Machfud Suroso Dituntut 7 Tahun 6 Bulan

Kamis, 05 Maret 2015 - 11:16 WIB
Machfud Suroso Dituntut 7 Tahun 6 Bulan
Machfud Suroso Dituntut 7 Tahun 6 Bulan
A A A
JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan tujuh tahun dan enam bulan penjara kepada Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso.

Tuntutan itu tertuang dalam surat tuntutan Nomor : Tut- 06/24/03/2015 atas nama Machfud yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Tuntutan dibacakan bergantian oleh JPU yang terdiri atas Fitroh Rohcahyanto selaku ketua sekaligus anggota dengan anggota Abdul Basir, Joko Hermawan, dan Herry BS Ratna Putra.

JPU meyakini Machfud terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam proyek pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Proyek pembangunan tersebut bernilai kontrak Rp1,077 triliun dengan kerugian negara sebesar Rp464,514 miliar. Karena syarat objektif dan subjektif pemidanaan telah terpenuhi, yang bersangkutan harus dijatuhi pidana sesuai perbuatannya.

“Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Machfud Suroso berupa pidana denda selama tujuh tahun dan enam bulan. Ditambah dengan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan,” ucap Fitroh Rohcahyanto di depan majelis hakim.

Dia melanjutkan, Machfud telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 Undang- Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP (Pidana). Ihwal perbuatan itu sesuai dakwaan kedua. Machfud juga dituntut pidana uang pengganti.

“Membayar uang pengganti sebesar Rp36,818 miliar. Dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar, akan diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ungkapnya. Fitroh mengatakan, dalam penyusunan tuntutan, JPU tetap mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan yakni Machfud belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya, masih memiliki tanggungan keluarga, dan sopan selama bersidang.

Hal memberatkan ada dua. Pertama, Machfud tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tipikor. “Kedua, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan tujuan program pembangunan P3SON Hambalang Kemenpora tidak tercapai,” sebut Fitroh. Abdul Basir menguraikan, fakta-fakta hukum dalam persidangan terungkap bahwa peran Machfud jelas sekali mendukung tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Bermula sebelum pelaksanaan lelang proyek pada September 2009, Machfud bersama Munadi Herlambang bertemu M Arief Taufiqurrahman selaku manajer pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Tbk (AK). Pertemuan itu guna membahas keikutsertaan PT AK dalam proyek P3SON Hambalang.

“Yang ditindaklanjuti pertemuan terdakwa dengan Teuku Bagus Mokhamad Noor selaku kepala Divisi Konstruksi I PT AK dan M Arief Taufiqurrahma yang difasilitasi Paul Nelwan dengan Wafid Muharram selaku sekretaris Kemenpora di Kantor Kemenpora,” papar Basir. Lepas dari situ, Machfud memberikan uang kepada Wafid sebesar Rp3 miliar pada 14 September 2009. Itu pemberian awal agar PT AK bisa mengerjakan proyek Hambalang. Teuku Bagus pun sudah menyerahkan Rp2 miliar kepada Wafid melalui Paul Nelwan dalam dua tahap.

Basir menuturkan, meski sudah di-setting sejak awal bahwa PT DCL bakal memegang pengerjaan mekanikal elektrikal (ME), Machfud tetap memerintahkan Manajer Estimator PT DCL Yuli Nurwanto membuat dokumen penawaran. PT DCL mengajukan tawaran Rp295 miliar. Tapi saat negosiasi, PT AK menyetujui Rp245 miliar. Anehnya, Teuku Bagus kemudian memerintahkan nilai persetujuan tadi ditambah lagi Rp50 miliar. Tujuannya untuk menutupi beban fee 18%.

Joko Hermawan menuturkan, setelah itu PT DCL menerima pembayaran pengerjaan ME sebesar kurang lebih Rp185,58 miliar. Dari situ hanya Rp89,627 miliar yang sebenarnya digunakan sehingga uang pelaksanaan yang tidak dipergunakan adalah Rp95,953 miliar. Uang inilah yang berhasil masuk ke kantong Machfud. Dari situ uang disebar ke beberapa pihak. Pertama , ke Nazaruddin Rp10 miliar sebagai pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan Nazaruddin.

Kedua , diberikan ke Divisi Konstruksi I sebesar Rp21 miliar. Fee ini disebar lagi ke mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebesar Rp2,210 miliar, Wafid Muharram Rp6,55 miliar, Mahyuddin NS (mantan Ketua Komisi X DPR) Rp500 juta, Adirusman Dault Rp500 juta, dan mantan anggota Banggar DPR Fraksi PDIP Olly Dondokambey Rp2,5 miliar.

“Panitia pengadaan sebesar Rp100 juta melalui Wisler Manalu (mantan ketua panitia) yang kemudian dikembalikan ke Teguh Suhanta,” imbuh Joko. Kepentingan Machfu dituada 18 poin di antaranya biaya rehab tiga rumah Machfud dengan total Rp3,264 miliar, pembelian ruko diJalanFatmawatiFestivalBlokB Nomor 02 dan 03 sebesar Rp738,7 juta, pembelian empat kios di Pasar Mayestik Rp2,806 miliar, pembelian vila di Jalan Blok Pasir Reungit, DesaJayabakti, Kecamatan Cidahu, Sukabumi Rp243,745 juta, dan pemberian Rp25 juta kepada Teguh Suhanta.

“Sisanya sebesar Rp22,369 miliar dipergunakan untuk kepentingan lain,” sebut Joko. Selepas itu Machfud diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi tuntutan dan mengajukan nota pembelaan (pleidoi ). Machfud mengaku tidak memberikan tanggapan. “Kami akan ajukan pleidoi ,” ujar Machfud.

Sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7211 seconds (0.1#10.140)