Pemerintah Tak Kompak soal Pajak Tol

Rabu, 04 Maret 2015 - 10:51 WIB
Pemerintah Tak Kompak...
Pemerintah Tak Kompak soal Pajak Tol
A A A
JAKARTA - Pemerintah ternyata belum satu suara soal pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap tarif jalan tol.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bahkan meminta rencana pengenaan PPN itu dievaluasi kembali. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, penerapan PPN yang dibebankan kepada pengguna jalan tol akan memberatkan masyarakat, sehingga perlu dipertimbangkan dari sisi waktu. Alasannya, tahun ini tarif tol juga akan dinaikkan dengan mempertimbangkan standar pelayanan minimum (SPM).

”Sehingga kalau dikenai PPN, itu berarti bisa naik dua kali dalam setahun. Makanya, pertimbangannya apakah harus dinaikkan sekarang. Dan itu jadi masukan Kementerian Keuangan untuk dilaporkan kepada Bapak Presiden,” ujar Basuki di Jakarta kemarin. Dia menuturkan, Kementerian PUPR mempertimbangkan masukan dari pengguna jasa mengenai rencana pengenaan PPN dalam tarif tol tersebut, termasuk dari pengelola jalan tol.

”Kita minta dipertimbangkan kembali karena semua kebijakan harus dibahas di kabinet sebelum dilaunching. Kita bilang ke Kemenkeu, mohon dipertimbangkan,” ucapnya. Sebelumnya Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengaku telah menandatangani aturan pengenaan PPN sebesar 10% untuk tarif jalan tol. Aturan itu akan diberlakukan mulai 1 April 2015. Banyak kalangan menentang rencana pengenaan PPN terhadap tarif jalan tol tersebut.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, misalnya, menilai pengenaan PPN sebesar 10% terhadap tarif tol sebagai kebijakan yang tidak adil. Pasalnya pelayanan tol hingga saat ini belum membaik. Pengenaan PPN juga dapat memicu kenaikan ongkos distribusi barang sehingga berpotensi menaikkan harga bahan kebutuhan pokok.

Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Achmad Ghany Gazaly mengatakan, Kementerian PUPR akan melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait persepsi masyarakat. ”Kalau boleh ditunda, oke. Namun kalau memang harus naik ya otomatis harus naik. Sebab, bagaimanapun ini PPN dan menjadi kewajiban warga negara,” ujarnya.

Di sisi lain, dia mengatakan, pengenaan PPN bisa juga dilakukan secara bertahap. Misalnya, untuk ruas tol yang masih sepi seperti di luar Pulau Jawa, pengenaan PPN bisa bertahap. ”Tapi semuanya tergantung Kementerian Keuangan. Pada intinya, kalau PPN mau diterapkan tahun ini, sebaiknya bersamaan dengan kenaikan tarif tol berdasarkan SPM. Tahun ini itu ada 19 ruas tol yang akan kami evaluasi tarifnya,” kata Achmad.

Kementerian PUPR, melalui BPJT, pada tahun ini juga akan merencanakan evaluasi penyesuaian tarif terhadap 19 ruas tol di Indonesia. Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi. Keputusan penyesuaian tarif tol berdasarkan SPM tersebut ditetapkan oleh Kementerian PUPR. Salah satu tol yang paling awal mendapatkan evaluasi penyesuaian tarif ialah ruas tol Makassar IV pada Mei 2015.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan aturan pengenaan PPN untuk tarif tol akan diterapkan sebelum tengah tahun. Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan waktu yang tepat. ”Keputusan ini memang menuai protes, tapi orang-orang yang lewat jalan tol menurut saya mampu untuk bayar itu. Mereka bukan orang yang kekurangan karena punya mobil,” ujarnya.

Bambang beralasan, penerapan PPN dibutuhkan untuk pengembangan jalan tol. Rencana pengenaan PPN terhadap tarif tol sebenarnya sudah lama, namun tertunda. ”Kalau tidak dikenai PPN karena alasan semua barang akan naik harga, nantinya bagaimana mau menegakkan wibawa karena itu subjek PPN,” katanya.

Ichsan amin/ rabia Edra
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0746 seconds (0.1#10.140)