Nelayan Ancam Demo 7 Hari

Selasa, 03 Maret 2015 - 11:40 WIB
Nelayan Ancam Demo 7 Hari
Nelayan Ancam Demo 7 Hari
A A A
REMBANG - Demo menentang kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terus bermunculan di berbagai tempat. Kemarin giliran ribuan nelayan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menggelar aksi di jalur pantura.

Aksi serupa sebelumnya antara lain muncul di Tegal, Sumatera Utara, JawaBarat, danLampung. Akibat aksi kemarin, jalur vital nasionaltersebutlumpuhsekitar lima jam. Aksi ribuan nelayan ini dipusatkan di tiga titik, yakni di kawasan pertigaan Pasar Pentungan, bundaran Adipura, dan pertigaan Tireman. Bahkan di pertigaan Tireman, kerumunan massa nekat memblokade jalan dengan memasang batu berukuran besar.

Arus lalu lintas tertahan selama lima jam sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. “Kami menuntut agar larangan penggunaan 16 jenis alat tangkap di antaranya cantrang dan dogol segera dicabut,” kata Sumarlan, salah seorang orator aksi, kemarin. Jika tuntutan ini tak dituruti, nelayan mengancam akan menggelar unjuk rasa setiap hari selama tujuh hari. Aksi demo tiap harinya digelar mulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00 WIB.

Sama seperti kemarin, mereka bertekad akan memblokade jalur pantura Rembang. Ribuan nelayan di Kota Garam akan tetap kukuh menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets). “Kebijakan Menteri Susi mematikan penghidupan ribuan nelayan di sini,” jelasnya.

Suyadi, seorang anak buah kapal (ABK) Kapal Cantrang asal Desa Tireman, mengaku sudah sebulan lebih libur melaut. Sugiyarto, awak kapal cantrang lainnya asal Dusun Layur, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem, berharap ada solusi dari pemerintah.

Perlu Tahapan dan Diimbangi Solusi

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan terbitnya aturan pelarangan itu harus disertai dengan berbagai solusi yang menyeluruh. “Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengambil langkah-langkah progresif tanpa mencederai amanah Undang-Undang Perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta.

Menurut dia, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu berakibat pada ancaman kriminalisasi. Untuk itu, Kiara merekomendasikan kepada Menteri Susi untuk benarbenar memastikan masa transisi selama 6-9 bulan (proses pengalihan alat tangkap) tidak diwarnai oleh kriminalisasi terhadap masyarakat nelayan. Kemudian, penggunaan APBN-P 2015 untuk memfasilitasi pengalihan alat tangkap bagi nelayan kecil.

Dia mengemukakan, langkah yang bisa dipilih terkait dengan hal itu adalah berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/ kabupaten/provinsi untuk menggunakan dana alokasi khusus (DAK) kelautan dan perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan juga didesak berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses oleh pelaku perikanan untuk penggantian alat tangkap.

Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap pemerintah aktif dalam mengawal diterapkannya perubahan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan serta membantu nelayan agar mampu melaksanakan perubahan itu. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pamekasan, Madura, Jawa Timur Fathorrahman menilai Permen Nomor 2/2015 perlu kompensasi agar posisi nelayan tradisional tidak dirugikan.

“Ketentuan pelarangan menggunakan jaring pukat harimau dan larangan menangkap spesies perikanan penting itu, semata-mata untuk kesejahteraan nelayan itu sendiri atau kepentingan jangka panjang,” katanya.

Muhammad oliez/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7559 seconds (0.1#10.140)