Peradilan Partai Harus Dipercepat
A
A
A
JAKARTA - Proses tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak segera dimulai. Namun, masih ada dua partai yang berkonflik dan hingga kini belum jelas penyelesaiannya.
Pasalnya, internal partai yang tengah berkonflik harus segera menyelesaikan perselisihannya. Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, kepastian hukum partai politik yang dapat ikut dalam pemilihan kepala daerah hanya dapat diperoleh dari keabsahannya di catatan Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh karena itu agar dapat mengejar proses pelaksanaan pilkada, maka sepatutnya proses peradilan bagi partai yang tengah terbelah bisa dilakukan sesegera mungkin, dengan tahapan waktu yang juga singkat.” Satu-satunya jalan memang harus diakui oleh Kemenkumham. Kalau sekarang, pengakuan itu diragukan satu pihak maka sudah sepatutnya peradilannya yang dipercepat,” ucap Said saat berbincang dengan KORAN SINDOsemalam.
Menurut Said, mau tidak mau memang partai harus memiliki legal formal dari pemerintah. Terlebih keabsahan ini yang akan menjadi pegangan KPU dalam memutuskan mana hak menjadi peserta pilkada. “Kalau sudah pasti maka KPU juga tidak akan ragu untuk melangkah. Makanya harus dipastikan sesegera mungkin,” ujarnya.
Cara ini menurutnya juga tidak melanggar aturan, justru membantu parpol serta KPU untuk menentukan mana yang berhak dan tidak. “Bisa saja, itu nanti tinggal diatur agar prosesnya cepat dan keputusannya bisa segera ditentukan,” jelasnya. Pengamat politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto meminta agar perselisihan partai bisa segera dilakukan apabila mereka ingin ikut dalam pilkada.
Penyelesaian akan menyelamatkan partai saat ini dan ke depan. “Jika tidak artinya terus merasa paling benar paling sah dan paling berhak, dan terus menempuh jalur hukum selain islah maka nanti parpol tersebut akan menjadi penonton dalam pilkada,” ujar Heri saat berbincang dengan KORAN SINDO semalam. Selain itu, Heri melihat ada beberapa kerugian bagi partai politik yang berlarut-larut penyelesaian konfliknya.
Pertama, implikasinya pada keikutsertaannya dalam agenda politik dalam waktu dekat yaitu pilkada. “Kalaupun satu pihak ikut pilkada pun, konsekuensinya bisa mengurangi suara, karena masyarakat yang tidak lagi menaruh simpati kepada calon dari partai tersebut.”Dampak lain menurut Heri adalah ancaman perpecahan di tubuh partai yang semakin besar.
Peluang untuk membentuk atau pindah kendaraan politik jelang pilkada semakin menguat apabila nantinya pihak yang tidak diakui kecewa dan tidak dapat menerima keputusan tersebut. “Memicu perpindahan kaderkader, terlebih di daerah yang memiliki kader ingin maju dalam pilkada nanti,” lanjutnya. Heri menegaskan, putusan apa pun yang dikeluarkan oleh pengadilan tidak akan dapat memuaskan semua pihak.
Untuk itu yang diperlukan hanyalah kesadaran kedua belah pihak yang tengah bertikai untuk mau berdamai atau mengusulkan islah. “Artinya, putusan yang menyatakan yang menang harus mengakomodasi yang kalah bisa menjadi sia-sia,” tambahnya. Seperti diketahui, hingga saat ini dua partai yang cukup mapan yakni Partai Golkar dan PPP belum juga berhasil menyatukan kembali kepengurusannya.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah kembali menegaskan bahwa pihaknya hanya berpegangan pada pencatatan Kemenkumham atas keabsahan suatu kepengurusan partai. Hal itu yang akan dijadikan modal kepengurusan mana yang bisa ikut dan mencalonkan kadernya dalam pilkada.
“Kita tunggu Kemenkumham keluarkan SK,” ucap Ferry. Menurut dia, tidak ada jalur lain bagi partai untuk bisa ikut dalam pilkada selain pengesahan Kemenkumham. Untuk itu, dia berharap perselisihan partai bisa segera selesai sebelum pilkada dilaksanakan.
Dian ramadhani
Pasalnya, internal partai yang tengah berkonflik harus segera menyelesaikan perselisihannya. Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, kepastian hukum partai politik yang dapat ikut dalam pemilihan kepala daerah hanya dapat diperoleh dari keabsahannya di catatan Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh karena itu agar dapat mengejar proses pelaksanaan pilkada, maka sepatutnya proses peradilan bagi partai yang tengah terbelah bisa dilakukan sesegera mungkin, dengan tahapan waktu yang juga singkat.” Satu-satunya jalan memang harus diakui oleh Kemenkumham. Kalau sekarang, pengakuan itu diragukan satu pihak maka sudah sepatutnya peradilannya yang dipercepat,” ucap Said saat berbincang dengan KORAN SINDOsemalam.
Menurut Said, mau tidak mau memang partai harus memiliki legal formal dari pemerintah. Terlebih keabsahan ini yang akan menjadi pegangan KPU dalam memutuskan mana hak menjadi peserta pilkada. “Kalau sudah pasti maka KPU juga tidak akan ragu untuk melangkah. Makanya harus dipastikan sesegera mungkin,” ujarnya.
Cara ini menurutnya juga tidak melanggar aturan, justru membantu parpol serta KPU untuk menentukan mana yang berhak dan tidak. “Bisa saja, itu nanti tinggal diatur agar prosesnya cepat dan keputusannya bisa segera ditentukan,” jelasnya. Pengamat politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto meminta agar perselisihan partai bisa segera dilakukan apabila mereka ingin ikut dalam pilkada.
Penyelesaian akan menyelamatkan partai saat ini dan ke depan. “Jika tidak artinya terus merasa paling benar paling sah dan paling berhak, dan terus menempuh jalur hukum selain islah maka nanti parpol tersebut akan menjadi penonton dalam pilkada,” ujar Heri saat berbincang dengan KORAN SINDO semalam. Selain itu, Heri melihat ada beberapa kerugian bagi partai politik yang berlarut-larut penyelesaian konfliknya.
Pertama, implikasinya pada keikutsertaannya dalam agenda politik dalam waktu dekat yaitu pilkada. “Kalaupun satu pihak ikut pilkada pun, konsekuensinya bisa mengurangi suara, karena masyarakat yang tidak lagi menaruh simpati kepada calon dari partai tersebut.”Dampak lain menurut Heri adalah ancaman perpecahan di tubuh partai yang semakin besar.
Peluang untuk membentuk atau pindah kendaraan politik jelang pilkada semakin menguat apabila nantinya pihak yang tidak diakui kecewa dan tidak dapat menerima keputusan tersebut. “Memicu perpindahan kaderkader, terlebih di daerah yang memiliki kader ingin maju dalam pilkada nanti,” lanjutnya. Heri menegaskan, putusan apa pun yang dikeluarkan oleh pengadilan tidak akan dapat memuaskan semua pihak.
Untuk itu yang diperlukan hanyalah kesadaran kedua belah pihak yang tengah bertikai untuk mau berdamai atau mengusulkan islah. “Artinya, putusan yang menyatakan yang menang harus mengakomodasi yang kalah bisa menjadi sia-sia,” tambahnya. Seperti diketahui, hingga saat ini dua partai yang cukup mapan yakni Partai Golkar dan PPP belum juga berhasil menyatukan kembali kepengurusannya.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah kembali menegaskan bahwa pihaknya hanya berpegangan pada pencatatan Kemenkumham atas keabsahan suatu kepengurusan partai. Hal itu yang akan dijadikan modal kepengurusan mana yang bisa ikut dan mencalonkan kadernya dalam pilkada.
“Kita tunggu Kemenkumham keluarkan SK,” ucap Ferry. Menurut dia, tidak ada jalur lain bagi partai untuk bisa ikut dalam pilkada selain pengesahan Kemenkumham. Untuk itu, dia berharap perselisihan partai bisa segera selesai sebelum pilkada dilaksanakan.
Dian ramadhani
(bbg)