bishop, terlalu berlebihan dibanding ketika Indonesia mengawal terpidana dari negara lain yang hanya menggunakan van. Bishop juga menyoroti selfie Kombes Pol Djoko Hariutomo sebagai tindakan yang tak pantas. Gambar itu, menurutnya, tidak bermartabat dan merendahkan terpidana. Atas masalah ini, Australia telah melayangkan surat protes ke Polda Bali yang ditembuskan ke Mabes Polri, Kedutaan RI di Australia, serta Kementerian Luar Negeri RI.
Bishop menegaskan, Pemerintah Australia masih berupaya untuk menyelamatkan kedua terpidana di detik-detik akhir jelang eksekusi ini. Dalam kondisi yang belum pasti ini, Bishop mengaku belum bisa memberikan janji apa pun kepada pihak keluarga. Pun demikian, dia belum bisa memberi tahu mereka kapan eksekusi dua terpidana akan dilakukan. Bishop berharap Indonesia mengerti dengan perasaan resah yang dialami keluarga terpidana.
”Tampaknya negara kita dirancang sebagai bahan publikasi karena itu perlakuan mereka kepada kami sangat berbeda dengan warga negara lain yang berada dalam posisi sama,” keluh Bishop dilansir SBS . Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengaku kaget dengan adanya polisi senior Indonesia yang terlihat sengaja selfie di samping Chan sembari tersenyum. Australia menganggap perlakuan tersebut terlalu berlebihan. Abbott menyebut foto tersebut tidak pantas ditampilkan.
”Foto itu menunjukkan kurangnya rasa hormat dan martabat mereka,” ucapnya. Sejumlah anggota parlemen Australia juga menilai gambar itu sangat tidak sensitif dan hampir mengerikan. Mereka mengaku tidak menyangka Pemerintah Indonesia dapat belaku seperti itu di tengah situasi yang rumit ini. Sementara itu menyusul protes Pemerintah Australia terhadap aksi selfie Kapolresta Denpasar Kombes Pol Djoko Hariutomo, Polda Bali langsung bertindak.
”Sedang diusut Propam,” ujar Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Herry Wiyanto kemarin. Herry mengatakan, pihaknya saat ini sedang mendalami laporan dan surat protes dari Australia serta mengusut siapa pemilik foto hingga akhirnya disebarkan ke sebuah media televisi lokal itu.
Dalam foto selfie itu, tampak Kombes Djoko memegang pundak Myuran dan foto lainnya bersama Andrew Chan menatap kamera sembari tersenyum. Kombes Djoko Hariutomo belum bisa dimintai konfirmasi lewat ponselnya sejak dua hari terakhir ini.
Jaksa Matangkan Persiapan Akhir
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mematangkan persiapan eksekusi meski belum menyampaikan resmi kapan eksekusi itu akan dilaksanakan. Sesuai prosedur, 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan eksekusi mati, otoritas terkait akan memberikan keterangan resmi. Setelah itu, jaksa akan menanyakan permintaan terakhir kepada para terpidana. Saat sudah diumumkan, para terpidana akan menjalani penahanan di sel isolasi.
Rencananya akan ada 10 terpidana mati yang akan dieksekusi pada gelombang II di tahun 2015 ini. Mereka adalah Andrew Chan (Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Serge Areski Atlaoui (Filipina), Silvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem Agbaje Salami (Spanyol) dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Eko Suwarni mengatakan, saat ini sudah dilakukan koordinasi untuk eksekusi, salah satunya mengenai regu penembak, dari Polda Jateng. ”Kalau waktunya (kapan), tunggu dari pusat (Kejaksaan Agung),” ungkap Eko. PoldaJatengmenyiapkan140 personel juru tembak untuk keperluan pelaksanaan eksekusi. Mereka seluruhnya berasal dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jateng.
”Tiap 1 terpidana mati ada 14 orang (penembak),” ungkap Kapoda Jateng Irjen Pol Nur Ali di Mapolda Jateng di Semarang kemarin. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana menegaskan, eksekusi tidak akan dilakukan pada pekan ini. Menurutnya, untuk eksekusi mati harus dilihat sejumlah pertimbangan secara baik, termasuk kondisi psikologis terpidana.
”Saya pastikan bukan pekan ini, bulan ini belum saya pastikan. Setelah masuk isolasi juga ada jeda waktu. Ya kita harus tunggu,” kata dia. Di antara yang membuat Kejagung belum memutuskan waktu eksekusi adalah menunggu kejelasan terpidana mati asal Filipina Mary Jane yang tengah mengajukan peninjauan kembali (PK). Mary Jane kini disel di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Jaksa Agung HM Prasetyo, Rabu (4/3) lalu, juga membantah pelaksanaan eksekusi akan dilakukan dalam waktu 3 x 24 jam setelah narapidana diisolasi di Nusakambangan.
”Ya kita lihatlah nanti. Kita hargai juga proses persidangan kan ?” katanya. Vonis hukuman mati Mary Jane Fiesta Veloso sebenarnya telah berkekuatan hukum tetap sejak putusan kasasi pada 2011 lalu. Bahkan pada 2014, Presiden Joko Widodo juga telah menolak memberikan ampunan (grasi) warga negara Filipina itu.
Rini agustina/ ristu hanafi/ eka setiawan/ sindonews.com/ant
Australia menilai Pemerintah Indonesia melakukan tindakan- tindakan yang berlebihan dalam pengamanan terhadap duo Bali Nine itu, khususnya saat pemindahan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan Bali ke LP Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah. Aksi foto selfie Kapolresta Denpasar Kombes Pol Djoko Hariutomo dengan Chan dan Myuran pada saat pemindahan Rabu (4/3) lalu juga tak luput dari kritikan Australia.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyayangkan pengawalan militer yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional. Bishop menganggap Indonesia terlalu banyak menampilkan kekuatannya hanya untuk mengawal dua terpidana kasus narkoba serta menunjukkan seolah-olah sedang dalam pelatihan militer besar. Pemindahan Chan dan Myuran ke penjara Nusakambangan memang dilakukan secara ketat termasuk menggunakan pengawalan jet tempur.
Perlakuan ini, menurut Bishop, terlalu berlebihan dibanding ketika Indonesia mengawal terpidana dari negara lain yang hanya menggunakan van. Bishop juga menyoroti selfie Kombes Pol Djoko Hariutomo sebagai tindakan yang tak pantas. Gambar itu, menurutnya, tidak bermartabat dan merendahkan terpidana. Atas masalah ini, Australia telah melayangkan surat protes ke Polda Bali yang ditembuskan ke Mabes Polri, Kedutaan RI di Australia, serta Kementerian Luar Negeri RI.
Bishop menegaskan, Pemerintah Australia masih berupaya untuk menyelamatkan kedua terpidana di detik-detik akhir jelang eksekusi ini. Dalam kondisi yang belum pasti ini, Bishop mengaku belum bisa memberikan janji apa pun kepada pihak keluarga. Pun demikian, dia belum bisa memberi tahu mereka kapan eksekusi dua terpidana akan dilakukan. Bishop berharap Indonesia mengerti dengan perasaan resah yang dialami keluarga terpidana.
”Tampaknya negara kita dirancang sebagai bahan publikasi karena itu perlakuan mereka kepada kami sangat berbeda dengan warga negara lain yang berada dalam posisi sama,” keluh Bishop dilansir SBS . Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengaku kaget dengan adanya polisi senior Indonesia yang terlihat sengaja selfie di samping Chan sembari tersenyum. Australia menganggap perlakuan tersebut terlalu berlebihan. Abbott menyebut foto tersebut tidak pantas ditampilkan.
”Foto itu menunjukkan kurangnya rasa hormat dan martabat mereka,” ucapnya. Sejumlah anggota parlemen Australia juga menilai gambar itu sangat tidak sensitif dan hampir mengerikan. Mereka mengaku tidak menyangka Pemerintah Indonesia dapat belaku seperti itu di tengah situasi yang rumit ini. Sementara itu menyusul protes Pemerintah Australia terhadap aksi selfie Kapolresta Denpasar Kombes Pol Djoko Hariutomo, Polda Bali langsung bertindak.
”Sedang diusut Propam,” ujar Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Herry Wiyanto kemarin. Herry mengatakan, pihaknya saat ini sedang mendalami laporan dan surat protes dari Australia serta mengusut siapa pemilik foto hingga akhirnya disebarkan ke sebuah media televisi lokal itu.
Dalam foto selfie itu, tampak Kombes Djoko memegang pundak Myuran dan foto lainnya bersama Andrew Chan menatap kamera sembari tersenyum. Kombes Djoko Hariutomo belum bisa dimintai konfirmasi lewat ponselnya sejak dua hari terakhir ini.
Jaksa Matangkan Persiapan Akhir
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mematangkan persiapan eksekusi meski belum menyampaikan resmi kapan eksekusi itu akan dilaksanakan. Sesuai prosedur, 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan eksekusi mati, otoritas terkait akan memberikan keterangan resmi. Setelah itu, jaksa akan menanyakan permintaan terakhir kepada para terpidana. Saat sudah diumumkan, para terpidana akan menjalani penahanan di sel isolasi.
Rencananya akan ada 10 terpidana mati yang akan dieksekusi pada gelombang II di tahun 2015 ini. Mereka adalah Andrew Chan (Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Serge Areski Atlaoui (Filipina), Silvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem Agbaje Salami (Spanyol) dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Eko Suwarni mengatakan, saat ini sudah dilakukan koordinasi untuk eksekusi, salah satunya mengenai regu penembak, dari Polda Jateng. ”Kalau waktunya (kapan), tunggu dari pusat (Kejaksaan Agung),” ungkap Eko. PoldaJatengmenyiapkan140 personel juru tembak untuk keperluan pelaksanaan eksekusi. Mereka seluruhnya berasal dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jateng.
”Tiap 1 terpidana mati ada 14 orang (penembak),” ungkap Kapoda Jateng Irjen Pol Nur Ali di Mapolda Jateng di Semarang kemarin. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana menegaskan, eksekusi tidak akan dilakukan pada pekan ini. Menurutnya, untuk eksekusi mati harus dilihat sejumlah pertimbangan secara baik, termasuk kondisi psikologis terpidana.
”Saya pastikan bukan pekan ini, bulan ini belum saya pastikan. Setelah masuk isolasi juga ada jeda waktu. Ya kita harus tunggu,” kata dia. Di antara yang membuat Kejagung belum memutuskan waktu eksekusi adalah menunggu kejelasan terpidana mati asal Filipina Mary Jane yang tengah mengajukan peninjauan kembali (PK). Mary Jane kini disel di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Jaksa Agung HM Prasetyo, Rabu (4/3) lalu, juga membantah pelaksanaan eksekusi akan dilakukan dalam waktu 3 x 24 jam setelah narapidana diisolasi di Nusakambangan.
”Ya kita lihatlah nanti. Kita hargai juga proses persidangan kan ?” katanya. Vonis hukuman mati Mary Jane Fiesta Veloso sebenarnya telah berkekuatan hukum tetap sejak putusan kasasi pada 2011 lalu. Bahkan pada 2014, Presiden Joko Widodo juga telah menolak memberikan ampunan (grasi) warga negara Filipina itu.
Rini agustina/ ristu hanafi/ eka setiawan/ sindonews.com/ant
(ars)