Anggaran Rp1,63 T untuk Pengembangan Riset

Senin, 02 Maret 2015 - 10:41 WIB
Anggaran Rp1,63 T untuk Pengembangan Riset
Anggaran Rp1,63 T untuk Pengembangan Riset
A A A
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menggelontorkan Rp1,63 triliun untuk pengembangan riset.

Riset mesti dikembangkan agar peningkatan daya saing bangsa melalui peningkatan mutu pendidikan tinggi dan inovasi terwujud. Menristek Dikti M Nasir mengatakan, pihaknya memang menganggarkan Rp1,63 triliun untuk pengembangan riset. Nasir berujar, riset bukan hanya dinaikkan secara kuantitas. Namun, yang lebih penting secara kualitas riset harus ditingkatkan, termasuk publikasinya.

Publikasi riset, ujar dia, bisa dilakukan di jurnal internasional dan nasional. Selain memperbaiki dan meningkatkan riset, perguruan tinggi juga harus meningkatkan mutu serta akreditasinya. “Ujung tombak industri ada di perguruan tinggi. Maka harus ada kerja sama antara akademisi, pemerintah, dan industri. Riset yang dihasilkan harus bisa dihilirkan pada dunia usaha,” kata Nasir seusai Rakernas 2015 Kemenristek Dikti di Jakarta belum lama ini.

Mantan rektor Universitas Diponegoro itu menjelaskan, program penguatan riset dan pengembangannya akan bisa dilihat dari jumlah hak kekayaan intelektual, publikasi, dan prototipe. Dia mengatakan, kementerian menargetkan dengan ada intervensi riset ini jumlah paten yang terdaftar pada 2015 ada 1,580, pada 2016 sebanyak 1.735, 2017 ada 1.910, 2018 ada 2.100, dan akhir 2019 ada 2.305 paten riset.

Sementara jumlah publikasi internasional berturut-turut naik dari 5.008, 6.229, 7.769, 9.689, dan pada 2019 ada 1.2089 publikasi. Jumlah prototipe atau teknologi tepat guna pada 2015 ini ada 530, 632, 783, 930, dan pada 2019 ada 1.081 prototipe. Publikasi yang dihasilkan baik di ranah nasional maupun internasional juga belum berkembang.

Karena itu, pemerintah membuat skema tentang alokasi biaya riset yang harus dilakukan perguruan tinggi. Misalnya di perguruan tinggi negeri (PTN) yang sudah menerima Bantuan Operasional PTN (BO PTN) 30% di antaranya harus dialokasikan di bidang riset. “BO PTN memang tidak hanya untuk menjadikan biaya pendidikan murah di PTN. Namun, juga bagi pengembangan riset untuk tahap inovasi sampai menghasilkan prototipe,” terang Nasir.

Sekjen Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Suyatno berpendapat, anggaran riset sebesar itu sudah luar biasa apalagi untuk riset pendidikan tinggi. Karena itu, tidak ada alasan lagi riset buruk karena anggaran riset yang minim. Anggaran untuk riset saat ini semakin membaik. Namun, perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, juga harus memperbaiki sistem penjaminan mutu internal.

Itu bisa dilakukan dengan memperkuat sumber daya manusia (SDM). Suyatno mengatakan, ini tidak bisa ditawar. Dosen harus menjaga kualitasnya dan mahasiswa juga mesti menumbuhkan budaya akademik di kampus. Menurutnya, pengabdian masyarakat yang dilakukan harus mulai berbasis riset sehingga hasilnya sesuai kebutuhan masyarakat.

Guna meningkatkan kualitas perguruan tinggi, dia mengatakan, harus diperkuat sarana pembelajarannya seperti laboratorium dan bengkel. “Pendidikan jangan hanya teori,” ujarnya.

Riset yang dilakukan kalangan perguruan tinggi harus diarahkan untuk kepentingan inovasi. Ia mencontohkan, jika Indonesia kekurangan listrik, riset harus diperbanyak guna menciptakan energi baru. Suyatno mengatakan, di kalangan ASEAN riset dan jurnal di Indonesia berada di peringkat paling bawah. Terutama jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Bahkan dengan Myanmar saja, riset dan publikasi jurnal Indonesia kalah. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid mengakui riset di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan riset di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Namun, terkait dana riset, dia mengungkapkan, dana riset Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan dana riset Nepal.

Karena itu, ia berharap, dengan pengintegrasian Kemenristek dengan Pendidikan Tinggi, riset bisa menjadi perhatian dan fokus pemerintah. Menurut Edy, dana riset di Indonesia masih terbatas. Ia berharap, dengan berbagai penghematan yang dilakukan pemerintah, alokasi dananya bakal dimasukkan untuk menambah dana riset.

Publikasi jurnal melalui e-journal juga harus ditingkatkan. “Sebab, saat ini hanya 30.000 jurnal dari 800.000 jurnal yang dipublikasikan per tahun, sisanya mau dikemanakan,” ucapnya.

Neneng zubaidah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6540 seconds (0.1#10.140)