Kemlu Banding Vonis Mati WNI

Senin, 02 Maret 2015 - 10:33 WIB
Kemlu Banding Vonis Mati WNI
Kemlu Banding Vonis Mati WNI
A A A
KUANTAN - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia memastikan akan mengajukan banding atas vonis mati terhadap Ajeng Yulia, 21, di Pengadilan Tinggi Malaysia.

Ajeng, perempuan asal Jakarta, dijatuhi hukuman gantung karena membawa 3,004 kilogram metamfetamin di Bandara Sultan Ahmad Shah pada 10 November 2013 silam, dalam persidangan Jumat (27/2) lalu. Ajeng yang berprofesi sebagai kasir itu dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi Malaysia di Kuantan, Negara Bagian Pahang.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal mengungkapkan, pihaknya sudah memastikan akan naik banding. “Pemerintah Indonesia akan melakukan pembelaan semaksimal mungkin melalui mekanisme hukum yang berlaku di Malaysia,” ujar Iqbal kepada KORAN SINDO, kemarin.

Dia menambahkan, pemerintah Indonesia akan tetap menghormati hukum di Malaysia. KemlumelaluiKedutaanBesar Republik Indonesia di Kuala Lumpur telah melakukan pendampingan kekonsuleran maupun pendampingan hukum. “Kita telah memberikan pengacara tetap dari Gooi and Azura Law Firm (untuk mendampingiAjeng),” tuturIqbal. Mengenai informasi kepada keluarga Ajeng di Indonesia, Iqbal memastikan kalau Kemlu selalu memperbarui perkembangan kasus di persidangan.

Sebelumnya pada persidangan yang digelar Jumat lalu, Komisioner Hakim Ab Karim Ab Rahman mengungkapkan bahwa terdakwa gagal memberikan alasan yang masuk akal dalam kasusnya. Dia mengatakan, pengadilan menolak pernyataan sumpah Ajeng Yulia bahwa dia tidak menyadari ada narkotika di dalam tasnya. Ajeng hanya diminta membawa tas itu dari New Delhi oleh seseorang bernama Stanley.

“Terdakwa (Ajeng) mengatakan dia mengetahui Stanley, seorang warga Nigeria, di New Delhi. Bagaimana seorang kasir yang tidak memiliki pendapatan tetap dapat terbang ke New Delhi untuk bertemu dengan Stanley dan sempat belajar bahasa Inggris, sebelum terbang ke Malaysia sendirian?” kata Rahman, dilansir kantor berita Bernama. “Terdakwa menyebut Stanley, tetapi tidak mampu memberikan nomor teleponnya dan alamatnya,” imbuhnya.

Dalam persidangan, Ajeng didampingi pengacara Aina Azemi. Dia tampak tenang. “Terdakwa tidak memanggil saksi lain untuk mendukung pembelaannya,” ungkap Karim. “Pengadilan mengetahui kalau terdakwa tidak memiliki pendapatan tetap dan tidak berpendidikan, tetapi datang ke negara lain untuk berlibur,” jelasnya.

Dilansir harian ternama Malaysia, Utusan, Ajeng mengungkapkan, dia mengenal Stanley melalui media sosial BlackBerry Messenger (BBM). Ajeng saat itu di Jakarta dan Stanley di New Delhi. Keduanya saling jatuh cinta hingga Ajeng berani berangkat ke New Delhi dan belajar bahasa Inggris pada 6 November 2013. Selama empat hari Ajeng berada di India, kemudian pada hari terakhir mengaku diminta Stanley ke Malaysia membawa tas.

Ajeng berdalih, Stanley menyerahkan sebuah tas lebih besar kepadanya dengan alasan tas yang dibawanya terlalu kecil untuk mengisi barang-barang yang dibeli di New Delhi. Sementara itu, Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu mengungkapkan, 229 WNI terancam hukuman mati di luar negeri. Sebagian besar kasus WNI yang terancam hukuman mati berada di tiga negara, yaitu Malaysia 168 kasus, Arab Saudi 38 kasus, dan Republik Rakyat China 15 kasus.

Dari 229 WNI yang terancam hukuman mati, 131 orang di antaranya terjerat kasus narkotika di luar negeri. 77 orang terancam hukuman mati karena terlibat dalam kasus penghilangan nyawa. Kemlu RI telah menyelesaikan kasus hukum WNI di luar negeri sebanyak 9.290 kasus dari 1 Januari hingga 30 September 2014.

Kasus hukum terbanyak yang ditangani Kemlu adalah terkait mengenai buruh migran Indonesia dan anak buah kapal.

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7177 seconds (0.1#10.140)